Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Theo Negoro, menyoroti aksi unjuk rasa warga Pati yang menuntut Bupati Pati Sudewo mundur dari jabatannya. Ia menilai pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pemakzulan Sudewo oleh DPRD sah secara konstitusi, dan masyarakat bisa memberikan bukti Sudewo telah melanggar sumpahnya lewat Pansus tersebut.
"Pembentukan Pansus melalui Hak Angket DPRD ini sudah sesuai UU 23/2014, asal memenuhi tata tertib, kuorum, dan berbasis bukti, bukan tekanan politik," kata Theo saat dihubungi detikJateng, Kamis (14/8/2025).
Dosen Ilmu Hukum itu menjelaskan, hak angket DPRD merupakan mekanisme checks and balances dari legislatif terhadap eksekutif. Dalam kasus Pati, ia menilai menarik karena inisiatif itu dipicu langsung oleh aspirasi warga yang menggelar aksi mendesak Sudewo mundur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terdapat alegori yang menarik untuk ini, 'rakyat yang memberikan kekuasaan, rakyat pula yang mengambil kekuasaan tersebut'," ungkapnya.
"Tetapi sangat disayangkan jika penyampaian aspirasi melalui demonstrasi berakhir ricuh, dengan adanya korban luka, hal ini memperlihatkan belum tercapainya cita-cita untuk menyampaikan aspirasi melalui demo secara damai, tertib, dan menjaga ketertiban umum," sambungnya.
Akademisi Hukum Tata Negara itu mengingatkan, hak menyampaikan pendapat di muka umum memang dijamin Pasal 28E UUD 1945. Namun, hak itu harus dilaksanakan damai tanpa melanggar hak orang lain.
"Hak rakyat menyampaikan pendapat sah, tapi hak rasa aman dan ketertiban umum juga dijamin konstitusi. Jangan sampai aspirasi disampaikan dengan cara yang melukai orang lain," tegasnya.
Ia menjelaskan, mekanisme formal pemberhentian kepala daerah harus melalui beberapa tahap. Pansus diberi waktu maksimal 60 hari untuk memanggil saksi, mengumpulkan dokumen, dan menyimpulkan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan bupati.
Hasilnya dibawa ke rapat paripurna dengan kuorum minimal tiga per empat anggota hadir dan disetujui dia per tiga dari anggota yang hadir.
"Kalau disetujui, usul pemberhentian dikirim ke MA untuk diputus. Jika terbukti, barulah pemerintah pusat memberhentikan," jelasnya.
Theo juga menyoroti dua isu yang menjadi sorotan DPRD, yakni pengangkatan direktur RSUD dan pemutusan tenaga honorer. Menurutnya, DPRD harus memeriksa dasar hukum, asas merit, potensi konflik kepentingan, serta prosedur administratif sebelum menilai apakah kebijakan itu melanggar aturan.
"Kalau Pansus menemukan pelanggaran, laporannya harus jujur dan apa adanya. Ingat, proses ini bukan semata-mata untuk DPRD atau partai, tapi pertanggungjawabannya kepada rakyat," ungkapnya.
Ia mengatakan, kini hal yang harus diperhatikan oleh rakyat adalah mengawal agar Pansus tersebut berjalan sesuai dengan koridor hukum dengan mengedepankan aspek rule of law dan due process.
"Artinya penyelidikan harus berdasarkan bukti dan prosedur yang ditetapkan oleh hukum, bukan tekanan politik yang dapat mempengaruhi hasil dari penyelidikan tersebut," tuturnya.
"Masyarakat harus berperan aktif memberikan bukti yang membuktikan Bupati Sudewo telah melanggar sumpahnya, melakukan perbuatan tercela, atau sesederhana telah merugikan masyarakat luas dengan kebijakannya yang tidak bijaksana dan tidak memperhatikan rakyatnya," sambungnya.
(aku/afn)