Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) menggelar aksi di halaman Mapolda Jateng, Kota Semarang. Mereka meminta agar dua pentolan demo AMPB, Teguh Istiyanto (49) dan Supriyono (47) alias Botok, yang ditahan di Polda Jateng agar dibebaskan.
Pantauan detikJateng pukul 13.50 WIB, tampak puluhan warga Pati berkumpul di halaman Mapolda Jateng. Mereka membawa sejumlah poster, di antaranya bertulisan 'Bupati Pati Harus Tanggung Jawab', 'Pantura Diblokir Banjir 10 Hari Masih Menjabat, Pantura Diblokir 10-15 Menit 9 Tahun Penjara', 'Bebaskan Tetangga Kami', dan lain-lain.
Mereka menyerukan agar Botok dan Teguh yang ditahan sejak Jumat, 31 Oktober 2025 malam buntut aksi memblokir Jalan Pantura 15 menit itu segera dibebaskan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini bentuk keprihatinan atas hukum yang diterapkan kepada kami sebagai masyarakat yang menyampaikan suara, mengkritisi kebijakan Bupati Pati," kata koordinator lapangan AMPB, Suharno (50) di lokasi, Selasa (4/11/2025).
Ia mengatakan warga yang dominan merupakan buruh itu rela tak berangkat kerja demi aksi solidaritas ke Semarang. Mereka berangkat pagi tadi menggunakan satu unit bus dan lima mobil.
Menurut Suharno, aksi pemblokiran massa di Jalan Pantura Pati-Juwana, Jumat (31/11) lalu itu merupakan spontanitas bentuk kekecewaan masyarakat karena Bupati Sudewo gagal dimakzulkan.
"Pemblokiran Pantura itu spontanitas kekecewaan kami atas hasil angket. Kami tidak melibatkan massa, tapi massa yang terlibat. Jadi aksi di Pantura itu tidak ada pengerahaan massa," ungkapnya.
"Kami akan tetap berusaha, entah bagaimana caranya sampai di Jakarta misalnya. Kalau di kabupaten, saat ini kami sudah merasa terbunuh dengan adanya sidang hak angket," lanjutnya.
Meski kini dua kawannya itu ditahan, Suharno menyatakan masyarakat tak gentar. Mereka akan terus menyuarakan aspirasinya.
"Tuntutan dari warga Pati, kami menuntut dibebaskannya dua tokoh kami sebagai tokoh aktivis yang menyuarakan masalah kebijakan di pajak dan etika seorang pejabat," tuntutnya.
Sementara itu, kakak kandung Botok, Mulyati (55) menyebut anak dan istri Botok sudah bisa masuk untuk menemui Botok.
"Dia relawan, suka menolong orang kesusahan. Pajak (PBB di Pati) turun juga karena Mas Botok. Kalau nggak ada, nggak turun pajak yang mencekik wong cilik," kata dia.
Salah satu pedagang es kelapa muda asal Pati, Asep (40) mengatakan dirinya sangat terbantu dengan aksi Aliansi Masyarakat Pati Bersatu sehingga kenaikan PBB di Pati akhirnya dibatalkan.
"Awalnya sudah ada edaran per bulan PKL kena Rp 300 ribu. Itu sangat memberatkan bagi PKL. Itu sudah diperjuangkan sama tim AMPB yang diketuai oleh Mas Botok sama Mas Teguh. Kenapa kok mereka diberi sanksi seperti ini?" tuturnya.
Baca juga: Kala Bupati Sudewo Lolos dari Pemakzulan |
Penjelasan Polda Jateng
Diberitakan sebelumnya, Polisi menetapkan dua tersangka dalam kasus pemblokiran jalan pantura Pati-Juwana, Jumat (31/10/2025) lalu. Dua pentolan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB), Teguh Istiyanto (49) dan Supriyono (47) alias Botok, jadi tersangka dan ditahan di Mapolda Jateng.
"Sudah ada penetapan 2 tersangka dan saat ini masih berproses. Ditahan di Mapolda Jateng," kata Dirreskrimum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio saat dihubungi, Sabtu (2/11).
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, menambahkan keduanya dijadikan tersangka lantaran telah menggerakkan massa untuk memblokir jalan Pantura. Menurutnya, terdapat dugaan pelanggaran tindak pidana
"Yang bersangkutan setelah sidang Paripurna selesai, mengakibatkan rombongannya melakukan aksi blokir jalan di Patura, itu kan melanggar aturan dan melakukan hal tindak pidana," kata Artanto saat dihubungi.
"Kalau blokir itu dilakukan dan mengakibatkan kemacetan dan membahayakan keselamatan lalu lintas, itu menjadi suatu tindak pidana," lanjutnya.
Ia mengatakan polisi telah bekerja sesuai prosedur dan berdasarkan fakta di lapangan. Pengamanan juga disebut dilakukan untuk melindungi masyarakat.
"Dan upaya-upaya kegiatan yang dilakukan kepolisian itu untuk melindungi keselamatan dan keamanan masyarakat umum," tuturnya.
Adapun, kedua tersangka dijerat Pasal 192 ayat (1) KUHP tentang menghalangi atau merusak jalan umum dengan ancaman pidana sembilan tahun penjara, Pasal 160 KUHP mengenai tindakan penghasutan, dan Pasal 169 ayat (1) dan (2) KUHP berkaitan keikutsertaan melakukan tindakan pidana.
"Pertama, kalau dia memblokir jalan menggunakan kendaraan, itu kalau ada kendaraan lain yang lewat, kalau kurang hati-hati kan terjadi tabrakan. Kalau tabrakan kan terjadi peristiwa laka," urainya.
"Kalau mengakibatkan orang lain meninggal dunia, kan fatal itu. Oleh karena itu, polisi melihat itu menjadi suatu pelanggaran tindak pidana yang diatur oleh KUHP harus melakukan tindakan guna melindungi warga masyarakat yang lain," lanjutnya.
Menurutnya, Jalan Pantura merupakan jalan nasional yang kerap digunakan masyarakat umum. Jika macet sedikit, kata Artanto, antre kendaraan bisa terjadi berjam-jam.
"Jalur Pantura itu kan jalur nasional. Itu kalau macet sedikit saja sudah berjam-jam itu mobilnya antre. Kerugian ekonomi banyak, keselamatan lalu lintas bahaya. Cukup banyak itu yang menjadi pelanggaran yang dilakukan oleh yang bersangkutan," ujarnya.
Ia mengatakan proses penyidikan kasus tersebut telah dilakukan Polresta Pati. Namun, kedua tersangka ditahan di Mapolda Jateng.
"Proses penyidikannya di Polresta Pati, penahanannya di mana saja boleh. Yang penting masih di rutan kepolisian," kata dia.
Diketahui, pemblokiran tersebut dilakukan Jumat (31/10) lalu sekitar pukul 18.00 WIB, di depan gapura Desa Wirokandang, Kecamatan Pati. Aksi pemblokiran jalan menyebabkan kemacetan total sekitar 15 menit.











































