Polisi membongkar jaringan pembobol rekening dormant dengan nominal Rp 204 miliar beberapa waktu lalu. Ketua Lembaga Penjamin Simpanan Anggito Abimanyu menyebut uang nasabah dalam rekening bank dijamin.
Hal itu disampaikan Anggito saat ditanya wartawan soal nasib pemilik rekening yang uangnya telah dibobol oleh komplotan tersebut.
"Selama uang itu ada di dalam rekeningnya, ya itu akan kita jamin uangnya, aman," kata Anggito saat ditemui di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sabtu (18/10/2025).
Meski memberikan jaminan, lanjut Anggito, LPS bukan merupakan lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengembalikan uang para korban. Dia juga tidak menyebut lembaga mana yang memiliki kewenangan itu.
"Kalau soal mengembalikan dan sebagainya bukan (kewenangan) LPS," kata Anggito.
LPS bertugas melindungi uang nasabah. Dia memastikan, uang tersebut dipastikan aman selama masih ada dalam rekening.
"LPS memastikan bahwa uang yang ada di dalam rekening bank penjaminan itu aman," ucapnya.
Hanya saja, dilansir detikNews, uang di rekening dormant tersebut sudah dibobol dan dialirkan ke puluhan rekening penampung. Hal itu diungkap oleh Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf pada September lalu.
sindikat ini mulai bergerak sejak Juni 2025 dengan mendekati kepala cabang pembantu berinisial AP (50). Pertemuan awal dilakukan untuk membahas rencana pemindahan dana di rekening dormant.
"Kesimpulan dari pertemuan tersebut kami sampaikan bahwa jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai satgas perampasan aset menjelaskan cara kerja serta peran masing-masing dari mulai persiapan, pelaksanaan eksekusi sampai tahap timbal balik hasil," kata Helfi dalam jumpa pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (25/9/2025).
Sindikat kemudian memaksa AP menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan miliknya. Mereka mengancam keselamatan AP dan keluarganya bila menolak.
Eksekusi dilakukan pada Jumat sore, akhir Juni 2025. Waktu tersebut dipilih untuk menghindari sistem deteksi bank karena sudah lewat jam operasional.
"Kepala cabang pun menyerahkan user ID kepada salah satu eksekutor, yakni NAT yang merupakan mantan teller bank. NAT kemudian melakukan akses ilegal pada aplikasi dengan melakukan pemindahan dana dari rekening dormant secara in absentia atau tidak hadir di tempat senilai Rp 204 miliar ke lima rekening penampung," jelas Helfi.
Pemindahan dana itu dilakukan dalam 42 kali transaksi hanya dalam waktu 17 menit.
"Pemindahan dana secara in absentia senilai Rp 204 miliar ke 5 rekening penampung yang dilakukan dengan 42 kali transaksi dalam waktu 17 menit," ucap Helfi.
Simak Video "Video: DPR Setujui Anggota Dewan Komisioner LPS, Anggito Jadi Ketua"
(ahr/alg)