Kasus siswi SMPN 2 Klaten gagal mengikuti aubade gegara hijab berakhir damai. Namun, kepala sekolah dan guru pendamping mendapat sanksi mutasi.
Hal ini disampaikan Bupati Klaten Hamenang Wajar Ismoyo. Keputusan itu diambil usai hasil asesmen Dinas PEndidikan dan BKD Klaten.
"Kami mengambil kebijakan untuk membebastugaskan dari Kepala Sekolah SMPN 2 dan memindahkan ke sekolah lain. Kemudian untuk guru pembimbing aubade kami pindah tugaskan dari guru menjadi tenaga administrasi," papar Hamenang kepada detikJateng, Sabtu (13/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hamenang berharap kasus ini menjadi pelajaran agar tidak terulang lagi.
"Semoga dengan adanya kejadian ini menjadikan pembelajaran bagi semua pihak ke depan. Agar bersama kita bisa menjaga toleransi serta kerukunan antar umat beragama di Klaten," imbuh Hamenang.
Di sisi lain, Pemkab Klaten memfasilitasi pertemuan antara orang tua siswa, dengan pihak sekolah. Pertemuan antara orang tua siswa dan pihak sekolah itu juga disaksikan FKUB, PARISADA Hindu Klaten, Kemenag dan Kepala Dinas Pendidikan Klaten.
Dalam pertemuan itu disebutkan jika pihak sekolah sudah meminta maaf kepada orang tua siswa.
"Pihak sekolah melalui kepala sekolah dan guru pembimbing aubade kembali menyampaikan permohonan maaf kepada Ortu siswa, kepada Dinas, Kepada Pemerintah Daerah dan kepada warga masyarakat Klaten," ujar Hamenang.
Sebelumnya diberitakan, seorang siswi SMP Negeri (SMPN) 2 Klaten berinisial A viral dikabarkan gagal masuk tim aubade sekolah gegara pihak sekolah terapkan aturan wajib berhijab. Siswi kelas IX yang kebetulan nonmuslim itu dikabarkan trauma.
Kabar tersebut diposting akun Instagram @boyolalikita pada Senin (25/8) malam. Postingan tersebut menyertakan gambar kartun ilustrasi seorang siswi duduk memeluk lututnya.
"Dikumpulkan di lapangan itu berjumlah 70 orang, kemudian ditanya dan intinya disampaikan tidak ada diskriminasi apa pun tapi demi keseragaman anak saya hanya diberi dua pilihan, menjadi official atau kembali ke kelas. Anak saya bilang pilih ke kelas daripada ketinggalan pelajaran jika official karena dia itu pasukan GS Garda Satya sekolah, saya tanya lagi alasan kenapa jawabannya ya karena tidak berhijab," terang orang tua siswa, Vita, kepada detikJateng.
![]() |
Vita pun berupaya meminta keterangan dari pihak sekolah dan dinas pendidikan. Namun, penolakan aubade itu disebut membuat anaknya menjadi pemurung dan tak mau sekolah.
"Setelah itu ndak mau ke sekolah, sudah delapan hari, apalagi setelah viral. Baru mau menemui orang itu saat menemui Bupati kemarin (Selasa sore)," ujar Vita.
Penjelasan Sekolah
Sementara itu, Kepala SMPN 2 Klaten kala itu, Tonang Juniarta, saat dimintai konfirmasi menegaskan tulisan dalam postingan tersebut tidak benar. Tonang menyebut ada mispersepsi dalam kasus ini.
"Jadi itu (postingan) mungkin persepsi saja menurut kami. Tidak ada aturan tertulis dan dalam SOP (tim seleksi aubade) itu jelas, tidak boleh menyertakan itu (berhijab) sebagai bagian syarat," jelas Tonang kepada detikJateng di kantornya.
Tonang menyatakan terkait siswi yang bersangkutan sebenarnya sudah tidak lolos saat seleksi awal tim aubade dari 74 siswa kelas VIII dan IX yang berminat. Yang bersangkutan tereliminasi di hari pertama.
"Jadi yang bersangkutan ini tereliminasi di hari pertama, tereliminasi bersama sembilan orang di seleksi awal. Setelah tidak lolos sempat ditawari jadi official, karena meskipun menjadi tim pengibar bendera tidak serta-merta lolos tim aubade, karena kebutuhannya beda," papar Tonang.
"Ini terjadi miskomunikasi, mispersepsi, mungkin pengin banget masuk tim, ekspektasinya tinggi tapi kebutuhan tim aubade ada ketentuan-ketentuan sehingga belum bisa mengakomodir sehingga mungkin menimbulkan kekecewaan," imbuh Tonang.
(ams/ams)