Hakim Djuyamto Disebut Pakai Duit Suap Bangun Kantor Terpadu NU Kartasura

Nasional

Hakim Djuyamto Disebut Pakai Duit Suap Bangun Kantor Terpadu NU Kartasura

Mulia Budi - detikJateng
Kamis, 18 Sep 2025 10:49 WIB
Mantan hakim nonaktif Djuyamto menjalani sidang perdana kasus dugaan korupsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/8/2025). Ia didakwa menerima suap Rp9,5 miliar terkait perkara ekspor minyak goreng.
Hakim (nonaktif) Djuyamto. Foto: Ari Saputra
Solo -

Jaksa menggali aliran uang dari terdakwa kasus dugaan suap vonis lepas perkara minyak goreng, hakim (nonaktif) Djuyamto. Terungkap, duit itu mengalir ke istri hingga pembangunan kantor terpadu MWC Nahdlatul Ulama (NU) wilayah Kartasura, Sukoharjo.

Terungkapnya aliran duit saat Suratno sebagai Bendahara Majelis Wakil Cabang wilayah NU (MWC) NU Kartasura dan Raden Ajeng Tumenggung Diah Ayu Kusuma Wijaya yang merupakan istri Djuyamto hadir sebagai saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (17/9/2025). Suratno mengungkapkan, Djuyamto menjabat sebagai ketua pelaksana pengadaan dan pembangunan kantor terpadu NU Kartasura.

"Djuyamto itu apa jabatannya?" tanya hakim ke saksi, seperti dikutip dari detikNews.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Beliau sebagai ketua pelaksana pengadaan dan pembangunan," jawab Suratno.

"Bangun apa rencana tadi?" tanya hakim.

ADVERTISEMENT

"Bangun kantor terpadu untuk NU (Kartasura)," jawab Suratno.

Suratno mengaku, dia tiga kali menerima penyerahan uang dari Djuyamto. Total uang yang diterima mencapai Rp 5 miliar.

"Berarti tadi kan yang pertama Rp 2,5 miliar, kemudian Rp 3 miliar, terus Rp 250 juta ya pak ya. Jadi totalnya Rp 5.750.000.000 ?" tanya jaksa.

"Siap, tadi ada pengurangan Rp 100 juta tadi Pak," jawab Suratno.

Hakim lantas mengambil alih persidangan dan meminta Suratno memerinci penerimaan duit tersebut. Suratno mengatakan penyerahan pertama sebesar Rp 2,4 miliar dilakukan menggunakan koper di Jakarta.

"Yang jelas-jelas aja. Yang pertama jadinya berapa?" tanya ketua majelis hakim Effendi.

"Jadinya Rp 2.403.000.000," jawab Suratno.

Suratno melanjutkan, penyerahan kedua nilainya hampir mencapai Rp 3 miliar. Uang itu dibawa dari Jakarta ke Kartasura menggunakan tas yang diberikan oleh Djuyamto.

"Yang kedua?" tanya hakim.

"3 meter (Rp 3 miliar, red)," jawab Suratno.

"Kurang Rp 100 ribu?" tanya hakim.

"Kurang Rp 100 ribu, tapi sudah ditutup panitia Pak," jawab Suratno.

Kemudian, penyerahan ketiga dilakukan melalui transfer. Nilainya sebesar Rp 250 juta.

"Yang ditransfer?" tanya hakim.

"Rp 250 (juta)," jawab Suratno.

Sebagai informasi, majelis hakim yang menjatuhkan vonis lepas ke terdakwa korporasi migor diketuai hakim Djuyamto dengan anggota Agam Syarief Baharudin dan Ali Muhtarom. Jaksa mendakwa Djuyamto, Agam, Ali menerima suap dan gratifikasi secara bersama-sama terkait vonis lepas tersebut.

Total suap yang diterima diduga sebesar Rp 40 miliar. Uang suap itu diduga diberikan Ariyanto, Marcella Santoso, Junaedi Saibih, dan M Syafei selaku pengacara para terdakwa korporasi migor tersebut.

Uang suap Rp 40 miliar itu dibagi bersama antara Djuyamto, Agam, Ali, eks Ketua PN Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta, serta mantan panitera muda perdata PN Jakarta Utara Wahyu Gunawan.

Dalam surat dakwaan jaksa, dari total suap Rp 40 miliar, Arif didakwa menerima bagian Rp 15,7 miliar, Wahyu menerima Rp 2,4 miliar, Djuyamto menerima bagian Rp 9,5 miliar, serta Agam dan Ali masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.




(apu/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads