Pansus Hak Angket DPRD Kabupaten Pati menghadirkan eks Kepala BPKAD Kabupaten Pati, Sukardi. Terungkap dalam hasil pansus ini bahwa usulan kenaikan PBB-P2 mencapai 250 persen dari rapat yang digelar di rumah pribadi Bupati Pati, Sudewo.
Rapat hak angket DPRD Pati sempat diskors pada Rabu (20/8) kemarin. Hari ini tim pansus pemakzulan Bupati Pati, menghadirkan eks Kepala BPKAD Pati, Sukardi.
Pada kesempatan ini Ketua Pansus Hak Angket DPRD Pati, Teguh Bandang Waluyo menyoroti kronologi kenaikan PBB P2 yang sempat mencapai 7.000 persen. Meski akhirnya diturunkan menjadi 250 persen.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami konfirmasi pertama pajak PBB asal mulanya bisa muncul 7.000 persen seperti apa. Sehingga ada pertemuan akhirnya kesepakatan seperti apa. Apakah ini unsur BPKAD atau perintah dari Bupati atau bagaimana," kata Bandang saat memimpin rapat Pansus Hak Angket DPRD Pati, Kamis (21/8/2025).
Sukardi merupakan eks Kepala BPKAD Kabupaten Pati sampai tanggal 5 Juni. Sukardi sekarang menjabat sebagai Kepala Dinas Arpusda Kabupaten Pati, sejak 5 Juni 2025.
Dia mengatakan pembahasan PBB-P2 ini setelah Bupati Pati, Sudewo dilantik. Setelah itu ada rencana untuk kenaikan PBB-P2 karena pendapatan daerah dinilai masih rendah.
"Pada 23 Maret 2025 di rumah pribadi Slungkep Kayen dihadirkan Bupati Kemudian para camat dan BPKAD membahas pendapatan terutama menyangkut PBB P2 ini," ungkapnya.
Menurutnya saat itu rapat dihadiri dirinya dan para camat. Undangan rapat lewat pesan WhatsApp.
"Hasilnya ini disepakati PBB itu dinaikkan menjadi Rp 90 miliar. Semula dari Rp 29 miliar menjadi Rp 90 miliar, itu ada kenaikan pendapatan daerah 205 persen. Itu secara global," terang dia.
Setelah adanya keputusan itu, Sukardi kemudian merumuskan besaran kenaikan PBB-P2 bagi wajib pajak. Langkah ini juga sesuai dengan peraturan daerah nomor 1 tahun 2024 tentang PBB. Terkait dengan NJOP dan juga tentang perbup penetapan dengan SK Bupati.
"Kita rumuskan bisa naik, karena ada tarif, secara aturan 0,5 di Pati saat pembahasan dengan dewan itu kenaikan pajak disepakati 0,1 di bawah Rp 1 miliar 0,2 di bawah Rp 2 miliar. Tanah pertanian 0,09, ada daerah 0,03 persen," jelasnya.
"Bagi luasan tanah cukup besar otomatis harga tinggi. Sehingga melebihi 1 miliar. Awalnya 0,1 dikenakan tarif 0,2 persen," lanjut dia.
Menurutnya keputusan kenaikan PBB-P2 ini kemudian ditetapkan pada 5 Mei 2025. Hal ini penetapan menjadi perbup. Setelah itu kemudian dicetak untuk disosialisasikan. Hanya kenaikan saat itu masih tinggi bahkan ada mencapai 7.000 persen.
Selanjutnya pada 18 Mei 2025, ada rapat di pendopo Kabupaten Pati. Turut hadir camat, BPKAD dan juga beberapa pejabat pemda termasuk Plt Sekda. Rapat ini memastikan kenaikan PBB-P2 menjadi 250 persen.
"Rapat itu terjadi ada kenaikan tinggi, kemudian diusulkan diturunkan ada kesepakatan maksimal 250 persen. Bukan keseluruhan. Sehingga kebijakan itu juga sikap dengan SK penurunan dengan maksimal 250 persen," ungkap dia.
"Sehingga ketetapan yang di bawah 250 persen. Yang melebihi kita turunkan dan sesuaikan," jelasnya.
Sukardi mengatakan mencatat ada 814.687 wajib pajak atau WP. Kemudian kenaikan 250 persen ini tidak merata, melainkan maksimal.
"Jadi prinsipnya tidak semua naik 250 persen. Ada naik 10 persen, 20 persen maksimal 250 persen," jelasnya.
(rih/ahr)