Informasi soal kejanggalan meninggalnya mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (FH Unnes), Iko Juliant Junior, menyebutkan berkaitan erat dengan kepolisian seperti anggota Brimob yang mengantar mendiang ke rumah sakit. Polda Jateng pun mendorong keluarga untuk membuat laporan agar kasus tersebut dapat diusut.
Kabar soal kematian Iko Juliant itu pun beredar di media sosial dengan sejumlah narasi. Informasi tersebut juga menyebut ada kejanggalan dalam kematian Iko. Iko meninggal pada Minggu (31/8/2025) sore.
Ada informasi yang menyebutkan sejumlah barang pribadi milik mendiang hilang, seperti ponsel, almamater, dan tas ransel. Disebut pula motor Iko Juliant ditahan di Polda Jateng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara seorang teman Iko Juliant menerangkan mahasiswa Unnes tersebut sempat kecelakaan di Kalisari, namun dalam surat keterangan polisi tertulis kejadian berlangsung di daerah dr Cipto, Semarang.
Informasi lainnya menarasikan keluarga Iko Julian mendapatkan informasi dari satpam, anggota Brimob mengantar mendiang ke RS dr Kariadi. Selain itu ada kabar igauan Iko di ruang perawatan sebelum meninggal yakni, 'ampun pak, tolong pak jangan pukuli saya lagi'.
Terkait dengan kematian Iko, Kabid Humas Poda Jateng, Kombes Artanto, mendorong keluarga untuk membuat laporan agar kasus itu dapat segera diusut.
"Segera keluarganya atau utusannya merapat ke Polretabes Semarang atau ke Mapolda untuk informasikan secara resmi kejadian tersebut, guna penyelidikan atas informasi tersebut," kata Artanto melalui pesan singkat, Senin (1/9/2025).
Selain itu, Artanto mengatakan, pihaknya juga harus mendalami informasi terkait kecelakaan yang diduga mengakibatkan Iko Julian wafat.
"Kita harus lakukan penyelidikan dahulu informasi tersebut," ujarnya.
Ikatan Alumni Unnes Siap Kawal Kasus
Perhimpunan Bantuan Hukum (PBH) Ikatan Alumni FH Unnes kini menyatakan siap mengawal kasus kematian Iko Juliant.
Guna mendapat informasi dari masyarakat soal kasus tersebut, Direktur PBH IKA FH Unnes, Ady Putra Cesario, menerangkan pihaknya juga membuka layanan pengaduan. Jika pihak keluarga Iko Juliant hendak menempuh jalur hukum, Ady menegaskan, pihaknya turut mendukung.
"Kami memang berkomitmen, dari IKA Alumni, khususnya dari PBHI IKA Alumni Fakultas Hukum Unnes akan terus mengawal perkara ini sampai tuntas dan klir," kata Ady saat dihubungi detikJateng, Senin (1/9).
Ady menyebutkan pihaknya mendapatkan sejumlah aduan soal dugaan kejanggalan wafatnya Iko Juliant, termasuk dari keluarga bersangkutan.
"Kami menerima beberapa aduan, salah satunya dari keluarga dan teman-teman almarhum. Saat ini kami sedang mengumpulkan bukti dan keterangan saksi terkait kronologi meninggalnya almarhum," sebutnya.
Dari informasi yang diterimanya, Ady mengatakan, Iko Juliant hendak menjemput rekannya di Polda pada Sabtu (30/8) sore. Namun pada Minggu (31/8), pihak keluarga menerima informasi kondisi Iko Juliant kritis dan dirawat di RSUP Dr Kariadi.
"Dan informasi yang kami terima juga, di tanggal 30 itu informasi yang diberikan kepada kami, saudara Iko memang keluar dari rumah untuk menjemput rekannya yang ada di Polda," jelasnya.
"Tapi ketika masuk di tanggal 31 Agustus di sekitar jam 11.00 WIB, ada kabar Almarhum ini dilarikan ke RSUD Dr Kariadi dalam kondisi kritis. Jadi informasi terkait yang mengantar dari Brimob itu kita dapatkan dari informasi dari Satpam RSUP Dr Kariadi," lanjut Ady.
Lebih lanjut, Ady mengungkapkan, pihaknya menerima informasi adanya dugaan terdapat sejumlah luka pada tubuh Iko Julian.
"Kami hanya menerima informasi bahwa almarhum ini ada cedera di limpanya. Ini yang masih kami gali lagi, kami klarifikasi bukti-bukti yang lain," jelasnya.
"Apabila nanti memang ditemukan adanya kejanggalan yang mengerucut kepada dugaan tindakan kekerasan, kami akan menuntut pihak aparat kepolisian untuk mengusut kasus ini. Namun kita juga kembalikan kepada pihak keluarga," lanjutnya.
Ady menyebutkan, rekan Iko Juliant yang diduga membersamai mendiang saat kejadian pun dihubungi oleh PBH IKA FH Unnes. Namun, orang tersebut dikatakan masih dalam kondisi tak memungkinkan untuk dimintai keterangan.
"Ada satu nama, yang disebut mengalami luka dan trauma. Kami masih melakukan pendekatan agar bisa mendapat keterangan utuh," kata Ady.
(apl/ahr)