Sebuah lahan yang cukup luas di Desa Ngemplak, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, hendak dibangun gedung Kantor Terpadu Majelis Wilayah Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kartasura. Namun, pembangunan itu disorot lantaran diduga menerima aliran dana suap dari Hakim nonaktif Djuyamto.
Dari pantauan detikJateng, lahan itu berada di Jalan Kinanti. Kiri dan kanan lahan itu juga masih terdapat lahan kosong.
Lahan yang akan digunakan untuk gedung MWC NU itu sudah dibangun fondasi pada masing-masing sisinya. Tanahnya juga sudah ditinggikan setinggi jalan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di tengah terdapat rangka besi, yang sebelumnya digunakan untuk memasang Metromedia Technologies (MMT), namun MMT itu kini sudah dicopot.
Kepala Kementerian Agama (Kemenag) Sukoharjo, Muh Mualim, mengatakan pembangunan itu menjadi wewenang PCNU selaku pemilik lahan. Sebab, perencanaan pembangunan itu tidak melibatkan Kemenag Sukoharjo.
"Saya tidak tahu, itu kan PCNU yang tahu. Tidak (menggandeng Kemenag)," kata Mualim saat dimintai konfirmasi detikJateng, Kamis (18/9/2025).
"Itu wewenang penuh ormas, kita tidak ikut," sambungnya.
Ia melanjutkan, pihaknya mengetahui lahan tersebut bakal jadi lokasi pembangunan Kantor Terpadu MWC NU Kartasura saat menghadiri pengajian Gus Iqdam di Lapangan Desa Ngabeyan pada Sabtu 12 Oktober 2024 lalu.
"(Tahu soal pembangunan MWC NU?) Dulu pernah saat pengajian Gus Iqdam kita diundang, tapi undangan secara kedinasan," jelas Mualim.
Hal senada juga disampaikan Kepala Desa Ngemplak, Slamet. Dia mengaku tidak tahu menahu terkait rencana pembangunan MWC NU Kartasura itu.
"Memang betul lokasinya ada di desa kami, tapi saya tidak tahu apa-apa," kata Slamet saat ditemui detikJateng, Kamis (18/9).
Sementara itu, Ketua PCNU Sukoharjo Khomsun Nur Arif, belum bisa dihubungi saat berita ini ditulis.
Sebagai informasi, kasus suap yang menjerat hakim Djuyamto terkait dengan vonis lepas terdakwa korporasi minyak goreng (migor). Dalam kasus ini Djuyamto dan Agam Syarief Baharudin serta Ali Muhtarom yang bertindak selaku majelis hakim didakwa menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama.
Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.
Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.
Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.
Dalam persidangan terungkap, duit suap yang diterima hakim Djuyamto sebesar Rp 9,5 miliar itu ternyata mengalir ke istri hingga pembangunan kantor terpadu MWC Nahdlatul Ulama (NU) wilayah Kartasura, Sukoharjo. Djuyamto sendiri disebut sebagai Ketua Pelaksana Pengadaan dan Pembangunan Kantor Terpadu NU Kartasura.
Hal ini terungkap dalam sidang dengan agenda pemeriksaan saksi Bendahara Majelis Wakil Cabang wilayah NU Kartasura Suratno, dan istri Djuyamto, Raden Ajeng Tumenggung Diah Ayu Kusuma Wijaya pada Rabu (17/9). Disebutkan oleh Suratno, dia menerima penyerahan uang dari Djuyamto sebanyak tiga kali dengan total Rp 5 miliar.
(apu/ams)