Empat tukang sol sepatu yang biasa mangkal di bawah beringin di Alun-alun Purwokerto jadi korban penjarahan saat aksi massa berujung ricuh di kompleks Kantor Bupati Banyumas. Hari ini mereka diundang ke Ruang Sekretaris Daerah (Sekda) Banyumas dan mendapat bantuan.
Bupati Banyumas, Sadewo Tri Lastiono mengatakan bantuan berupa uang ini diberikan untuk meringankan kerugian yang dialami masyarakat. Mereka diundang di Ruang Sekda Banyumas untuk berbagi cerita dan pengalaman saat terjadi demo beberapa waktu yang lalu.
"Ini adalah bentuk kepedulian dan komitmen kami terhadap masyarakat yang mengalami kerugian akibat demo. Semoga ini bisa sedikit meringankan beban mereka," kata Sadewo dalam siaran pers yang diterima, Selasa (2/9/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"(Bantuannya) Rp 1 juta per orang dari Bupati dan Komunitas Mobar (Motoran Bareng). Itu uang untuk pengganti peralatan kerja, katanya terdiri kotak, benang, jarum, lem, karet, dan lain-lain," sambung dia.
Sadewo menambahkan, pihaknya juga sudah menyerahkan bantuan sembako untuk para pedagang kaki lima di sekitar alun-alun yang tidak bisa berjualan saat terjadi aksi massa.
Idris, salah satu tukang sol, berterima kasih kepada pemerintah atas bantuan tersebut.
"Semoga ya ke depannya kalau ada demo seperti ini tidak rusuh," ujarnya.
Rochmat, tukang sol sepatu lainnya mengaku rugi karena kehilangan sejumlah sepatu saat terjadi aksi massa yang berakhir ricuh.
"Alhamdulillah kemarin salah satu pelanggan saya tidak minta ganti rugi, justru membayar uang jasa sebesar Rp 40 ribu untuk biaya sol," ungkapnya.
Cerita Rochmat Kehilangan Sepatu
Diberitakan sebelumnya, beberapa tukang sol sepatu yang biasa mangkal di bawah beringin sudut timur kompleks Alun-alun Purwokerto, Banyumas, kehilangan sepatu dagangan dan sepatu titipan milik pelanggannya saat terjadi aksi massa pada Sabtu (30/8) lalu.
Salah satu di antaranya adalah Rochmat (64). Tukang sol sepatu ini kehilangan tiga pasang sepatu dagangan.
"Saya kehilangan tiga sepatu karena ditaruh di Pos Satpol PP. Ada 2 sepatu jenis PDH dan 1 PDL, kalau ditotal ya harganya sekitar Rp 150 ribu," kata dia saat ditemui wartawan, Minggu (31/8/2025)
Biasanya sepatu dan tong (wadah) miliknya dititipkan di asrama polisi yang berjarak sekitar 100 meter dari alun-alun. Namun karena barangnya lagi banyak, tiga sepatu itu dititipkan ke Pos Satpol PP sebelum hilang.
"Barang lainnya dititipin di asrama polisi. Memang sudah lama kalau titip di situ. Kebetulan kemarin tongnya sudah penuh, jadi sepatu (yang hilang) dimasukkan kresek jadi satu dititipkan di Pos Satpol," terangnya.
Saat terjadi aksi massa kemarin, dirinya memilih tutup lebih awal karena ketakutan.
"Begitu ramai-ramai kayak gitu saya takut, sekitar setengah 3 sore tutup. Demo banyak yang lempar-lemparan, ada petasan juga, jadi saya langsung pulang," jelasnya.
Menurut Rochmat, kejadian serupa juga dialami kedua temannya. Namun mereka memilih pulang karena barangnya habis dijarah.
"Yang hilang semua dijarah itu dua orang teman saya. Itu masih satu keluarga. (Punya) Dia hilang semua termasuk tongnya. Kalau yang satu masih ada tongnya, tapi sepatunya sudah hilang. Itu barang titipan semua," ujarnya.
Menurut dia, mereka sehari-hari biasa menitipkan barang dagangannya di pos Satpol PP. Sebelum terjadi aksi yang diwarnai kericuhan, temannya memilih tutup lebih dulu.
"Jadi teman saya ini tutup lebih gasik sekitar jam 1 siang. Terus barangnya ditaruh situ (pos satpol PP)," katanya.
Begitu tahu kalau barangnya hilang dijarah, rekannya itu memilih langsung pulang. Hanya saja temannya ini sempat curhat ke Rochmat.
"Tadi teman saya begitu tahu barangnya hilang semua langsung lemas. Curhat ke saya karena itu barang titipan semua. Terus tanya ke saya solusinya bagaimana," ujar Rochmat.
Selama membuka usaha jasa servis sol sepatu di lokasi ini, baru sekali ini Rochmat mengalami kejadian apes seperti itu dan hanya bisa mengikhlaskan.
"Baru pernah tahu saya ngalamin sejak tahun 1998 di sini. Gimana lagi, belum rezekinya," ucapnya.
Salah seorang warga, Koko, mengaku melihat massa yang anarkis menjarah sepatu milik pedagang yang ditaruh di pos Satpol PP. Saat itu dia menyaksikan massa mengambil tong dan membanting ke aspal.
"Kemarin itu massa dapat wadah tukang sol sepatu kan. Terus kayak dibanting dan sepatunya berhamburan. Ada kayanya sekitar empat pasang sepatu," ujarnya.
Melihat kejadian itu ia sempat mengingatkan. Hanya saja mereka tidak menggubris dan malah membawa pergi.
"Saya sudah sempat ngomong, itu punya tukang sol sepatu. Tapi malah mereka tetap saja membawa pergi. Ada yang langsung dipakai malah, kalau nggak salah sepatu futsal. Tapi itu bukan dari kelompok mahasiswa, karena tidak pakai almamater," pungkasnya.
(dil/alg)