Perajin Tahu di Kulon Progo Tetap Produksi, Ini Alasannya

Perajin Tahu di Kulon Progo Tetap Produksi, Ini Alasannya

Jalu Rahman Dewantara - detikJateng
Senin, 21 Feb 2022 13:08 WIB
Aktivitas perajin tahu di Sentra Industri Tahu Murni Wonobroto, Tuksono, Kulon Progo, Senin (21/2/2022).
Aktivitas perajin tahu di Sentra Industri Tahu Murni Wonobroto, Tuksono, Kulon Progo, Senin (21/2/2022). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng
Kulon Progo -

Perajin tahu dan tempe di sejumlah daerah melakukan mogok produksi selama tiga hari, Senin (21/2)-Rabu (23/2). Namun, perajin tahu di Sentra Industri Tahu Murni di Dusun Wonobroto, Kalurahan Tuksono, Kapanewon Sentolo, Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memilih untuk tidak ikut dalam aksi tersebut.

"Di Tuksono, khususnya Wonobroto mungkin enggak akan mogok buat tahu, karena tahu itu ya kebutuhan untuk ekonomi menengah ke bawah, apalagi setiap hari dibutuhkan oleh warga masyarakat. Artinya kami tetap produksi," ucap Ketua Paguyuban Tahu Murni Wonobroto, Ponimin Harjono, saat dimintai konfirmasi oleh wartawan, Senin (21/2/2022)

Ponimin sudah mendengar adanya rencana aksi mogok produksi tahu dan tempe se-Jawa sejak Minggu (20/2) kemarin. Kabar itu kemudian disampaikan ke seluruh anggota paguyuban Tahu Murni Wonobroto untuk menentukan sikap apakah akan ikut aksi atau tidak. Dari sini disepakati bahwa produksi bakal tetap jalan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemarin pas nyetel TV, Jakarta dan Jawa Timur kan hari Senin sampai Rabu mogok enggak buat tahu, tapi kalau sekitar saya sebagai perajin di sini ya saya mohon (tetap produksi), bagaimana ya, karena ini masih kebutuhan untuk ekonomi," ucapnya.

Selain demi dapur tetap ngebul, tidak ikutnya perajin tahu Wonobroto dalam aksi mogok itu juga untuk menjaga kesetiaan pelanggan. Apabila mogok dilakukan, mereka khawatir konsumennya akan beralih ke pemasok lain.

ADVERTISEMENT

"Saya khawatir kalau ada perajin lain ada kesempatan untuk ngedrop di pasaran yang kita jual itu kan malah rugi sendiri," ujar Ponimin.

Wonobroto sendiri merupakan sentra industri tahu terbesar di Kulon Progo. Sedikitnya ada 43 perajin, yang dalam sehari bisa memproduksi hingga 2 ton tahu. Produk ini dipasarkan di seluruh wilayah DIY. Karena itu bila perajin melakukan mogok, maka produk tahu berpotensi hilang di pasaran DIY.

"Tentu itu, (produk tahu hilang di pasaran) apalagi di sini dalam sehari ada yang bisa memproduksi hingga 5 kuintal tahu," ucap Ponimin.

Aktivitas perajin tahu di Sentra Industri Tahu Murni Wonobroto, Tuksono, Kulon Progo, Senin (21/2/2022).Aktivitas perajin tahu di Sentra Industri Tahu Murni Wonobroto, Tuksono, Kulon Progo, Senin (21/2/2022). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng

Tetap Produksi, Takaran Dikurangi

Salah satu perajin tahu di Wonobroto, Samsuri (30), mengatakan saat ini harga kedelai di pasaran berkisar Rp 11.500 per kg. Harga ini naik signifikan dibandingkan harga sebelumnya yang selalu di bawah Rp 10.000 per kg.

Dengan kenaikan itu, ia melakukan pelbagai cara agar tidak merugi, di sisi lain usahanya bisa tetap jalan. Salah satu yang dilakukan yakni mengurangi ukuran tahu.

"Dari ketebalan biasanya 5 cm, nanti kita jadi 3,5 cm. Tahu kan bentuknya persegi, jadi untuk ukuran lebarnya dari 3 cm jadi cuma 2 cm gitu. Jadi kita mainnya gitu," ucapnya.

"Dari kami sebenarnya rada gimana ya, untuk omzet turun, dari ukuran juga dikurangi. Kalau dibikin sama kayak kemarin-kemarin omzet ya turun. Jadi ya beginilah," sambungnya.

Siasat lain yang dilakukan Samsuri yaitu membatasi stok tahu. Langkah ini untuk mengantisipasi menurunnya kualitas tahu jika terlalu lama disimpan.

"Biar enggak rugi kami bikin stoknya nggak banyak. Soalnya kalau kita bikin banyak kayak biasa, terus dijual di pasar dan ternyata nggak laku itu kan dibawa pulang. Lama-lama itu (kualitas tahu) enggak bagus. Jadi kami cuma bikin sedikit disesuaikan dengan permintaan pasar saja," jelasnya.

Terkait dengan kebutuhan kedelai untuk produksi, Samsuri mengatakan bahwa dalam sehari pihaknya bisa menghabiskan hingga 1 kuintal kedelai. Jumlah ini cenderung menurun seiring dengan rendahnya permintaan tahu di masa pandemi COVID-19.

"Sehari kami membutuhkan 1 hingga 1,5 kuintal kedelai. Gara-gara ada ini (COVID-19) itu seluruh aspek terpengaruhi. Jadi kaya dulu sering diambil di warung makan, tapi karena sekitar sini ada COVID-19 warungnya itu rada sepi, jadi ngambil tahunya juga rada berkurang," ucapnya.

Samsuri sendiri menjual tahunya per 10 bungkus, dengan rentang harga Rp 3.000 sampai Rp 5.000. Tahu-tahu ini dipasarkan ke pasar tradisional dan warung makan di Kulon Progo, Bantul, Sleman, dan sekitarnya.

Samsuri berharap pemerintah bisa turun tangan atas melonjaknya harga kedelai impor ini. Ia ingin agar pemerintah dapat membuat standar harga kedelai agar tidak terjadi fluktuasi yang membuat perajin merugi.

"Info kenaikan, kami dapat kabar gara-gara impor kedelai USA rada macet karena aksesnya ditutup imbas COVID-19. Harapan kami, inginnya harganya tetap kayak dulu. Soalnya tahu dan tempe itu kan makanan yang udah biasa di Indonesia, mudah ditemukan dan harganya sebenarnya terjangkau, dari kami ingin pemerintah itu harganya bisa distandarin kayak dulu lagi," ucapnya.




(rih/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads