Pekerja Sambat Pabrik Garmen di Pekalongan Disegel, PN Semarang Buka Suara

Pekerja Sambat Pabrik Garmen di Pekalongan Disegel, PN Semarang Buka Suara

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Jumat, 26 Sep 2025 16:17 WIB
Suasana demo pekerja pabrik garmen PT Kabana yang meminta pabrik kembali dibuka di Siwalan, Pekalongan, Rabu (24/9/2025).
Suasana demo pekerja pabrik garmen PT Kabana yang meminta pabrik kembali dibuka di Siwalan, Pekalongan, Rabu (24/9/2025). Foto: dok. detikJateng
Semarang -

Pengadilan Negeri (PN) Semarang membenarkan penyegelan pabrik PT Kabana Textile Industries di Pekalongan sejak sebulan lalu. Penyegelan dilakukan lantaran di dalam pabrik masih terdapat barang-barang yang masuk boedel pailit.

Hal itu diungkapkan Humas PN Semarang, Hadi Sunoto. Ia mengatakan, penyegelan dilakukan Pengadilan Niaga pada PN Semarang.

"Betul disegel oleh PN Niaga Semarang sejak sebulan lalu, karena PT Kabana punya aset di dalam itu," kata Humas Hadi Sunoto saat dihubungi detikJateng, Jumat (26/9/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Hadi, hakim pengawas merekomendasikan penyegelan karena ada harta pailit yang harus didata oleh kurator. Kurator disebut melakukan penyegelan sebagai bagian dari tugas mengamankan boedel pailit.

ADVERTISEMENT

"Entah bagaimana dulu PT TMS (Target Makmur Sentosa) ini membeli kok tidak dikosongkan yang milik orang lain. Waktu dibeli PT TMS, di dalamnya itu masih ada (aset PT Kabana)," sambungnya.

Penyegelan pun berawal dari polemik antara kurator dengan pihak PT TMS yang membeli aset pabrik lewat lelang. Kurator disebut tidak diberi ruang gerak untuk mendata aset-aset di dalam pabrik sehingga meminta penetapan penyegelan ke hakim niaga.

"Prinsipnya, PT TMS dilakukan penyegelan oleh kurator karena berkaitan dengan harta-harta pailit di dalamnya. Karena pihak PT TMS itu didatangi oleh kurator, di situ tidak diberi ruang gerak untuk mendata aset-aset, istilahnya dihalang-halangi oleh PT TMS," jelasnya.

"Oleh karena itu si pemohon mengajukan permohonan sehingga oleh hakim niaga agar kemudian dilakukan penetapan penyegelan," jelasnya.

Meski begitu, Hadi menegaskan segel bisa dibuka jika ada kesepakatan di antara pihak-pihak terkait.

"Selama belum ada musyawarah untuk mufakat ya agak susah. Tapi kalau ada musyawarah dan mufakat, dimungkinkan untuk dibuka," tegasnya.

"Segel itu bukan berarti selamanya milik penyegel, setelah itu didata dikembalikan lagi, karena banyak (hartanya). Nanti bisa dibuka lagi," lanjutnya.

Hadi menyebut, PN Semarang memahami banyak pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat pabrik berhenti beroperasi. Namun, pertimbangan pengadilan juga harus memperhatikan kepentingan kreditor lain yang berhak menagih utang perusahaan.

"Pertimbangannya dua-duanya, termasuk kreditor lain. Adanya orang yang punya utang harus dibayar, jadi mempertimbangkan kedua belah pihak," ujar Hadi.

Dilihat detikJateng dari laman resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara PN Semarang PN Semarang memang sudah resmi mengabulkan permohonan pailit terhadap PT Kabana Textile Industries. Permohonan pailit ini diajukan oleh PT Palm Semesta Engineering pada 6 Januari 2025 dan mulai disidangkan sejak 15 Januari 2025.

Setelah melalui serangkaian persidangan pembuktian hingga kesimpulan, majelis hakim akhirnya menjatuhkan putusan pailit. Putusan dibacakan majelis hakim niaga PN Semarang Senin (3/3) lalu.

Dalam amar putusan yang diunggah, hakim menyatakan PT Kabana Textile Industries yang beralamat di Kelurahan Sawahan, Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan, dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah pekerja pabrik garmen PT Kabana yang berlokasi di Sipait, Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan, menggelar demonstrasi di depan pabrik. Mereka menuntut pembukaan kembali pabrik yang saat ini disegel Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang membuat hidup mereka terlunta-lunta selama dua bulan.

Darmanto (45), korlap aksi, menilai penyegelan itu merugikan hajat hidup ratusan orang.

"Ini sawah ladang kita. Pemilik baru mau melanjutkan usaha dan mempekerjakan kami lagi, tapi disegel. Kalau begini, siapa yang mau menanggung hidup kami?" tegasnya.

"Banyak pekerja para janda-janda yang harus menghidupi anak, kebutuhan sekolah anak-anak. Awalnya tidak ada yang tahu. Tahu-tahu disegel begitu saja. Dua bulan kami merana, banyak yang terlilit utang, mau kerja apalagi," tambahnya mengeluh.




(apu/afn)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads