Sudah lebih dari sepekan banjir masih menggenangi sejumlah kawasan di Semarang. Kondisi ini membuat warga cukup merasakan dampaknya. Mulai dari dampak kesehatan seperti merasakan gatal-gatal di kulit, hingga pedagang yang terpaksa menutup usahanya lantaran banjir yang tidak kunjung surut. Berikut sederet jeritan warga terdampak banjir.
Alami Gatal-gatal
Gejala gata-gatal ini salah satunya dirasakan oleh Pepi (18). Warga asal Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang itu mengungkapkan, sejak kebanjiran kakinya merasakan gatal-gatal.
"Rumah saya di Jalan Tanggungrejo, di sana juga banjir sampai sepaha. Dampaknya saya sulit akses ke sekolah," kata Pepi kepada detikJateng, Selasa (28/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, selama berjalan kali menerjang banjir hampir sepekan ini, kakinya pun mengalami gatal-gatal.
"Gatal-gatal di kaki, karena kena banjir. Terus dikasih salep, dikasih bedak supaya nggak gatal. Udah seminggu ini banjir. Ini paling parah sampai sepaha," ungkapnya.
Gatal-gatal juga dirasakan warga lainnya, Nur (56). Ia mengaku terpaksa mengungsi ke rumah adiknya di Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, demi menghindari banjir.
"Saya gatal-gatal, anak saya kena rangen (kuru air), makanya saya ajak ngungsi, saya nggak kuat. Kalau mau masak dan yang lain juga harus belanja, banjir kan susah," kata Nur saat hendak mengambil seragam anaknya ke rumah.
Usaha Tutup
Dampak banjir juga dirasakan oleh Sri (60) dan Sartono (60). Pemilik usaha warung soto itu bahkan terpaksa menutup warungnya lantaran banjir yang tidak kunjung surut.
"Tadi malam sudah ndak ada air, kemarin sudah dibersihkan, tapi karena hujan tadi pagi jadi banjir lagi. Banjirnya sampai sepaha," kata Sri kepada detikJateng di lokasi, Selasa (28/10/2025) siang.
"Sebelumnya sudah tutup dari hari Rabu, terus ini pengin jualan malah banjir lagi. Rugi seminggu nggak buka. Tahun kemarin mau Lebaran itu banjir malah lebih tinggi semeja," lanjutnya.
Sri mengatakan karena tak buka selama sepekan, usahanya pun rugi hingga jutaan. Ia berharap hari ini bisa kembali mencari nafkah.
"Biasanya kalau sehari ramai banget, ini rugi jutaan. Kalau selain soto ada BRIlink, tapi juga tutup, nggak ada orang transfer, nggak ada yang mau ambil," tuturnya.
"Tujuh hari kaki terendam banjir. Selama saya di sini banjir terus sebenarnya tapi paling parah tahun ini. Ini lama banget, dampaknya terasa banget nggak bisa cari uang. Biasanya pol dua hari, lah ini tiga hari lagi belum tentu surut," lanjutnya.
Pendapatan Menurun
Sementara salah satu pemilik usaha pakan ternak di Karangkimpu, Ali (42), mengaku pendapatannya turun hingga setengah dibanding saat tak banjir.
"Pendapatannya turun sampai 50 persen karena banjir orang orang jadi males keluar. Ini sudah dirasakan penurunannya dari Rabu, tapi saya nonstop buka terus, tapi memang kurang terus pendapatannya," tuturnya.
Kesulitan Cari Gas Melon
Ratno warga Tanggungrejo, Kelurahan Tambakrejo, Kecamatan Gayamsari, mengungkap sulitnya mendapatkan gas melon selama banjir terjadi. Ia bahkan harus berkeliling mencari gas melon.
"Sulit mencari gas, di pangkalan juga nggak ada, apalagi di pengecer, harganya sampai Rp 25 ribu tadinya Rp 18 ribu aja," ungkapnya.
Tampak seorang warga juga menggotong tabung gas di tengah genangan menggunakan sepeda. Ia mengaku, harus menempuh harak sekitar 3 kilometer untuk mencari gas.
"Sampai ke Gayamsari sana, sekitar 3 kilometer lah ini pakai sepeda, banjir lagi. Susah sekali sudah seminggu kayak gini," ungkap Sri (40), kepada detikJateng.
Salah satu pengecer gas, Djumiati (65) juga mengaku terpaksa mencari gas hingga ke Kecamatan Semarang Timur. Ia pun terpaksa menaikkan harga hingga Rp 24 ribu karena susahnya mendapatkan gas.
"Di pangkalan juga banyak yang kosong, aksesnya juga susah, jalan tergenang. Makanya saya jual Rp 24 ribu," kata dia.
"Harapannya banjir bisa cepat surut. Kalau banjirnya cepat surut, mungkin gasnya juga nggak langka lagi," lanjutnya.
Nebeng Truk
Tingginya banjir yang merendam Jalan Kaligawe Pantura Semarang-Demak tidak memungkinan kendaraan untuk melintas. Ketinggian air yang mencapai 60 sentimeter akan membuat kendaraan mogok jika nekat melintas.
Untuk itu bagi warga yang bekerja di kawasan banjir harus mencari tumpangan truk agar sampai ke tempat kerjanya.
Salah satu pekerja di Terminal Terboyo, Kecamatan Genuk, Kaisa (32), menjadi salah satu yang menumpang truk untuk menuju tempat kerjanya. Pria asal Banyumanik itu mengaku harus setiap hari menjalani kondisi sedemikian rupa.
"Ini mau ke Terminal Terboyo, kantornya di sana. Sudah satu minggu dari Rabu, selalu nebeng, mau nggak mau," ujarnya kepada detikJateng.
"Kalau nerobos pasti mogok, pernah nerobos langsung mogok, nuntun dari depan RSI. Waktu itu masih selutut sekarang sudah sepaha," lanjutnya.
3 Orang Meninggal
Tidak hanya berdampak pada usaha dan kesehatan warga, banjir yang melanda wilayah Semarang juga merenggut korban jiwa. Tercatat ada tiga warga yang meninggal akibat hanyut dan terseret banjir. Sedangkan satu korban masih dalam pencarian.
Tiga korban meninggal dan satu anak hanyut itu terjadi di empat lokasi berbeda. Peristiwa ada pada hari Sabtu (25/10) dan Selasa (28/10).
Informasi pertama yaitu dua korban meninggal akibat banjir pada Sabtu (25/10). Korban pertama bernama Eko Rusianto, warga Panggung Kidul, Kecamatan Semarang Utara. Peristiwa terjadi saat korban bekerja membersihkan sampah di Kolam Retensi Trimulyo, Sabtu (25/10) lalu.
"Kejadian tenggelam di Trimulyo ini kecelakaan kerja. Korban terpeleset dan akhirnya tenggelam karena tidak bisa berenang," kata Kepala BPBD Kota Semarang, Endro P Martanto kepada awak media, Sabtu (25/10) malam.
Korban disebut tidak mengenakan rompi pelampung. Endro mengungkapkan korban menggunakan ban dalam mobil sebagai pengaman saat bersih-bersih kolam retensi.
Korban tenggelam kedua yakni anak berinisial FAS yang tenggelam di Jembatan Pertigaan Masjid Gebangsari, Kecamatan Genuk. Ia dilaporkan tenggelam saat bermain di aliran luapan air akibat banjir.
"Berdasarkan keterangan saksi-saksi, anak tersebut tenggelam," tutur Endro, Sabtu (25/10) malam.
Pada hari Selasa (28/10), terdapat informasi dua anak hanyut di dua lokasi berbeda. Korban pertama yaitu anak laki-laki berinisial ARA (7) yang disebut hanyut di depan sekolahnya daerah Tlogomulyo pukul 11.00 WIB dan hingga malam belum ditemukan. Lokasi kedua ada di daerah Gasem sekitar pukul 17.50 WIB dengan korban anak perempuan bernama RA (9).
Peristiwa yang menimpa RA itu sempat terekam CCTV, terlihat korban berjalan menuju saluran yang sedang dalam perbaikan dan di sekitarnya memang banjir. Korban langsung tercebur dan hanyut, kemudian ibunya terlihat berlari dan ikut masuk ke kubangan air. Warga berdatangan dan berusaha menolong ibu tersebut, namun sang anak sudah tidak terlihat lagi.
Setelah tim SAR melakukan pencarian, hari Rabu (29/10) ARA ditemukan meninggal usai tenggelam di selokan Perum Graha Mukti Asri Tlogomulyo, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang.
"(Achmad Rifqie ini korban ketiga akibat banjir Semarang?) Iya, jadi terpeleset kemudian hanyut dan meninggal. Itu korban laka (kecelakaan) air," kata Endro melalui pesan singkat kepada detikJateng, Rabu (29/10/2025) pagi.
Sementara itu pencarian terus dilakukan terhadap korban RA. Penyisiran terus dilakukan hingga hari ini.
"Banjir gini jadinya air susah, gas susah, ini dapat galon saja diantarnya dari RSUP Dr Kariadi," kata pemilik angkringan, Ayu (33) kepada detikJateng, Kamis (30/10/2025).
(apl/apl)











































