Gelombang protes besar-besaran di Kabupaten Pati bermula dari kebijakan Bupati Sudewo yang memicu kontroversi publik. Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen menjadi pemicu utama ketegangan.
Selain itu, sejumlah kebijakan lain seperti pemutusan hubungan kerja massal tenaga honorer RSUD dan regrouping sekolah semakin memperkeruh suasana. Berbagai kelompok masyarakat pun bersatu untuk menyuarakan penolakan dan menuntut perubahan.
Lantas, bagaimana serba-serbi dan kronologi kenaikan PBB 250% hingga warga Pati demo tuntut Bupati Sudewo lengser? Mari simak rangkuman dari laporan detikJateng berikut ini!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gelombang Penolakan dan Sikap Awal Bupati
Penolakan warga terhadap kenaikan PBB menguat pada 7 Agustus 2025. Di tengah meningkatnya protes, sebuah video beredar di media sosial memperlihatkan Sudewo berbicara lantang bahwa dirinya tidak gentar menghadapi aksi demonstrasi. Ia bahkan menyebutkan siap jika 5 ribu hingga 50 ribu massa datang untuk memprotes. Pernyataan ini membuat suasana semakin panas karena dianggap menantang rakyat.
Koordinator Donasi Masyarakat Pati Bersatu, Teguh Istiyanto, bersama aliansinya mulai memobilisasi massa untuk aksi pada 13 Agustus 2025. Mereka menggalang donasi di sekitar Alun-alun Pati sebagai bentuk dukungan logistik.
Pembatalan Kenaikan PBB 250 Persen
Pada 8 Agustus 2025, di tengah meningkatnya tekanan publik, Sudewo mengumumkan pembatalan kenaikan PBB 250 persen. Ia menyampaikan keputusan tersebut diambil untuk menciptakan situasi aman dan kondusif di Kabupaten Pati serta mengakomodasi aspirasi warga. Tarif PBB pun kembali seperti pada tahun 2024.
Bagi warga yang sudah terlanjur membayar PBB dengan tarif baru, Sudewo memastikan kelebihan pembayaran akan dikembalikan melalui mekanisme yang diatur BPKAD dan pemerintah desa. Ia juga mengakui adanya konsekuensi, yakni pembatalan sejumlah proyek infrastruktur, termasuk perbaikan jalan dan renovasi plafon RSUD RAA Soewondo yang dianggap membahayakan pasien.
Tuduhan Penunggangan Politik dan Respons Warga
Meski kebijakan PBB dibatalkan, ketegangan tidak surut. Sudewo menduga aksi warga telah ditunggangi kepentingan politik. Ia mengungkapkan hal itu setelah menemui massa di posko donasi Masyarakat Pati Bersatu pada malam hari, tetapi kedatangannya disambut sorakan "lengserkan".
Teguh Istiyanto membantah tudingan tersebut. Ia menegaskan gerakan ini murni inisiatif warga Pati dan tidak menerima keterlibatan organisasi luar. Teguh meminta Sudewo tidak mengadu domba masyarakat.
Bertambahnya Tuntutan dan Keterlibatan Eks Honorer
Setelah pembatalan kenaikan PBB, fokus tuntutan massa bergeser. Mereka kini mendesak Sudewo mundur dari jabatan Bupati. Kekecewaan warga tidak hanya soal PBB, tetapi juga kebijakan lain yang dinilai merugikan.
Salah satu kebijakan yang memicu amarah adalah pemutusan hubungan kerja terhadap 220 karyawan honorer RSUD RAA Soewondo Pati tanpa pesangon dan solusi. Beberapa di antara mereka sudah mengabdi selama 20 tahun. Eks honorer seperti Ruha dan Roni menyatakan tuntutan untuk dikembalikan ke pekerjaan lama atau meminta Sudewo turun dari jabatan.
Kebijakan regrouping sekolah di Pati dilakukan dengan menggabungkan beberapa sekolah berukuran kecil menjadi satu. Langkah ini berdampak pada berkurangnya kebutuhan tenaga pendidik, khususnya guru honorer. Akibatnya, banyak guru honorer kehilangan kesempatan mengajar dan terpaksa mencari pekerjaan lain.
Menjelang Aksi 13 Agustus 2025
Menjelang aksi besar pada 13 Agustus, posko donasi di Alun-alun Pati dipenuhi ribuan kardus air mineral dan spanduk yang menuntut Sudewo mengundurkan diri. Perwakilan aliansi, Supriyono, menyebutkan lebih dari 50 ribu orang diperkirakan hadir. Donasi bahkan datang dari luar Pati seperti Kudus, Semarang, dan Jepara.
Pihak kepolisian melakukan langkah antisipasi, termasuk penyekatan di perbatasan Rembang-Pati untuk mencegah massa luar daerah bergabung. Arus lalu lintas Pantura diatur ulang agar tidak terjadi kemacetan total.
Puncak Aksi dan Kericuhan
Pada 13 Agustus 2025, ribuan massa memenuhi Kantor Bupati Pati dan DPRD Pati. Mereka mendesak Sudewo keluar menemui pendemo. Ketegangan meningkat saat sebagian massa melempar botol air mineral dan mendorong pagar kantor hingga rusak. Polisi menembakkan water cannon dan gas air mata.
Kapolresta Pati, Kombes Jaka Wahyudi, menduga kericuhan dipicu oleh penyusup. Ia menyatakan pihaknya tengah berkoordinasi dengan korlap untuk meredakan situasi, dan ada opsi agar Bupati menemui massa jika kondisi memungkinkan.
Hingga saat ini, aksi unjuk rasa di Pati masih terus berlangsung. Massa dari Aliansi Masyarakat Pati Bersatu tetap memadati area sekitar Kantor Bupati dan DPRD Pati. Aparat kepolisian masih bersiaga untuk menjaga keamanan, sementara negosiasi antara perwakilan massa dan pihak pemerintah daerah belum mencapai kesepakatan.
Demikianlah tadi rangkuman A-Z kenaikan PBB 250% hingga warga Pati demo tuntut Bupati Sudewo lengser.
(par/ams)