Viral Siswi SMPN di Klaten Gagal Masuk Tim Aubade gegara Hijab, Ini Faktanya

Viral Siswi SMPN di Klaten Gagal Masuk Tim Aubade gegara Hijab, Ini Faktanya

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Rabu, 27 Agu 2025 16:08 WIB
Ilustrasi Stop Bullying
Ilustrasi. Foto: Dok. Shutterstock
Klaten -

Seorang siswi SMP Negeri (SMPN) 2 Klaten berinisial A dikabarkan gagal masuk tim aubade sekolah gegara pihak sekolah terapkan aturan wajib berhijab. Siswi kelas IX yang kebetulan nonmuslim itu dikabarkan trauma.

Viral di Medsos

Kabar tersebut diposting akun Instagram @boyolalikita pada Senin (25/8) malam.

"Siswi Beragama Hindu Dari SMPN
2 Klaten Gagal Masuk Tim Aubade
Sekolahnya Karena Pihak Sekolah
Terapkan Aturan Wajib Berhijab.
Kini Siswi Tersebut Trauma dan
Seminggu Mengurung Diri di Karnar," tulis postingan itu sebagaimana dikutip detikJateng, Rabu (27/8/2025) pagi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Postingan tersebut menyertakan gambar kartun ilustrasi seorang siswi duduk memeluk lututnya. Postingan yang disertai slide media online itu juga diunggah di lima akun Instagram lainnya.

Setelah diunggah, postingan tersebut hari ini sudah dilihat belasan ribu kali dengan komentar ribuan dan dibagikan ribuan kali. Ada yang berkomentar biasa saja dan ada yang menyayangkan.

ADVERTISEMENT

Ada juga netizen yang menyenggol akun @Prabowo, @gibran_rakabuming dan @gubernurjawatengah. Bahkan akun BUpati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo juga berkomentar.

Penjelasan Orang Tua

Vita, orang tua siswi tersebut, menceritakan kejadian itu berawal dari curhat putrinya yang merasa sedih dan kecewa gagal menjadi tim lomba aubade padahal sudah dirindukan sejak kelas VII. Saat seleksi putrinya tidak lolos aubade dan hanya diberi dua pilihan menjadi official atau kembali ke kelas.

"Dikumpulkan di lapangan itu berjumlah 70 orang, kemudian ditanya dan intinya disampaikan tidak ada diskriminasi apa pun tapi demi keseragaman anak saya hanya diberi dua pilihan, menjadi official atau kembali ke kelas. Anak saya bilang pilih ke kelas daripada ketinggalan pelajaran jika official karena dia itu pasukan GS Garda Satya sekolah, saya tanya lagi alasan kenapa jawabannya ya karena tidak berhijab," terang Vita kepada detikJateng.

Sebab tidak percaya dan mendengarkan keterangan sepihak, sambung Vita, dirinya mengonfirmasi kepada salah satu tim seleksi aubade melalui chat WA. Tim yang bersangkutan memberikan beberapa penjelasan sebagai jawaban.

"Kemudian Pak Aji menjawab: Saya jawab ya bun semoga bisa diterima. Jadi begini bun, untuk aubade ada beberapa kriteria penilaian dr juri
beberapa tahun ini, Kekompakan, keseragaman, kerapian, kesamaan gerak, jumlah peserta. Nah mengacu ini kita dari tahun ke tahun menerapkan hal itu bukan karena saya pribadi beragama yg sama dengan anak2 yg berhijab, cuma karena tuntutan keseragaman kami harus mengambil keputusan itu bun untuk 1 seragam ceweknya bun, Karena tahun kemarin juga kebetulan juga ada GS anak nasrani juga pada akhirnya menjadi official di tim aubade, mereka juga sangat semangat untuk aubade tapi saya tidak mungkin memaksa mereka untuk memakai hijab demi ikut hijab maka dr itu kami tawarkan kembali ke anak2 itu menjadi official karena di tim aubade sendiri bukan hanya 45+5 cadangan saja bun, kami juga ada tim official 3 orang dan 5 PMR yg sepaket harus kerja bareng2 demi lancarnya ketika kegiatan berlangsung. Intinya itu," ungkap Vita.

Setelah itu, kata Vita, dirinya sempat bertanya ke Dinas Pendidikan dan ke beberapa pihak untuk mempertanyakan aturan dan kriteria penilaian yang sebenarnya. Namun kegagalan itu sudah berdampak pada putrinya yang kemudian menjadi pemurung dan mengurung diri.

"Dia nangis, dia murung, dia di kamar. Pada saat penjurian aubade tanggal 17 Agustus anak saya teriak di kamar, histeris, dia teriak karena ada kasus seperti itu kok SMP-nya tetap juara," imbuhnya.

Dirinya, kata Vita, sempat ke Dinas Pendidikan dan bertemu jajaran Dinas Pendidikan setelah kejadian tersebut. Namun setelah itu anaknya sudah tidak mau sekolah.

"Setelah itu ndak mau ke sekolah, sudah delapan hari, apalagi setelah viral. Baru mau menemui orang itu saat menemui Bupati kemarin (Selasa sore)," imbuhnya.

Konfirmasi Sekolah dan Dinas Pendidikan

Kepala SMPN 2 Klaten, Tonang Juniarta, saat dimintai konfirmasi menegaskan tulisan dalam postingan tersebut tidak benar. Seleksi dilakukan tim yang dibentuk sekolah dan dalam SOP-nya tidak ada aturan mewajibkan berhijab untuk lolos.

"Jadi itu (postingan) mungkin persepsi saja menurut kami. Tidak ada aturan tertulis dan dalam SOP (tim seleksi aubade) itu jelas, tidak boleh menyertakan itu (berhijab) sebagai bagian syarat," jelas Tonang kepada detikJateng di kantornya.

Menurut Tonang, salah satu poin dalam SOP tim seleksi aubade bahwa seleksi bersifat terbuka dan dapat diikuti seluruh murid yang berminat. Tim seleksi juga harus membuka kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh murid.

"Membuka kesempatan dan partisipasi seluas-luasnya kepada seluruh murid. Juga harus bebas dari perundungan, tidak diskriminatif baik gender maupun SARA, SOP ini disertakan dalam surat tugas tim seleksi agar paham, jadi tidak ada aturan seperti itu (wajib berhijab)," kata Tonang.

Dijelaskan Tonang, tim harus memedomani 10 poin SOP tersebut dalam seleksi. Namun memang untuk menyeleksi anggota tim aubade ada berbagai aspek kriteria yang harus dipenuhi untuk lolos.

"Ada aspek penjiwaan dan ekspresi, ada aspek kerapian dan keseragaman, peserta mengenakan pakaian seragam, rapi dan memenuhi ketentuan, daya tarik dan stamina, ini (aspek kriteria) dari dinas bukan dari kami. Ini aspek yang dinilai untuk membentuk tim," papar Tonang.

Tonang menyatakan terkait siswi yang bersangkutan sebenarnya sudah tidak lolos saat seleksi awal tim aubade dari 74 siswa kelas VIII dan IX yang berminat. Yang bersangkutan tereliminasi di hari pertama.

"Jadi yang bersangkutan ini tereliminasi di hari pertama, tereliminasi bersama sembilan orang di seleksi awal. Setelah tidak lolos sempat ditawari jadi official, karena meskipun menjadi tim pengibar bendera tidak serta-merta lolos tim aubade, karena kebutuhannya beda," papar Tonang.

"Ini terjadi mis komunikasi, mis persepsi, mungkin pengin banget masuk tim, ekspektasinya tinggi tapi kebutuhan tim aubade ada ketentuan-ketentuan sehingga belum bisa mengakomodir sehingga mungkin menimbulkan kekecewaan," imbuh Tonang.

Sementara Kepala Dinas Pendidikan Pemkab Klaten, Titin Windiyarsih saat dimintai konfirmasi menyarankan untuk konfirmasi ke sekolah.

"Bisa konfirmasi ke sekolah," jawabnya kepada detikJateng.

Saat ditanya apakah dinas sudah turun tangan Titin membenarkan.

"Njih (ya)," imbuhnya.




(rih/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads