Massa Buruh Jateng Tuntut Kenaikan Upah di Gubernuran, Sempat Jebol Gerbang

Massa Buruh Jateng Tuntut Kenaikan Upah di Gubernuran, Sempat Jebol Gerbang

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 08 Des 2025 17:39 WIB
Massa Buruh Jateng Tuntut Kenaikan Upah di Gubernuran, Sempat Jebol Gerbang
Suasana demo buruh di depan Gedung Gubernur Jateng, Jalan Pahlawan, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Senin (8/12/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Aliansi Buruh di Jawa Tengah (Jateng) menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor Gubernur Jawa Tengah, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang. Mereka menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 8,5-10,5 persen.

Pantauan detikJateng di Jalan Pahlawan, depan Gubernuran, ribuan buruh dari berbagai daerah itu membawa bendera, spanduk tuntutan, serta poster protes terkait rencana penetapan UMP 2025 dan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Pengupahan.

Beberapa poster itu bertuliskan 'Tolak Upah Murah, Buruh Jadi Sapi Perahan', 'Kerjone Leyeh-Leyeh, UMP Gak Ceto (Tidak Jelas)', 'Tolak UMK Murah'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Massa buruh itu tampak berusaha masuk kantor gubernuran dan sempat menjebol gerbang. Mereka bersorak saat pagar di depan barisan aparat kepolisian itu akhirnya bisa roboh.

ADVERTISEMENT

Massa terlihat kompak mengenakan seragam biru serta ikat kepala bertuliskan SPN. Bendera biru-putih berlogo Serikat Pekerja Nasional (SPN), dan berbagai serikat pekerja dikibarkan.

Panglima Komando Aksi Nasional SPN, KSPI (Konfederasi Serikat Pekerja Nasional), dan Partai Buruh, Buya Fauzi mengatakan para buruh menuntut kenaikan UMP yang seharusnya diputuskan hari ini.

"Kami menuntut pemerintah menaikkan upah minimum minimal 8,5-10,5 persen. Mengapa angka itu muncul? Karena kita berdasarkan laju inflasi yang ada di angka 2,5 persen dan laju pertumbuhan ekonomi yang ada di angka 5,2 persen," kata Buya di depan Gubernuran, Senin (8/12/2025).

"Juga kita minta koefisien atau indeks tertentunya itu 1 persen. Indeks tertentu adalah salah satu presentasi penguat dari laju pertumbuhan ekonomi dan juga laju inflasi," lanjutnya.

Suasana demo buruh di depan Gedung Gubernur Jateng, Jalan Pahlawan, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Senin (8/12/2025).Suasana demo buruh di depan Gedung Gubernur Jateng, Jalan Pahlawan, Kelurahan Mugassari, Kecamatan Semarang Selatan, Kota Semarang, Senin (8/12/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Buya juga menyinggung RUU Ketenagakerjaan yang masih digodok DPR RI. Ia menegaskan aturan baru harus tanpa Omnibus Law Cipta Kerja, karena menurutnya sejak putusan MK 31 Oktober 2024, Omnibus Law sudah gugur dan tidak sah.

"Kita akan melawan dan akan melakukan mogok nasional jika RPP tentang pengupahan disahkan Menteri Tenaga Kerja. Seluruh kaum buruh menuntut Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto agar segera memecat Menteri Tenaga Kerja RI sekarang juga," tegasnya.

Sejumlah buruh yang ikut turun dalam unjuk rasa itu juga menyampaikan keluhan mereka soal tingginya biaya hidup, sementara gaji mereka dirasa masih tidak cukup menghidupi keluarga.

Salah satunya Yanto (36), pekerja garmen dari Kabupaten Semarang, yang sudah datang sejak pukul 10.00 WIB dan ikut aksi sejak pukul 14.00 WIB siang tadi.

"UMK Kabupaten Semarang hanya sekitar Rp 2,7 juta, itu sangat kurang apalagi buat yang sudah punya keluarga," ungkap Yanto kepada detikJateng.

Ia juga menyinggung adanya RPP Pengupahan yang dinilai belum bisa mengakomodir keinginan buruh untuk menaikkan upah hingga 8,5-10,5 persen.

"Apalagi juga RPP katanya hanya bisa naik 3,5 persen. Padahal tahun lalu naik 6,5 persen. Kita resah, makanya turun ke jalan," kata Yanto.

Ia menyebut, aksi diikuti buruh dari Magelang, Solo Raya, Purworejo, Kabupaten Semarang, Pekalongan, Brebes, Jepara, Pati, hingga Rembang, serta dari sejumlah federasi serikat.

Salah satu buruh garmen asal Jepara, Fitroh (37), juga mengatakan upah yang diterimanya sekarang bahkan tidak cukup jika tidak ada lembur.

"UMR Jepara Rp 2,7 juta itu belum dipotong BPJS. Anak butuh susu, pampers, listrik, bensin, beras, semua naik. Kalau upah nggak naik, kita karyawan yang kasihan. Harapannya ya 8,5-10,5 persen itu," jelasnya.

Ia menambahkan, bahwa banyak keluarga buruh harus bekerja dua arah bergantian demi mencukupi kebutuhan harian. Menurutnya, upah sesuai UMK saja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan.

"Harus dua orang kerja semua. Kalau cuma mengandalkan UMR itu gak cukup untuk satu keluarga. Karena mertua, adik, masih ikut aku. Gimana lagi kan? Kita kan sebagai anak, orang tua masih hidup, kita harus merawatnya," ungkapnya.

"Kemarin kita inginnya kan 8,5 persen atau 10,5 persen. Nanti diterima atau nggaknya kan yang penting kita sudah sudah berjuang, yang menentukan kan di sana. Kita buruh harus optimis, kalau ingin UMR naik gimana caranya? Kita mengadakan demo di sini," lanjutnya.

Halaman 2 dari 2
(apu/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads