Puluhan siswa SD menyaksikan pentas wayang botol di Sanggar Rojolele Desa Delanggu, Kecamatan Delanggu, Klaten. Pentas wayang berbahan botol bekas dalam rangkaian Festival Mbok Sri 2025 itu berlangsung cair penuh tawa mengingatkan pentingnya pengolahan sampah.
Dengan duduk lesehan beralas tikar, para siswa yang didampingi guru menghadap ke gedebok (batang pisang untuk menancapkan wayang). Di belakang gedebok pisang, dalang Diky Sulaiman memainkan dialog sesuai karakter wayang di tangannya.
Ada karakter mbok jamu, anggota linmas desa, pak lurah, kiai, dan lainnya. Dialog dalam pentas mudah dipahami karena layaknya kehidupan sehari-hari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dialog seputar lingkungan, sampah, bahkan sesekali materi wawasan kebangsaan disampaikan. Pentas wayang botol juga membuka dialog dengan audiens ketika seorang siswa diminta maju menghafal Pancasila dan diberi hadiah buah pisang.
Di akhir pentas, siswa menyanyikan lagu Indonesia Raya. Siswa semakin antusias sebab setelah menyaksikan pentas wayang, mereka diajak praktik membuat wayang dengan memanfaatkan botol bekas air mineral, tas plastik, sedotan, dan lainnya.
"Wayang botol ini tujuan utamanya mengedukasi untuk daur ulang agar ada pemanfaatan barang bekas. Ini upaya menarik anak-anak untuk memanfaatkan barang bekas," jelas desainer wayang botol, Aktila Anggraini kepada detikJateng, Sabtu (6/9/2025) siang.
![]() |
Dijelaskan wanita yang akrab dipanggil Tila, kegiatan ini menyadarkan anak sedari kecil pentingnya memanfaatkan barang bekas. Selain botol juga memanfaatkan kain bekas.
"Selain botol, ada plastik tas bekas, kain-kain. Ya arahnya juga wujud keprihatinan sampah plastik, cuma bagaimana caranya menyelamatkan bumi sedari kecil," papar Tila.
Pembuatan wayang botol, ucap Tila, tidak terlalu rumit karena bahan pokoknya botol bekas. Yang sedikit rumit membuat karakter wajah karena perlu tiga hari.
"Sampai tiga hari jadi untuk satu karakter. Kalau pertama memang susah tapi setelah terbiasa ya mudah, kan badan wayang cuma botol," imbuh Tila.
Dalang wayang botol, Diky Sulaiman menyatakan tidak ada kesulitan memainkan wayang botol. Wayang botol alurnya lebih banyak ke dialog dengan tema lingkungan.
"Ini lebih los, tema soal lingkungan, kita kata dialog dan menyampaikan pendapat. Sampah itu bagaimana mengelola agar tidak menjadi ancaman bagi lingkungan," kata Diky.
Menurut Diky yang biasa mendalang wayang kulit atau wayang purwa, wayang botol tidak ada pakem yang harus dipatuhi. Sedangkan wayang kulit lebih rumit.
"Kalau bahasanya ya sulit wayang purwa, ini kan cuma dialog biasa sehari-hari kalau wayang purwa semua mulai dari kaki, tangan ikut bicara," imbuhnya.
Rayinda Nacha, siswa SDN 3 Delanggu mengaku senang melihat wayang botol dan diajari cara membuat. Hal itu bagus untuk mengurangi sampah.
"Bagus untuk mengurangi sampah. Ya prihatin sekarang banyak sampah dibuang sembarangan," katanya kepada detikJateng.
(apl/aku)