Rektor Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Prof Gunarto, berharap dua dosennya yang terlibat dalam kasus dugaan penganiayaan di RSI Sultan Agung untuk mencabut laporan kepolisian dan menempuh jalur damai. Buntut dari kasus itu, Unissula membentuk Lembaga Perlindungan Dokter, Tenaga Kesehatan, dan Pasien.
Gunarto mengatakan pihaknya hari ini akan menerbitkan SK untuk membentuk Lembaga Perlindungan Dokter, Tenaga Kesehatan, dan Pasien. Lembaga tersebut akan memfasilitasi penyelesaian kasus yang melibatkan Dias Saktiawan dan dr Astra secara kekeluargaan.
Diketahui, Dias Saktiawan merupakan dosen di Fakultas Hukum (FH) Unissula. Adapun dr Astra merupakan dosen di Fakultas Kedokteran (FK) Unissula.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Walaupun sudah dilaporkan kita tetap akan memberikan perlindungan. Lembaga ini harapannya supaya ada mediasi di universitas. Karena ini dosen FK dan dosen FH, diharapkan diselesaikan di universitas secara mediasi," kata Gunarto di kampus Unissula, Kota Semarang, Jumat (10/10/2025).
"Mediasi itu kan berorientasi pada masa depan yang lebih indah, bahagia. Jadi tidak ada yang disakiti, disepelekan, harapannya mediasi, kemudian implikasinya mencabut laporannya," sambungnya.
Gunarto menjelaskan kedua pihak telah sama-sama mengajukan aduan ke Polda Jateng. Dias, dosen Fakultas Hukum Unissula yang diduga menganiaya, disebut telah melapor sekitar dua minggu lalu.
"Dua-duanya lapor Polda ini. Dias melaporkan ada malpraktik ke Polda, sudah sama-sama diperiksa. Harapannya universitas memediasi," jelasnya.
Menurut Gunarto, lembaga baru itu akan menjadi wadah penyelesaian sengketa antara dokter, tenaga kesehatan, dan pasien tanpa harus menempuh jalur hukum.
"Harapannya mediasi secepatnya minggu depan dimulai," kata Gunarto.
Gunarto juga menegaskan kasus ini murni persoalan antara pasien dan dokter, bukan antara fakultas.
"Lembaga ini untuk umum, pemicunya memang dari kejadian ini. Kalau nggak ada pemicunya kita nggak berpikir," lanjutnya.
Lembaga Perlindungan Dokter, Tenaga Kesehatan, dan Pasien itu akan diketuai Wakil Rektor II bidang SDM. Dekan Fakultas Kedokteran dr Setyo dan Dekan Fakultas Hukum Prof Jawade Hafidz sebagai wakil ketua, dan Direktur RSI Sultan Agung dr Agus Sujianto sebagai pengurus inti.
Direktur RSI Sultan Agung, dr Agus Sujianto, menyambut baik adanya lembaga tersebut. Ia mengatakan lembaga itu perlu untuk menyelesaikan perkara sehingga tak berlarut-larut.
"Mungkin ini yang pertama di Indonesia, pusat kajian lembaga kesehatan tenaga kesehatan dan pasien, bagi universitas yang mempunyai Fakultas Hukum dan Kedokteran. Akan menjadi center untuk konsultasi secara ilmiah," ujarnya.
Ia juga berharap kasus tersebut bisa selesai secara damai. Ia mendorong adanya upaya restorative justice.
"Kan ada yang ujungnya bahagia, restorative justice, itu kan sudah disampaikan dan digaungkan dari tahun-tahun lalu," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, kabar dugaan pemukulan terhadap dokter di RSI tersebut viral usai diunggah akun Instagram @dinaskegelapan_kotasemarang. Dalam unggahan itu disebutkan, seorang dokter anestesi dipukul hingga bidan ketakutan saat menangani pasien bersalin.
"Katanya orang terhormat, tapi kelakuan justru memalukan! Dokter anestesi dipukul, bidan sampai nangis ketakutan, pintu ditendang sampai bolong," tulis akun @dinaskegelapan_kotasemarang, Senin (8/9).
Akun tersebut juga mengunggah video yang memperdengarkan seorang pria memaki-maki perempuan yang disebut merupakan salah satu nakes di RSI. Pria tersebut pun diungkap identitasnya sebagai dosen Fakultas Hukum Unissula.
"Mengumpat menggunakan kata2 yg tidak patut disampaikan oleh seorang Dosen Fakultas Hukum Unissula spt "bajin%Β©n" dan "a$ $u" .. bahkan saking tidak dapat mengontrol emosinya, dia bahkan teriak akan membakar rumah sakit Sultan Agung yg kita sayangi," tulis akun tersebut.
Dalam satu unggahan diperlihatkan, pintu ruang bersalin bahkan ditendang hingga rusak. Insiden tersebut diduga terjadi lantaran pria terduga pelaku ngotot meminta istri pasien diberikan anestesi penuh agar tidak merasakan sakit.
"Pintu tidak bergerak saja menjadi korban, apalagi dokter yang menjelaskan pada sang arogan," tulisnya lagi.
(dil/ams)