Sosok tukang cukur Tukimin Trisno Suwarno (82) alias Mbah Sutris di Kecamatan Bayat, Klaten, terbilang unik. Dia rajin mencatat nama pelanggannya di sebuah buku.
Mbah Sutris sudah 66 tahun menggeluti jasa cukur. Warga asal Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, itu pun menawarkan tarif super murah. Hanya Rp 5 ribu sekali cukur yang tarifnya tidak naik selama 10 tahun.
detikJateng menyambangi lokasi mangkalnya di selatan lapangan Lemah Miring, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Senin (15/9/2025) siang tetapi nihil. Di lokasi di bawah rimbun pohon jati itu hanya ada kursi kayu yang ditumpuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat didatangi ke rumahnya di Desa Jarum, Kecamatan Bayat yang jaraknya sekitar 1 kilometer dari lapangan, Mbah Sutris baru saja usai mencukur pelanggannya. Kakek itu tampak semringah saat keluar dari pintu rumahnya yang sederhana.
Rumah di pojok dusun dekat tegalan itu belum diplester semen dan kusen pintu jendela menggunakan kayu lama. Di teras rumah dekat pintu terpasang banner jasa pangkas rambut disertai tulisan tarif Rp 5.000.
Di bawah banner dipasang kaca pengilon berbentuk kotak dan sebuah kursi kayu untuk Sutris melayani pelanggan. Meskipun tidak ada AC, udara di rumah Mbah Sutris tampak segar karena berasal dari perbukitan Seribu yang berbatasan dengan Gunungkidul, DI Yogyakarta.
"Saya belajar nyukur autodidak sejak muda. Terus saya bekerja di juragan karak (sejenis kerupuk) di Dusun Balong, Bayat," tutur Mbah Sutris mengawali ceritanya dalam bahasa Jawa yang diterjemahkan, Senin (15/9/2025) siang.
Mbah Sutris yang baru belasan tahun itu selalu diminta memotong rambut juragannya di sela kesibukannya di pabrik. Dari situlah tangannya mulai terasah dan terampil memainkan alat cukur.
"Saya mulai nyukur tahun 1959, alat yang dibelikan sudah rusak tapi saya simpan untuk sejarah, sekarang beli sendiri. Ongkosnya dari dulu murah, Rp 5.000 itu sejak 10 tahun lalu sampai sekarang," lanjut Sutris.
Sutris mengaku mematok tarif Rp 5 ribu sejak 10 tahun lalu. Alasannya tarif itu dia ukur berdasarkan kemampuannya sendiri.
"Untuk saya itu berarti, saya orang tidak punya jadi saya ukur diri saya sendiri. Kalau lebih dari itu ya berat, tapi kadang orang kaget malah memberikan lebih, pernah diberi Rp 100.000 tapi saya kasih kembalian tidak mau," ucap Sutris terkekeh.
Sutris pun mengaku banyak yang menyarankan untuk menaikkan harga jasa cukurnya. Namun usulan itu dia tolak.
"Ada yang usul kok tidak dinaikkan. Tapi saya belum niat menaikkan, nanti khawatir tidak laku," ujar Sutris..
![]() |
Rajin Catat Pelanggannya
Di sisi lain, Sutris pun mengaku rajin mencatat nama pelanggan cukurnya. Alasannya agar kenal dengan pelanggannya.
"Ya biar kenal. Yang banyak orang sekitar Bayat sampai Gunungkidul juga banyak, hari Rabu dan Sabtu di lapangan Lemah Miring mulai jam 07.00 WIB, selain itu melayani di Balong dan di rumah dan panggilan," imbuh Sutris yang memilki tiga anak sudah berumah tangga.
Sutris pun sempat menunjukkan buku berisi nama-nama pelanggannya itu. Dalam buku itu tertulis rapi tanggal dan nama serta daerah tempat tinggal pelanggannya, misalnya Tengklik Sugiman, Balong Boni, dan sebagainya.
Setiap hari, Mbah Sutris melayani sekitar tujuh pelanggan. Namun, jumlah pelanggannya bakal melonjak drastis jelang Lebaran. Dia pun mengungkap rahasia hidup sehat hingga berkepala 8 ini.
"Saya hidup apa adanya, makan adanya daun ketela ya makan daun ketela, apa adanya. Untuk model rambut aneh-aneh saya tidak bisa, karena sudah tua," ujar dia.
Kadus 2 Desa Banyuripan, Kecamatan Bayat, Joko Muryanto menyatakan Mbah Sutris adalah warganya. Menjalankan profesi tukang cukur sudah lama.
"Setahu saya tukang cukur ya sejak dulu. Kadang keluar atau di rumah, tinggal dekat rumah anaknya," kata Joko kepada detikJateng.
(ams/ams)