Peristiwa Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) meninggalkan duka mendalam bagi masyarakat Indonesia. Kejadian itu mencoreng nama pasukan Cakrabirawa yang ikut terlibat.
Dirujuk dari buku Untung Cakrabirawa dan G30S tulisan Petrik Matanasi, Cakrabirawa yang merupakan pasukan elit pengawal Presiden Soekarno menjadi salah satu aktor penjemputan paksa 'Dewan Jenderal'. Bersama sejumlah unsur lain, anggota-anggota Cakrabirawa terlebih dahulu di-briefing di Lubang Buaya.
Di tempat tersebut, pasukan penculik diberi kabar adanya Dewan Jenderal yang dicap sebagai pengkhianat revolusi. Sebagai pasukan khusus pelindung Soekarno, berita tersebut tentu mencengangkan sekaligus menyulut amarah.
Hasilnya, pasukan yang telah didoktrin itu berlaku membabi buta kepada jenderal-jenderal sasaran. Tak tanggung-tanggung, mereka tanpa segan melepaskan tembakan kepada tubuh para jenderal pada dini hari 1 Oktober 1965.
Bila detikers pernah melihat film G30S/PKI, anggota Cakrabirawa digambarkan bertindak beringas. Mereka datang ke rumah jenderal dengan persenjataan lengkap, siap menjalankan tugas dari gembong PKI.
Lalu, kapan sebenarnya Resimen Cakrabirawa dibentuk, dan bagaimana nasibnya setelah peristiwa G30S/PKI? Simak kisahnya di bawah ini.
Poin utamanya:
- Resimen Cakrabirawa dibentuk untuk tugas pengamanan dan pengawalan presiden.
- Hanya sebagian kecil anggota Cakrabirawa yang terlibat G30S/PKI. Mereka yang tergabung berasal dari Batalyon Kawal Kehormatan I pimpinan Letkol Untung.
- Setelah G30S/PKI, Resimen Cakrabirawa dibubarkan.
Pembentukan Resimen Cakrabirawa
Diringkas dari Jurnal Prodi Ilmu Sejarah bertajuk 'Cakrabirawa dalam Kekuatan Militer Era Kepemimpinan Soekarno 1962-1967' oleh Aldi Septian, pembentukan Cakrabirawa tidak lepas dari percobaan pembunuhan yang ditujukan kepada Presiden Soekarno.
Bukan hanya percobaan pembunuhan, belum adanya resimen elit khusus pengawal presiden di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga menjadi faktor. Yang berperan mengusulkan pembentukan Cakrabirawa adalah Jenderal Abdul Haris (AH) Nasution.
Radite Jiwa Hutama dan Muryadi dalam tulisannya, Resimen Cakrabirawa (1962-1967), menyebut satuan Cakrabirawa dibentuk pada 6 Juni 1962. Tugasnya sudah jelas: menjaga keselamatan presiden beserta keluarganya.
Sebelum Cakrabirawa eksis, memang presiden telah mendapatkan pengawalan, tetapi anggotanya terbatas. Pasukan Polisi Pengawal Pribadi namanya, dipimpin oleh Ajun Komisaris Besar Polisi Mangil M.
Usai mendapat persetujuan dari Soekarno, Cakrabirawa kemudian dibentuk. Yang ditunjuk sebagai komandannya adalah Letnan Kolonel Sabur. Nama Cakrabirawa sendiri diberikan oleh sang presiden yang dikenal senang menonton wayang.
Dalam dunia pewayangan, Cakrabirawa adalah senjata ampuh milik Batara Kresna. Senjata ini dikisahkan mampu menumpas semua kejahatan yang ada. Cakra juga merupakan perlambang Matahari yang menghilangkan kegelapan.
Anggota Cakrabirawa diambil dari para prajurit terpilih di tubuh Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Mulai dari Angkatan Darat (AD), Angkatan Udara (AU), Angkatan Laut (AL), dan Kepolisian, menyerahkan anggota terbaik untuk bergabung di Cakrabirawa.
Secara garis besar, Resimen Cakrabirawa dibagi menjadi 3 bagian, yakni Detasemen Kawal Pribadi (DKP), Detasemen Pengawal Chusus (DPC), dan Detasemen Kawal Kehormatan (DKK). Setiap satuan punya komandan berbeda.
Salah satu nama yang kemudian terlibat dalam G30S/PKI, Letnan Kolonel Untung, merupakan komandan dari Batalyon Kawal Kehormatan I. Ia naik jabatan setelah Mayor Ali Ebram yang sebelumnya jadi pemimpin, dialihtugaskan menjadi staf komandan resimen.
Resimen Cakrabirawa dalam Carut-Marut G30S/PKI
Tidak semua anggota Cakrabirawa turut serta dalam pemberontakan PKI tahun 1965. Bahkan, hanya sebagian kecil saja anggota dari Batalyon Kawal Kehormatan I pimpinan Letkol Untung yang terlibat.
Kurang lebih, ada 60 orang atau 1 kompi dari batalyon itu yang ambil bagian. Mereka adalah bekas anak buah Letkol Untung saat masih bertugas di Banteng Raiders. Anggota kompi itu diam-diam pergi meninggalkan asrama di Jalan Tanah Abang II menuju Lubang Buaya untuk mendapat pengarahan.
Berdasar rencana yang disusun Letkol Untung, pasukan G30S/PKI dibagi menjadi 4, yakni Pasopati, Bimasakti, Gatotkaca, dan Pringgodani. Anggota Cakrabirawa masuk pasukan Pasopati yang dipimpin Letnan 1 Dul Arief. Tugasnya menculik 7 jenderal yang ditetapkan sebagai sasaran.
Setelah itu, pasukan menjalankan perintah yang diberikan. Dari 7 jenderal, 3 dibunuh di kediamannya, yakni Ahmad Yani, Mas Tirtodarmo (MT) Haryono, dan Donald Isaac (DI) Panjaitan. Tiga lainnya, yakni Soeprapto, Siswondo Parman, dan Sutoyo ditangkap hidup-hidup.
Jenderal AH Nasution jadi satu-satunya yang lolos setelah kabur melompati pagar rumah tetangganya. Meski begitu, ajudannya, Lettu Pierre Andreas Tendean yang dikira sebagai sang jenderal, kena tangkap Pasopati.
Ketujuh jenderal tersebut, baik hidup maupun sudah tak bernyawa, dibawa ke Lubang Buaya. Di sana, penyiksaan dan penganiayaan tak berperikemanusiaan dilakukan para pelaku makar. Jasad para jenderal tersebut kemudian dimasukkan sumur.
Nasib Resimen Cakrabirawa Pasca G30S/PKI
Kegagalan kudeta membuat Lettu Dul Arief panik. Ia bersama anggota Cakrabirawa yang terlibat kemudian melarikan diri ke Jawa Tengah. Di perjalanan, tepatnya di Cirebon, sebagian pelarian meminta makan ke polisi militer. Karena dilaporkan, mereka kemudian dijemput Resimen Cakrabirawa dan dijebloskan ke Penjara Salemba.
Lettu Dul Arief sendiri memisahkan diri bersama segelintir orang dan berhasil mencapai Jawa Tengah. Tujuan akhirnya adalah Batalyon Banteng Raiders di Srondol. Namun, baru sampai di Cilacap, mereka disergap dan ditembak di tempat.
Komando Cakrabirawa lain yang terlibat, Letkol Untung, dijatuhi hukuman mati di persidangan yang dipimpin oleh Letnan Kolonel CHK Soedjono Wirjohatmodjo. Keputusan itu jatuh tanggal 7 Maret 1966.
Bagaimana dengan nasib anggota Resimen Cakrabirawa lain yang sama sekali tak tahu menahu rencana kudeta? Usai Presiden Soekarno menerbitkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang terkenal itu, AD, AU, AL, dan Kepolisian Indonesia menggelar rapat gabungan.
Lalu, berdasar Keputusan Bersama Menteri/Panglima Angkatan Bersenjata, Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian Nomor: 6/3/1966 tertanggal 22 Maret 1966, masing-masing angkatan menarik anggotanya yang sebelum itu dikirim untuk bergabung ke Resimen Cakrabirawa.
Perkembangan selanjutnya, pada 28 Maret 1966, Brigadir Jenderal Sabur, komandan Cakrabirawa menyerahkan tugas pengamanan presiden kepada Brigadir Jenderal Sudirgo, Direktur Polisi Militer. Setelah itu, anggota Resimen Cakrabirawa bubar dan kembali ke kesatuan masing-masing.
Demikian kisah ringkas Resimen Cakrabirawa, pengawal khusus Presiden Soekarno, yang kemudian dibubarkan imbas G30S/PKI. Semoga menambah wawasan detikers, ya!
Simak Video "Video: Peringati G30S, Gedung Pemerintah Kibarkan Bendera Setengah Tiang"
(sto/afn)