Memaknai Kata 'Cukup' dari 35 Karya Mahasiswa Unnes di Pameran Atma Sadia

Memaknai Kata 'Cukup' dari 35 Karya Mahasiswa Unnes di Pameran Atma Sadia

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Minggu, 14 Des 2025 15:57 WIB
Memaknai Kata Cukup dari 35 Karya Mahasiswa Unnes di Pameran Atma Sadia
Suasana pameran Atma Sadia mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Rumah Pohan, Kawasan Kota Lama, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Minggu (14/12/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng.
Semarang -

Mahasiswa Seni Rupa Universitas Negeri Semarang (Unnes) memamerkan karya lukisnya di Rumah Pohan, Kawasan Kota Lama. Pameran seni bertajuk 'Atma Sadia' itu mengangkat konsep cukup dalam karya yang dipajang.

Pantauan detikJateng di Rumah Pohan, Kawasan Kota Lama, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, muda-mudi memadati pameran kolaboratif mahasiswa yang penuh lukisan warna-warni.

Ketua Pelaksana pameran, Miftahul Nur Khairul Wijaya Setyaji, mengatakan, pameran itu digelar mulai Jumat-Minggu (12-14/12). Tema yang diangkat berupa 'Atma Sadia'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Atma Sadia berasal dari kata 'Atma' yang berarti jiwa dan 'Sadia' yang bermakna cukup," kata Miftahul di Rumah Pohan, Minggu (14/12/2025).

"Tema itu dipilih sebagai wujud kontemplasi dan penerimaan diri, baik bagi mahasiswa maupun pengunjung, serta menjadi ruang perenungan mengenai makna 'cukup' dalam kehidupan sehari-hari," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Ia menyebut, karya yang dipamerkan beragam, mulai dari lukisan, digital art, hingga satu karya instalasi, yang merupakan hasil kerja sama dua rombel mahasiswa Seni Rupa Unnes.

"Dari proses kurasi, terpilih 35 karya, mencakup karya mahasiswa dan 7 seniman undangan," ungkapnya.

Suasana pameran Atma Sadia mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Rumah Pohan, Kawasan Kota Lama, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Minggu (14/12/2025).Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Para pengunjung pun bisa mendatangi pameran tersebut mulai pagi hingga malam hari. Pameran tersebut juga tidak memungut biaya masuk, alias gratis.

Tak hanya lukisan diam yang terpajang di ruangan putih itu, tampak ada lukisan bergerak yang menyita perhatian para pengunjung. Sayap seorang bayi dalam lukisan bertema 'Sacrifice' karya Muhammad Iqbal Birril Kharishi itu bergerak, sementara beberapa ornamen di lukisan tampak keluar dari pigura.

Karya berukuran 50x60 sentimeter ini dibuat menggunakan akrilik, modelling clay, bulu bebek, benang, serta foam sheet di atas kanvas. Iqbal menggambarkan sosok ayah dengan tubuh penuh retakan sebagai simbol pengorbanan dan beban hidup yang kerap dipikul tanpa keluhan.

"Lewat karya ini saya ingin menunjukkan bagaimana seorang ayah sering kali menanggung luka dan penderitaan sendirian demi anaknya," kata Iqbal.

Ia menjelaskan, lapisan merah kasar di tangan sang ayah merepresentasikan upaya untuk terus memperbaiki diri meski kondisi terus mengalami kerusakan. Benang merah yang menghubungkan ayah dan anak melambangkan ikatan kasih yang kuat, sementara adegan sang anak menjahit luka ayahnya menjadi simbol harapan dan balas cinta.

"Anak dalam lukisan ini tidak hanya digambarkan sebagai penerima pengorbanan, tapi juga sebagai penyembuh. Ada harapan bahwa kasih yang ditanamkan ayah akan kembali menguatkannya di kemudian hari," jelasnya.

Iqbal juga menyisipkan jam yang tampak retak sebagai metafora waktu yang dikorbankan seorang ayah demi masa depan anak. Coretan doodle di kertas menggambarkan kenangan sederhana, sedangkan sayap putih di punggung sang anak mencerminkan pandangan sang ayah.

"Sayap putih halus di punggung sang anak melambangkan gambaran ayah yang melihat anaknya sebagai malaikat kecil, sosok yang menjadi alasan ia bertahan dan sumber kekuatan yang menguatkan kembali dirinya," tuturnya.

Selain itu, karya 'Deceptive Grace' milik Agung Budi Susilo, turut mencuri perhatian pengunjung. Lukisan akrilik dan clay di atas kanvas berukuran 100 x 80 sentimeter itu lahir dari perenungan Agung tentang paradoks manusia modern yang kerap terjebak pada pencitraan dan pencapaian semu.

"Banyak orang hari ini terlihat sukses, anggun, dan berkilau di luar, tapi sebenarnya menyimpan luka dan kekosongan di dalam dirinya," kata Agung.

Suasana pameran Atma Sadia mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Rumah Pohan, Kawasan Kota Lama, Kecamatan Semarang Tengah, Kota Semarang, Minggu (14/12/2025).Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Melalui figur tubuh rapuh yang dibalut busana mewah dengan dada robek menganga, Agung ingin menunjukkan bagaimana ketidakpuasan dan hasrat yang tak pernah kenyang sering berawal dari hal-hal yang dianggap wajar dan layak diimpikan.

"Tangan iblis yang muncul dari luka itu saya maknai sebagai godaan. Justru godaan terbesar sering datang dari sesuatu yang terlihat indah dan bercahaya, bukan dari kegelapan," ujarnya.

Menurut mahasiswa semester lima itu, 'Deceptive Grace' adalah refleksi sisi gelap dari obsesi manusia terhadap kesempurnaan tampilan luar. Ia menilai, keindahan yang menipu dapat perlahan menggerus rasa syukur dan membuat jiwa retak tanpa disadari.

"Obsesi pada kesempurnaan yang tampak di luar justru membuat jiwa perlahan retak dan kehilangan rasa syukur," ujarnya.




(apl/aku)


Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads