Mahasiswa Unissula Desak Pemprov-DPRD Jateng Tangani TPA Ilegal Brown Canyon

Mahasiswa Unissula Desak Pemprov-DPRD Jateng Tangani TPA Ilegal Brown Canyon

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 11 Agu 2025 17:42 WIB
Audiensi antara mahasiswa Unissula Semarang dengan DLHK Jateng, Satpol PP, dan DPRD di Kantor DPRD Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Senin (11/8/2025).
Audiensi antara mahasiswa Unissula Semarang dengan DLHK Jateng, Satpol PP, dan DPRD di Kantor DPRD Jateng, Kecamatan Semarang Selatan, Senin (11/8/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Mahasiswa Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) mendatangi DPRD Jawa Tengah (Jateng) untuk beraudiensi terkait maraknya praktik pembuangan sampah ilegal di kawasan perbatasan Kota Semarang dan Kabupaten Demak. Mereka mendesak pemerintah menuntaskannya paling lambat bulan Agustus ini.

Sebagai informasi audiensi yang berlangsung di ruang rapat DPRD Jateng itu dihadiri DPRD Jateng, sejumlah anggota Komisi D, DLHK Jateng, perwakilan DLH Kota Semarang dan Kabupaten Demak, Satpol PP, serta aparat penegak hukum.

Ketua BEM Unissula, Wiyu Ghaniy, menyebut permasalahan ini sudah menimbulkan dampak serius bagi warga. Dia memerinci dampak negatif TPA ilegal itu yakni pencemaran udara akibat pembakaran sampah hingga risiko infeksi saluran pernapasan (ISPA).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Permasalahan TPA ilegal itu sudah cukup lama dan menimbulkan konflik sosial. Seperti kemarin ada temuan pembuangan tinja, itu kami sampaikan," kata Ghaniy saat dihubungi detikJateng, Senin (11/8/2025).

"Ini bentuk kritikan dan tuntutan kita kepada pemerintah agar permasalahan tersebut segera diselesaikan," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Berdasarkan kajian mahasiswa, adanya TPA ilegal itu jelas melanggar UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 28 UUD 1945, dan aturan Amdal.

"Kami meminta ketegasan dan berunding agar oknum yang terlibat bisa ditindak tegas. Kami minta secepatnya, di Agustus ini permasalahan TPA ilegal sudah klir, tim melakukan upaya preventif," tuturnya.

Menurut Ghaniy, TPA ilegal tersebut tak hanya melanggar hukum, tapi juga berpotensi memicu konflik sosial di wilayah perbatasan.

"Permasalahannya selain lingkungan juga kesehatan. Ada pencemaran udara yang mengakibatkan adanya pernapasan, ispa," tegasnya.

"Target kami 3 Agustus harus klir semua," ucap Ghaniy.

Kepala DLHK Jateng, Widi Hartanto, mengakui TPA di Brown Canyon itu bukan TPA resmi dan statusnya ilegal. Ia menyebut pihaknya sudah berkoordinasi dengan Pemkot Semarang dan Pemkab Demak untuk menyiapkan sarana dan prasarana pengelolaan sampah yang lebih baik.

"Masing-masing sudah menyiapkan kontainer sampah, baik itu Kota Semarang maupun Kabupaten Demak, yang perlu disosialisasikan lagi ke masyarakat termasuk jasa angkut agar pelayanan bisa ditingkatkan untuk pengangkutan sampah dari permukiman ke TPA yang resmi," ujar Widi.

Selain menyiapkan kontainer sampah di wilayah perbatasan, Satpol PP juga akan melarang truk atau mobil sampah masuk ke Brown Canyon. Semua diarahkan ke TPA legal seperti Jatibarang.

"Sehingga kita harapkan tidak ada lagi sampah masuk ke lokasi Brown Canyon. Tempat pembuangan sementara di kontainer baru dibawa ke TPA Jatibarang, harus begitu," tegasnya.

Sebelumya, DLHK Jateng mengaku sudah pernah menyampaikan surat ke DLH Kabupaten Demak dan Kota Semarang. Akan tetapi kasus tersebut kembali mencuat. Ia menyebut, lahan itu juga merupakan milik perorangan.

"Ketika sudah klir, tidak ada lagi pembuangan, masing-masing sudah mencegah di wilayahnya masing-masing, kita akan lakukan pembersihan," ungkapnya.

Kabid Penegakan Produk Hukum Daerah Satpol PP Provinsi Jateng, Tubayanu, menegaskan Satpol PP akan melakukan langkah-langkah penegakan hukum di lokasi.

"Sesuai di Perda pelanggaran ancamannya maksimal (penjara) enam bulan, (denda) Rp 50 juta," ungkap Tubayanu.

DPRD segera Bikin Perda Khusus Sampah

Wakil Ketua DPRD Jateng, Sarif Abdillah, mengatakan persoalan ini sudah berlangsung lama karena posisi Brown Canyon berada di perbatasan wilayah, sehingga kerap terjadi saling lempar tanggung jawab antara Semarang dan Demak. DPRD pun akan mendorong adanya Perda khusus pengelolaan sampah lintas kabupaten/kota untuk mencegah kasus serupa.

"Sampah sebagian ada di Demak, sebagian di Semarang. Jadi maklum, masa mau ngukur rebutan sampah, nggak mungkin. Makanya penying ada Perda pengelolaan sampah perbatasan, tadi masukan itu menarik," ujar Sarif.

Brown Canyon selama ini disebut menjadi lokasi pembuangan sampah oleh warga dan jasa angkut swasta. Berdasarkan informasi warga, kata Sarif, setiap truk dikenai tarif sekitar Rp 20 ribu untuk membuang sampah di lokasi tersebut. Sampah yang menumpuk kemudian dibakar, memicu polusi udara yang mengganggu pernapasan warga sekitar.

"Awalnya mungkin dianggap tidak mengganggu karena volumenya sedikit. Tapi sekarang sudah menggunung dan dibakar, sehingga asapnya sangat mengganggu," tutur Syarif.

Dia mengatakan sampah menjadi isu lingkungan yang harus menjadi perhatian. Terlebih, Jateng punya visi menjadi kawasan bebas sampah atau zero waste.

"Monggo sadarkan kembali diri kita bahwa sampah ini menjadi salah satu problem lingkungan yang harus kita atasi karena kalau tidak, mungkin 5-10 tahun ke depan akan menjadi problem," ungkapnya.

"Teknologinya harus kita cari. Sebenarnya ke depan Jateng zero waste, tidak ada sampah. Semua bersih," lanjutnya.




(ams/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads