Pengacara korban kasus pelecehan berbasis digital alumnus SMA Negeri 11 Semarang, Chiko Radityatama Agung Putra, mengungkap ada puluhan korban dalam kasus tersebut. Ada lebih dari 1.100 file yang tersimpan di hardisk milik pelaku.
"Kalau sampai dengan saat ini itu yang kami tahu masih sekitar 30-an. Yang telah menunjuk kami sebagai kuasa hukum sudah ada 15 orang dan kalau berdasarkan keterangan yang ada, masih ada 1.100 foto di hardisk pelaku," kata pengacara korban, Jucka Rajendhra Septeria Handhry, kepada wartawan di Kecamatan Gajahmungkur, Rabu (22/10/2025).
"Untuk 1.100 itu kita belum tahu itu bentuknya editan atau apa, karena itu hanya diketahui file Google Drive isinya ada 1.100 foto yang kita belum tahu itu masih mentah atau sudah diedit, dan akankah itu disebarluaskan kembali atau bagaimana, kita belum tahu," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Jucka, korban terdiri dari siswi aktif, alumni SMA 11 Semarang, guru, dan bahkan siswi dari sekolah lain di Semarang. Sebanyak 15 korban yang telah menunjuk dirinya dan tim hukum sebagai pendamping resmi dalam proses penyelidikan di Polda Jateng itu pun belum termasuk guru yang menjadi korban.
"Korban yang sudah didampingi rentang usianya 16-19 tahun. Yang 16 tahun itu yang masih siswi aktif," ungkapnya.
"Kami membuka peluang selebar-lebarnya, seluas-luasnya bagi para adik-adik yang merasa ada di dalam video maupun foto akun tersebut yang ingin didampingi, kami terbuka untuk kita dampingi secara gratis," lanjutnya.
Ia mengatakan, usai kasus viral terdapat patroli siber Direktorat Siber Polda Jateng pada 15 Oktober 2025 lalu yang kemudian menemukan unggahan berisi foto dan video hasil rekayasa wajah korban yang disebarkan melalui platform media sosial X.
"Beberapa korban telah mendapatkan panggilan klarifikasi dan Senin (20/10), kami kuasa hukum mendampingi para korban untuk diambil keterangannya atau di BAP di Siber Polda Jateng. Saat ini kami tinggal menunggu penyelidikan lebih lanjut dari di Siber Polda Jateng," ungkapnya.
Ia menegaskanpenggunaan teknologi kecerdasan buatan (AI) untuk memanipulasi wajah seseorang ke dalam konten pornografi tanpa izin bukan hanya pelanggaran etika, tapi tindak pidana serius yang termasuk dalam kategori kekerasan seksual berbasis digital.
"Ini adalah kejahatan yang mencemari martabat manusia. Kekerasan seksual berbasis digital menimbulkan dampak traumatis yang mendalam bagi korban, tidak hanya dari sisi psikologi namun juga sosial dan reputasional," tegasnya.
"Korban harus menghadapi stigma, tekanan sosial, bahkan ancaman dunia maya yang berpotensi berkepanjangan," lanjutnya.
Pengacara menilai, perbuatan pelaku melanggar dua undang-undang sekaligus, yakni UU ITE, khususnya Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45 ayat (1) dan Pasal 35, yang melarang pembuatan dan penyebaran konten bermuatan pornografi dan UU Pornografi, Pasal 29 jo Pasal 4 ayat (1) huruf D.
Ia meminta penyidik Polda Jateng untuk menindak tegas dan transparan tanpa intervensi pihak mana pun. Terlebih, diketahui orang tua pelaku merupakan polisi.
"Saya nggak peduli latar belakang pelaku apa, yang jelas keadilan harus tetap ditegakkan. Tidak ada yang bisa menormalisasi atau membenarkan perilaku atau perbuatan pelaku meskipun dengan latar belakang dia saat ini (anak polisi)," tegasnya.
Jucka juga menyoroti sikap pihak sekolah yang dinilai tidak berpihak pada korban. Menurutnya, kepala sekolah justru memberi ruang klarifikasi tertutup bagi pelaku di dalam ruangan, bukan di hadapan publik seperti yang diharapkan siswa dan alumni.
"Sebenarnya para korban awalnya ingin efek jera. Yang dijanjiin sama sekolah itu pelaku klarifikasi di halaman sekolah, tetapi kepala sekolah memberikan ruang kepada pelaku untuk klarifikasi di ruangan. Berawal dari itu akhirnya korban jengkel, nggak puas, akhirnya ke kita untuk menindaklanjuti kasusnya secara hukum," ungkapnya.
Jucka yang juga alumnus SMA 11 Semarang menilai kepala sekolah harus dimintai pertanggungjawaban. Ia juga mendesak Dinas Pendidikan Jawa Tengah turun tangan mengawasi proses penanganan kasus ini.
Selengkapnya ada di halaman berikut.
Diberitakan sebelumnya, alumnus SMA Negeri 11 Semarang bernama Chiko bikin geger usai melakukan pelecehan seksual berbasis digital. Ia diduga menyebarkan konten pornografi berbasis Artificial Intelligence (AI) dengan memanipulasi wajah siswi dan seorang guru di sekolahnya dulu.
Kasus itu bermula dari cuitan di akun media sosial X dengan username @col***. Ia mengungkap adanya dugaan pelecehan yang dialami banyak korban. Disebutkan pelaku merupakan mahasiswa di salah satu universitas negeri di Semarang.
"aku di sini mau speak up tentang kasus yang lagi rame tentang pelecahan seksual," tulis akun @col***, dilihat detikJateng, Selasa (14/10).
Akun itu menjelaskan, kasus bermula saat pelaku bertukar akun Instagram kedua dengan mantan kekasihnya. Saat itu ia menangkap layar dari cerita akun Instagram teman mantan kekasihnya itu.
Para korban disebut saling kenal satu sama lain, dan disinyalir merupakan siswa SMAN 11 Semarang. Para korban pun merasa trauma hingga akhirnya pelaku sempat didatangi beberapa pihak.
"semalam, waktu disamperin temen" lain dan di buka HPnya chiko, ternyata dia punya 10 akun email yang ternyata isinya masih banyak sekali foto dan video deepfake AI tidak senonoh," jelasnya.
Kasus itu juga diunggah akun Instagram @dinaskegelapan_kotasemarang. Dalam akun itu disebutkan, pelaku diketahui membuat dan menyebarkan lebih dari 300 unggahan cabul di platform X (Twitter) serta menyimpan sekitar 1.100 video hasil rekayasa wajah di Google Drive.
"Dari hasil penelusuran, lebih dari 300 postingan bermuatan tidak senonoh telah diunggah di platform Twitter (X), sementara di Google Drive pelaku tersimpan lebih dari 1.100 video hasil manipulasi wajah menggunakan teknologi Al," tulis akun @dinaskegelapan_kotasemarang.
"Hingga kini, sedikitnya 5 siswi dan 1 guru dari SMAN 11 Semarang telah teridentifikasi menjadi korban. Aksi bejat ini baru terungkap pada awal Oktober 2025, meski akun pelaku telah aktif sejak tahun 2023," lanjutnya.