Alissa Wahid Kunjungi Keluarga Iko, Desak Presiden Bentuk Tim Investigasi

Alissa Wahid Kunjungi Keluarga Iko, Desak Presiden Bentuk Tim Investigasi

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Rabu, 10 Sep 2025 18:13 WIB
Koordinator Jaringan GUSDURian Nasional, Alissa Wahid, di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Rabu (110/9/2025).
Koordinator Jaringan GUSDURian Nasional, Alissa Wahid, di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Rabu (110/9/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Koordinator Jaringan GUSDURian Nasional, Alissa Wahid, mendatangi rumah keluarga Iko Juliant Junior, mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang kematiannya disebut janggal. Ia mendesak Presiden Prabowo Subianto membentuk tim investigasi independen.

"Saya mendesak, menuntut Pak Presiden untuk mengambil langkah membentuk tim investigasi independen karena ini satu-satunya jalan untuk menyelesaikan prahara Agustus," kata Alissa di Kecamatan Ngaliyan, Kota Semarang, Rabu (10/9/2025).

"Yang tercatat sudah ada 10 nyawa jatuh selama prahara Agustus. 5.800 orang, menurut catatan YLBHI, ditahan. 580-an dijadikan tersangka. 1.100 lebih mengalami luka-luka selama penahanan. Jadi masif ini," lanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putri sulung Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur itu mengatakan, sebelumnya ia datang ke rumah mendiang Iko bersama sejumlah pemuka agama untuk memberikan dukungan moral dan mendengar langsung kisah keluarga Iko.

"Iko Juliant kan masuk dalam 10 nama korban jiwa selama Prahara Agustus. Jadi kami ingin memberikan penguatan, bela rasa kepada beliau (Ibu Iko) dan ingin mendapatkan kisah langsung dari beliau," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Alissa mengungkapkan, ibunda Iko sempat bercerita tentang kondisi jasad anaknya yang menurutnya tidak sesuai dengan kondisi korban kecelakaan lalu lintas.

"Ibunya bilang 'saya membersihkan anak saya waktu datang, itu badannya mulus'. Padahal kalau kecelakaan mestinya ada goresan, itu kan pertanyaan," ujar Alissa.

Menurut Alissa, kematian Iko yang dinilai janggal seharusnya menjadi dorongan bagi negara untuk mengusut tuntas. Ia menegaskan perlunya tim investigasi independen agar hasil penyelidikan tidak hanya didominasi aparat negara.

"Ini penting sekali dari pihak negara, karena investigasi ini tidak bisa hanya dilakukan oleh aktor negara. Kan tidak lucu kita masyarakat sipil menilai salah satu pelaku kekerasan eksesifnya adalah polisi, lalu tim investigasinya polisi juga," tegasnya.

Alissa juga menyoroti pernyataan Polda Jateng yang menyebut peristiwa ini murni kecelakaan dan menyatakan sudah memiliki rekaman CCTV. Ia mendorong agar rekaman CCTV dibuka sehingga keluarga dan masyarakat bisa percaya.

"Sudah, dibuka saja (CCTV) supaya terang. Kalau sekedar mengatakan punya CCTV, kita bagaimana bisa meyakini itu (kecelakaan) yang terjadi?" ujarnya.

"Kepolisian perlu ingat, rekam jejak kepolisian terkait kekerasan eksesif selama prahara Agustus dan bertahun-tahun sebelumnya sudah kadung meragukan. Kalau masyarakat membutuhkan data konkret itu wajar," lanjutnya.

Alissa juga menyayangkan Indonesia harus kehilangan pemuda seperti Iko, mahasiswa hukum yang memiliki cita-cita memperjuangkan keadilan.

"Diceritakan oleh ibunya, Iko anak yang sangat baik, dari muda sudah jadi pasukan pengibar bendera, punya kecintaan tanah air yang tinggi. Dan ini mahasiswa hukum, punya sense keadilan yang lebih tinggi," tuturnya.

Hal serupa dikatakan kuasa hukum keluarga Iko, Naufal Sebastian. Ia mendesak Polda Jateng membuka rekaman CCTV serta rekam medis dari RSUP Dr Kariadi. Menurutnya, transparansi adalah kunci untuk menjawab kejanggalan kematian Iko.

"Biar bagaimanapun Iko meninggal dalam rentetan prahara Agustus, termasuk 10 orang yang meninggal. Hanya kemudian Iko meninggal masih dalam misteri dan kejanggalan. Beda dengan korban lain yang jelas meninggal pada saat aksi," tutur Naufal.

"Iko saat meninggal melakukan berbagai upaya medis, operasi, anastesi, macam-macam. Sampai sekarang keluarga belum menerima hasil rekam medis. Kemarin sudah menghubungi RSUP Dr Kariadi, tapi katanya akan dikirim email," sambungnya.

Naufal juga mengimbau masyarakat yang memiliki bukti tambahan terkait peristiwa dini hari 31 Agustus yang berkaitan dengan kematian Iko untuk melapor.

"Kalau ada catatan, foto, video, apalagi di sekitar Jalan Veteran, mohon bisa disampaikan ke kami. Itu penting untuk membuat terang perkara," katanya.

Sebagai informasi, kematian Iko Juliant Junior mahasiswa Unnes menuai sorotan karena dinilai janggal. Iko sempat dilarikan ke RSUD DR Kariadi pada Minggu (31/8) sekitar pukul 11.00 WIB.

Hal-hal yang dianggap janggal di antaranya ialah hilangnya barang-barang pribadi milik Iko seperti ponsel, almamater, dan tas ransel. Selain itu, motor milik Iko disebut masih ditahan di Polda Jateng.

Ada juga keterangan yang berbeda soal kronologi. Seorang teman Iko menyebut ia mengalami kecelakaan di Kalisari, sementara surat keterangan polisi ditulis di daerah dr Cipto, Semarang. Kejanggalan lain muncul dari informasi satpam yang melapor kepada keluarga bahwa Iko diantar ke RS dr Kariadi oleh anggota Brimob.

Penjelasan Polda Jateng di halaman selanjutnya.

Penjelasan Polda Jateng

Diberitakan sebelumnya, Polda Jawa Tengah (Jateng) menyatakan kematian mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (Unnes), Iko Juliant Junior (19) murni karena kecelakaan lalu lintas. Polisi menyebut penyidikan tengah berjalan.

"Terhadap peristiwa tersebut, kejadiannya tanggal 31 Agustus 2025 hari Minggu dini hari pukul 03.05 WIB, sudah ditetapkan oleh penyidik peristiwa tersebut adalah peristiwa kecelakaan lalu lintas," kata Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto di Mapolda Jateng, Semarang, Selasa (9/9/2025).

Artanto mengatakan, polisi sudah mengantongi rekaman CCTV dan akan membukanya ke publik. Para saksi yakni Vicky, Aziz, dan Ilham juga disebut sudah dimintai keterangan.

"Secara umum CCTV memperlihatkan kejadian proses laka lantas tersebut. (Akan dibuka ke publik?) Tentunya penyidik akan melengkapi proses penyidikan tersebut sebagai bagian daripada proses verbal," jelasnya.

Penyidik Satlantas Polrestabes Semarang juga telah melakukan olah TKP dengan metode Traffic Accident Analysis (TAA) dan melibatkan Laboratorium Forensik. Hasil gelar perkara menyimpulkan peristiwa pada Minggu (31/8) pukul 03.05 WIB itu adalah kecelakaan lalu lintas.

"Kita sudah melakukan gelar perkara dan olah TKP menggunakan alat TAA, kesimpulannya adalah kecelakaan lalu lintas," tegasnya.

Artanto menambahkan, proses administrasi penyidikan juga tengah berjalan, termasuk pengiriman Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke kejaksaan dan pemberitahuan ke pihak keluarga korban.

"Pada prinsipnya proses penyidikan akan ditangani seprofesional mungkin, setransparan mungkin, oleh penyidik," ujarnya.

Halaman 2 dari 2
(dil/alg)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads