Kronologi G30S PKI: Sejarah Singkat, Latar Belakang, dan Awal Lahirnya Orde Baru

ADVERTISEMENT

Kronologi G30S PKI: Sejarah Singkat, Latar Belakang, dan Awal Lahirnya Orde Baru

Siti Nur Salsabilah - detikEdu
Senin, 29 Sep 2025 13:30 WIB
Ukuran Lubang Buaya Jakarta dan Sejarah Saksi Bisu Tragedi G30S/PKI
Foto: Agung Pambudhy/Lubang Buaya Jakarta Menjadi Saksi Bisu Tragedi G30S/PKI
Jakarta -

Peristiwa Gerakan 30 September (G30S/PKI) tahun 1965 merupakan salah satu tragedi terbesar dalam sejarah Indonesia. Dalam satu malam, enam jenderal TNI Angkatan Darat diculik dan dibunuh, lalu jenazah mereka ditemukan di sumur tua 'Lubang Buaya'.

Peristiwa yang berlangsung singkat ini, memicu perubahan besar dalam arah politik bangsa yaitu kejatuhan Presiden Soekarno dan lahirnya rezim Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.

Menurut sejarawan John Roosa dalam bukunya Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'Γ‰tat in Indonesia dan buku Sejarah Hukum Indonesia karya Sutan Remy Sjahdeini, G30S/PKI tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik Indonesia saat itu yang penuh ketegangan antara militer, PKI, dan Presiden Sukarno.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kronologi G30S PKI

Latar Belakang G30S/PKI

Pada awal 1960-an, Indonesia berada dalam situasi politik yang rumit. Presiden Soekarno menjalankan konsep Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme) untuk merangkul berbagai kekuatan politik. Dalam kerangka ini, PKI semakin kuat karena mendapat dukungan langsung dari Soekarno.

Namun, kekuatan PKI yang semakin besar membuat Angkatan Darat, terutama para jenderal, merasa terancam. Terlebih lagi, isu tentang adanya Dewan Jenderal yang diduga merencanakan kudeta terhadap Soekarno menambah ketegangan politik.

ADVERTISEMENT

Dari sinilah muncul gagasan untuk melakukan gerakan guna "menyelamatkan presiden". Sementara di sisi lain, PKI sebagai kekuatan politik merasa khawatir dengan kondisi kesehatan Presiden Soekarno yang memburuk.

Ketegangan di tubuh TNI dan PKI akhirnya memicu adanya sebuah gerakan dan pemberontakan. Pasukan Cakrabirawa ditugaskan untuk melindungi Soekarno dari isu Dewan Jenderal atau kudeta.

Puncak Peristiwa 30 September 1965

Pada malam 30 September menuju 1 Oktober 1965, pasukan yang dipimpin Letkol Untung (Cakrabirawa) bergerak dari markas mereka di Lubang Buaya. Mereka dibagi menjadi tim-tim penculik yang ditugaskan untuk mendatangi rumah para jenderal.

Sekitar pukul 03.15 WIB, penculikan dimulai. Enam jenderal berhasil ditangkap, yaitu:

Letjen Ahmad Yani
Mayjen S. Parman
Mayjen M.T. Haryono
Mayjen R. Suprapto
Brigjen D.I. Panjaitan
Brigjen Sutoyo Siswomiharjo

Sementara itu, Jenderal A.H. Nasution berhasil lolos, meski putrinya, Ade Irma Suryani, tewas tertembak, dan ajudannya, Pierre Tendean, ikut diculik.

Para jenderal yang ditangkap kemudian dibawa ke Lubang Buaya, di mana mereka dibunuh dan jasadnya dimasukkan ke dalam sumur tua.

Deklarasi dan Reaksi Militer

Pada pagi hari 1 Oktober, pasukan G30S berhasil menguasai Radio Republik Indonesia (RRI) dan mengumumkan berdirinya Dewan Revolusi Indonesia. Mereka mengklaim bahwa gerakan ini dilakukan untuk menggagalkan kudeta Dewan Jenderal.

Namun, langkah ini cepat ditanggapi oleh Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Kostrad. Dengan sigap, ia mengambil alih komando, menguasai kembali Jakarta, dan melumpuhkan pasukan G30S.

Pada 3 Oktober 1965, jenazah para jenderal ditemukan di Lubang Buaya dan diperlihatkan ke publik. Narasi yang diumumkan kemudian yaitu PKI menjadi dalang di balik peristiwa G30S.

Dampak Besar Pasca G30S/PKI

Meski gerakan ini berlangsung singkat, dampaknya sangat besar. Soeharto segera menuding PKI sebagai dalang tunggal, lalu melancarkan operasi pembersihan terhadap anggota dan simpatisannya.

Dalam beberapa bulan berikutnya, terjadi pembantaian massal di berbagai daerah. Ratusan ribu orang dibunuh, baik anggota PKI maupun mereka yang hanya dicurigai berafiliasi. Tragedi ini menjadi salah satu pelanggaran HAM terbesar pada abad ke-20.

Pada saat yang sama, kekuasaan politik Soekarno semakin melemah, hingga akhirnya digantikan oleh Soeharto. Beberapa bulan setelah peristiwa G30S, dibentuk sistem pemerintahan yang kemudian dikenal sebagai Orde Baru. Ini ditandai dengan terbitnya Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar. Soeharto menjadi pemimpin Orde Baru selama lebih dari tiga dekade.

Kontroversi Sejarah

John Roosa mengatakan bahwa sejarah G30S/PKI penuh dengan misteri dan manipulasi informasi. Propaganda Orde Baru menempatkan PKI sebagai dalang tunggal, tetapi sejumlah sejarawan menilai ada kemungkinan keterlibatan unsur militer internal maupun faktor eksternal.

Kini, sejarah G30S/PKI telah menjadi catatan kelam bangsa yang berawal dari perebutan kekuasaan politik, kemudian berkembang menjadi tragedi kemanusiaan. Dari peristiwa ini, Indonesia kemudian memasuki era baru di bawah kepemimpinan Soeharto.

Peristiwa G30S/PKI menjadi salah satu titik balik penting dalam sejarah Indonesia. Tragedi ini bukan hanya soal penculikan dan pembunuhan jenderal, tapi juga awal perubahan besar dalam arah politik bangsa.

*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama




(faz/faz)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ranking PTN

Berikut daftar 5 Perguruan Tinggi terbaik Indonesia
Hide Ads