Sebuah batu nisan berbentuk unik mencuri perhatian di antara ribuan batu nisan lainnya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Bonoloyo, Kecamatan Banjarsari, Kota Solo. Batu nisan itu terdapat patung dua anak tengah bermain bola sepak.
Nampak, dua anak beda tinggi badan itu tengah memperhatikan bola sepak. Bola itu berada di kepala anak yang berbadan tinggi, sementara anak satunya berdiri di depannya sambil melihat ke arah bola. Patung kedua anak itu dicat keemasan.
Patung itu berdiri di atas cetakan semen warna hitam. Pada salah satu sisi terdapat gambar bentuk hati yang dicat kuning. Lalu terdapat logo salib dengan tulisan nama sosok yang terkubur di bawah nisan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dari penelusuran detikJateng, makam itu milik Ignatius Toto Endratmo atau yang akrab disapa Toto, warga kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Toto merupakan anak kedua dari pasangan Pangat Hendro Sutomo-Ciesilia Niken Sadarsih.
Kedua orang tuanya berasal dari Solo, namun karena urusan pekerjaan mereka pindah ke Jogja.
Niken mengatakan, patung pada batu nisan itu mencerminkan cita-cita Toto yang ingin menjadi pemain sepakbola profesional. Namun sebelum cita-citanya terwujud, Toto meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas lintas di Magelang.
"Anak saya dari kecil suka main sepak bola, pilihannya memang ingin menjadi pemain sepak bola," kata Niken saat dihubungi detikJateng, Jumat (5/12/2025).
Dijelaskan, Toto lahir di Jogja. Awalnya, Toto ikut Taekwondo pada usia 4 tahun. Namun pada usia 5 tahun, Toto menemukan ketertarikan pada olahraga sepakbola, dan meminta orang tuanya agar memasukannya pada sekolah sepakbola.
Dalam bermain sepak bola, Toto bermain sebagai penyerang. Sebab, Toto sangat mengidolakan pemain dari Brazil, yaitu Ronaldo Nazario dan Ricardo Kaka.
Makam unik berbentuk bocah bermain sepakbola di TPU Bonoloyo Solo. Foto diambil Jumat (6/12/2025). Foto: Agil Trisetiawan P/detikJateng |
"Dia juga sekolah di (SMP) Pangudi Luhur (Jogja), setiap hari dia latihan sepak bola. Kadang-kadang dia diajak kakak-kakak kelasnya diajak main," ucapnya.
Setelah lulus SMP, Toto melanjutkan pendidikan di SMA Seminari Mertoyudan, Magelang. Sebab, di sana memiliki lapangan sepak bola, dan berharap bisa menjadi batu loncatan agar dia bisa bermain sepak bola di Meksiko.
"Kalau mau sekolah, Dia selalu mencari sekolah yang punya lapangan yang bagus, lalu ke Seminari. Dia memilih di situ juga ingin menjadi Romo yang bermain sepakbola. Dia di sana senang, hampir setiap hari bisa bermain sepakbola," terangnya.
"Dia ingin ke Meksiko untuk bisa bermain sepak bola, jadi pemain profesional. Tapi langkahnya, menjadi Pastor yang bisa bermain sepak bola," imbuhnya.
Kecelakaan di Depan Sekolah
Selama tiga tahun sebelum Toto meninggal, Niken mengaku sudah mendapatkan firasat. Dia sering bermimpi aneh yang membuatnya resah.
"Hampir 3 tahunan saya sering bermimpi, seperti menanam Kamboja di makam kakaknya Toto. Saya menjalani hari dengan penuh kecemasan, ketakutan siapa yang akan dipanggil Tuhan, hingga saya mencemaskan saya sendiri," ujarnya.
Niken mengira, awalnya firasat itu ditujukan untuk dirinya. Sehingga dia menyiapkan diri jika sewaktu-waktu menghadapi maut.
Namun, di sebuah sore di 2010, hal yang dikhawatirkan itu terjadi. Ternyata kabar duka justru menimpa Toto. Peristiwa berawal saat Toto bersama teman-temannya hendak berbelanja di minimarket.
"Setelah rapat, dia bertemu lima orang temannya yang mau belanja di minimarket di depannya Seminari. Yang dua tidak jadi ke minimarket dan duduk di gerbang, yang tiga ke minimarket. Teman-temannya diseberangkan anak saya, setelah sampai minimarket dia kembali ke Seminari," terangnya.
"Saat itu jalannya baru diperbaiki, dia menyeberang (berjalan kaki), baru sampai separuh jalan ada truk dari kiri ambil kanan, dan Toto kena spion truk. Seketika Toto tidak ada," imbuhnya.
Niken mengaku sudah ikhlas atas kepergian putranya. Atas dasar iman, dia mengatakan tuhan sudah menghendaki anaknya di usia yang masih muda, yakni 16 tahun.
Pembangunan Batu Nisan
Pihak keluarga akhirnya mengebumikan Toto di TPU Bonoloyo. Sebab, di sana ada makam sang kakak, dan keluarga besar lainnya.
Batu nisan dan patung itu dibuat oleh oleh kakak Niken, Widodo, yang merupakan pemahat patung di Solo. Patung itu dibuat sekira 3 tahun setelah Toto meninggal dunia.
"Saya minta kakak saya untuk membuatkan patung itu. Setelah 1.000 hari itu, masih ada perasaan sedih, marah, sampai 3 tahun itu tidak saya rayakan. Itu nisannya dibangun sekitar 2013-an," ucapnya.
Meski sudah beberapa tahun, makam itu viral di media sosial. Niken tidak mempersoalkan hal itu, dia berharap makam putranya bisa menginspirasi orang untuk mengejar mimpinya.
"Saya berharap dengan patung ini bisa menyatukan, terutama penggemar sepak bola. Dan ini bermakna soal mengejar mimpi," pungkasnya.












































