Sejumlah wali murid SD Muhammadiyah 1 Ketelan Solo menolak rencana pembagian Makan Bergizi Gratis (MBG). Mereka pilih membayar Rp 10 ribu ke sekolah untuk menu makan anaknya dengan penerapan dapur sehat. Ini penampakan menu dapur sehat di SD tersebut.
Pantauan detikJateng di sekolah itu sekira pukul 09.00 WIB, sejumlah juru masak masih menyiapkan makanan. Mereka sedang menggoreng galantin yang menjadi menu hari ini.
Terlihat juga juru masak lain yang sedang memasak sayur sop. Masakan matang sekira pukul 11.00 WIB dan langsung didistribusikan. Menu yang dihidangkan ialah nasi putih, sayur sop, galantin, dan pisang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Makanan itu disiapkan di luar kelas, lalu para murid mengambil sendiri. Tampak para siswa antre membawa piring masing-masing. Mereka mengambil nasi, galantin, dan buah secara prasmanan. Sedangkan sayurnya diambilkan wali kelas.
Kepala Sekolah SD Muhammadiyah 1 Ketelan Solo, Sri Sayekti, menyebut kantin merupakan pilar bagi pembelajaran. Menurutnya, apabila kantinnya baik maka siswa bisa belajar dengan baik.
"Yang pada akhirnya prestasi anak-anak baik akademik maupun akademiknya akan baik, jadi kantin bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses pembelajaran berdirinya SD Muhammadiyah 1," kata Sayekti di SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Senin (29/9/2025).
![]() |
Sayekti menjelaskan, menu yang setiap hari disajikan itu sudah direncanakan selama sebulan. Dia bilang pihaknya juga telah mengantongi sertifikasi halal dari MUI dan BPOM.
"Menu makanan sudah dibuat, selama satu bulan nanti masak apa. Kita masaknya juga fresh, jadi diberikan ke siswa itu setelah matang ya," ujarnya.
Pihaknya juga mempertimbangkan nasib dapur sehat bila nanti ada pembagian Makan Bergizi Gratis (MBG). Pasalnya, bila ada MBG, maka dapur harus ditiadakan.
"Kemudian saya juga punya tenaga-tenaga yang selama ini sudah bekerja dengan kami selama 10 tahun yang tentunya setelah ini ini saya harus memikirkan beliau-beliau akan saya arahkan ke mana," ungkapnya.
![]() |
"Karena praktis setelah MBG masuk pasti dapur tidak akan produksi lagi. Jadi saya minta diberikan waktu untuk berupaya sebaik mungkin, karena kami punya dapur. Karena kami punya dapur, saya minta izin untuk bisa berupaya terlebih dahulu agar bisa mengelola sendiri," sambungnya.
Pihaknya juga belum bisa memutuskan membuat SPPG sendiri. Dirinya harus berkoordinasi dengan Pengurus Daerah Muhammadiyah (PDM) Solo.
"Untuk jadi SPPG sendiri sendiri kalau itu harus seizin PDM, karena sekolah ini sekolah milik Muhammadiyah. Saya tidak punya kewenangan menentukan apakah sekolah ini akan jadi SPPG atau tidak," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, salah satu wali murid, Devi Ari Ningsih (40), menolak MBG yang rencananya digelar di SD Muhammadiyah 1 Ketelan dua minggu yang lalu. Menurutnya, kantin sehat yang berada di sekolah sudah teruji dari kesehatan dan gizi.
"Iya menolak karena sudah ada kantin sehat, sudah teruji. Alhamdulillah nggak ada kendala apa-apa, makanan juga higienis dan sehat. Dari MBG kami sepakat menolak dari kasus yang kemarin," katanya kepada detikJateng, Senin (29/9/2025).
Devi mengaku menolak lantaran banyaknya berita yang menyangkut MBG di sejumlah daerah. Terutama, adanya keracunan usai menyantap MBG.
"Ya khawatir, apalagi ini kan manusia ya, anak kita sendiri takut nggak higienis. Ya jadi lebih mendukung kantin sehat saja yang sudah 10 tahun," bebernya.
Ia mengaku tidak keberatan apabila harus membayar Rp 10 ribu untuk dapur sehat. Apalagi, untuk dapur sehat juga sudah masuk dalam Sumbangan Pembiayaan Pendidikan (SPP).
"Ya sudah berjalan nggak keberatan, sudah masuk ke SPP setiap bulan. Iya mending membayar apalagi, berkaitan dengan makanan anak-anak," ungkapnya.
Selain khawatir adanya keracunan, ia juga menyoroti makanan yang dimasak pada dini hari dan baru di makan siang hari. Sedangkan di kantin sehat, makanannya fresh.
"Khawatir sekali, yang keracunan di daerah, apalagi masak jam 2 malam, makan masih siang, itu bisa dimakan nggak, masih sehat nggak, layak nggak, takutnya kepikiran, kalau kantin sehat benar (masak) pagi, jadi masih fresh," tuturnya.
Senada diungkapkan wali murid kelas 6 SD Muhammadiyah 1 Ketelan, Cici. Ia mengaku ketakutan dengan banyaknya berita usai menyantap MBG.
"Dengan banyaknya kejadian seperti ini, membuat kami orang tua, sangat ketakutan. Dalam arti kami orang tua tidak hanya memikirkan anak-anak di rumah, tapi juga di sekolah," beber Cici.
Ia juga lebih memilih membayar Rp 10 ribu ke sekolah dibanding menerima MBG. Apalagi, sekolah sudah mempunyai kantin sehat.
"Iya nggak papa membayar, kantin sehat juga sudah higienis dan terjamin," ungkapnya.
Pihaknya mendukung apabila sekolah menjadi SPPG. "Ya kami berharap pemerintah memberikan kebijakan misal SD Muhammadiyah 1 mengelola dapurnya," jelas dia.
Simak Video "Video: Kasus Keracunan MBG Melonjak, Pemerintah Didesak Moratorium"
[Gambas:Video 20detik]
(ahr/dil)