Seorang bupati bisa saja dimakzulkan atau diturunkan jabatannya karena alasan tertentu. Lantas, siapa yang akan menggantikan bupati yang dimakzulkan?
Bagi sebagian orang, istilah makzul mungkin masih terdengar cukup asing. Secara umum, dimakzulkan berasal dari kata dasar makzul. KBBI mendefinisikan makzul sebagai berhenti memegang jabatan atau turun takhta. Sementara itu, pemakzulan dalam KBBI dapat diartikan sebagai proses, cara, perbuatan memakzulkan.
Di dalam buku 'Menakar Demokrasi dalam Pandemi' karya Wendy Melfa, dijelaskan pemakzulan atau pemberhentian kepala daerah bisa dilihat pada dua aspek besar. Kedua aspek yang dimaksud adalah politik dan juga hukum. Meskipun begitu, keduanya memiliki kaitan yang tidak terlepas satu sama lainnya.
Hal tersebut dikarenakan proses pemakzulan melibatkan aspek politik dan juga hukum. Terlebih apabila keputusan pemakzulan diambil akibat dari adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh kepala daerah tertentu. Oleh sebab itu, proses pemakzulan kepala daerah biasanya akan memakan waktu yang tidak sebentar.
Lantas, apakah ada kandidat pengganti yang mengisi kekosongan jabatan saat bupati dimakzulkan? Berikut penjelasannya.
Siapa Pengganti Bupati yang Dimakzulkan?
Sosok pengganti bupati yang dimakzulkan menjadi hal pertama yang mungkin terlintas di benak orang awam. Ini dikarenakan bupati adalah kepala daerah yang memegang posisi tertinggi di tingkat kabupaten. Apabila bupati dimakzulkan, maka akan terjadi kekosongan jabatan.
Inilah yang membuat tugas dari bupati perlu segera dialihkan kepada sosok lain agar tata kelola pemerintah bisa tetap berjalan dengan lancar. Terkait dengan kandidat pengganti bupati yang dimakzulkan telah diatur di dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 151 Tahun 2000 tentang Tatacara Pemilihan, Pengesahan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Di dalam aturan tersebut, terdapat pasal yang mengatur sosok yang akan menggantikan kepala daerah yang diberhentikan atau berhenti. Tepatnya di dalam Pasal 39 ayat (1) yang berbunyi:
"Apabila Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf a, b, d, e, f, dan h, jabatan Kepala Daerah diganti oleh Wakil Kepala Daerah sampai berakhirnya masa jabatan."
Artinya, sosok yang menggantikan bupati selaku kepala daerah yang dimakzulkan adalah wakilnya. Terdapat peraturan lainnya yang mengatur tentang tata cara pengisian kekosongan jabatan di tingkat kepala daerah.
Mengutip dari laman resmi Sekretariat Kabinet RI, melalui Peraturan Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, pengisian kepala daerah dilakukan sesuai dengan wewenang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi bersama dengan DPRD Kabupaten/Kota.
Hal tersebut tertuang di dalam Pasal 23 huruf d yang berbunyi:
"DPRD provinsi dan kabupaten/kota mempunyai tugas dan wewenang:
d. memilih Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah atau wakil Kepala Daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan untuk meneruskan sisa masa jabatan lebih dari 18 (delapan belas) bulan."
Aturan Pemakzulan Bupati
Kemudian di dalam aturan yang sama, juga terdapat gambaran tentang pemakzulan bupati. Tepatnya di dalam Pasal 23 huruf e yang mana DPRD provinsi dan kabupaten/kota juga memiliki tugas sekaligus wewenang:
"Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur dan wakil gubernur kepada Presiden melalui Menteri, pengangkatan dan pemberhentian bupati/wali kota dan wakil bupati/wali kota kepada Menteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk mendapatkan pengesahan pengangkatan dan pemberhentian."
Lebih lanjut, aturan tentang pemakzulan bupati selaku kepala daerah juga telah diatur di dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Di dalam Pasal 78 aturan tersebut terdapat berbagai alasan atau penyebab bupati bisa mengakhiri masa jabatannya. Menurut Pasal 78 ayat (1) disampaikan:
"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah berhenti karena:
a. meninggal dunia;
b. permintaan sendiri; dan
c. diberhentikan."
Kalau di dalam ayat tersebut dijelaskan alasan kepala daerah atau wakilnya bisa berhenti, di dalam ayat selanjutnya juga dijelaskan beberapa alasan mereka bisa diberhentikan. Bunyi dari Pasal 78 ayat (2):
"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c karena:
a. berakhir masa jabatannya;
b. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 (enam) bulan;
c. dinyatakan melanggar sumpah/janji jabatan kepala daerah/wakil kepala daerah;
d. tidak melaksanakan kewajiban kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 huruf b;
e. melanggar larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), kecuali huruf c, huruf i, dan huruf j;
f. melakukan perbuatan tercela;
g. diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh Presiden yang dilarang untuk dirangkap oleh ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menggunakan dokumen dan/atau keterangan palsu sebagai persyaratan pada saat pencalonan kepala daerah/wakil kepala daerah berdasarkan pembuktian dari lembaga yang berwenang menerbitkan dokumen; dan/atau
i. mendapatkan sanksi pemberhentian."
Apakah Bisa Pemakzulan Bupati Dibatalkan?
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, terdapat berbagai alasan yang melatarbelakangi kepala daerah atau wakilnya bisa dimakzulkan. Satu di antaranya adalah berkaitan dengan aspek hukum. Oleh sebab itu, proses pemakzulan kepala daerah bisa berlangsung dalam kurun waktu yang lama dan proses yang cukup rumit.
Terlebih lagi apabila kepala daerah atau wakilnya diberhentikan karena didakwa melakukan tindak pidana tertentu. Seperti diatur dalam UU RI Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 83 bahwa:
"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun, tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia."
Namun demikian, saat proses peradilan ternyata memutuskan kepala daerah atau wakilnya tidak bersalah, maka pemakzulan bisa dibatalkan. Hal ini telah diatur dalam peraturan yang sama, tepatnya di dalam Pasal 84 ayat (1). Adapun bunyi dari ayat dalam pasal tersebut menyatakan:
"Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1), setelah melalui proses peradilan ternyata terbukti tidak bersalah berdasarkan putusan pengadilan, paling lambat 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak diterimanya pemberitahuan putusan pengadilan, Presiden mengaktifkan kembali gubernur dan/atau wakil gubernur yang bersangkutan, dan Menteri mengaktifkan kembali bupati dan/atau wakil bupati atau wali kota dan/atau wakil wali kota yang bersangkutan."
Itulah tadi rangkuman penjelasan mengenai sosok yang akan menggantikan Bupati yang dimakzulkan lengkap dengan aturan resmi dan kemungkinan pembatalan keputusan tersebut. Semoga informasi ini membantu.
Simak Video "Siap-siap "War" Tiket Indonesia Vs Argentina Segera Dimulai"
(anm/apl)