Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Jawa Tengah (Jateng) meminta masyarakat tak usah panik terkait adanya sesar di Kota Semarang yang ditemukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). ESDM menegaskan, informasi soal sesar aktif di Semarang bukanlah penemuan baru yang muncul tiba-tiba.
Hal tersebut dikatakan Kepala ESDM Jateng, Agus Sugiharto. Agus menjelaskan, struktur sesar tersebut sudah ada sejak lama dan merupakan hasil kajian geologi yang telah dipetakan oleh berbagai lembaga.
"Jadi Istilah ditemukan itu kayak kurang pas, ditemukan itu kalau sebelumnya belum ada, sudah ada sejak lama. Kalau sebelumnya sudah ada kan nggak ditemukan. Kan memang di Semarang dari dulu sudah banyak sesar," kata Agus saat dihubungi detikJateng, Jumat (8/8/2025).
Agus menjelaskan, data sesar di wilayah Jawa Tengah, termasuk Semarang, Demak, dan Kendal, sebenarnya sudah tersedia di peta geologi yang diterbitkan Badan Geologi Kementerian ESDM maupun Badan Informasi Geospasial (BIG). Namun, detail seperti panjang, jenis, dan tingkat aktivitasnya perlu kajian lebih lanjut dari peneliti.
"Jadi sebetulnya tidak perlu terlalu heboh, karena sesar-sesar itu kan ada bukan sekarang, sudah lama, tidak perlu panik," ungkap Agus.
"Se-aktif apa, apakah ada pengukuran dibilang aktif itu pergerakannya berapa senti, dasarnya apa, yang dipakai menghitung apa, kapan dilakukan, alat yang digunakan apa, metode yang dipakai apa, kan belum ada," lanjutnya.
Terkait isu bahwa sesar di Semarang disebut lebih panjang daripada sesar Lembang, Agus belum bisa mengonfirmasi. Ia mengaku belum mendapat laporan dari BRIN.
"Saya belum tahu datanya dari mana, belum ada diskusi. Sebagai geolog, saya harus lihat dulu data dan parameternya," tegasnya.
Agus juga mengingatkan masyarakat agar tidak panik. Menurutnya, keberadaan sesar di Semarang tidak otomatis berarti akan terjadi gempa besar. Ia menekankan bahwa sesar adalah produk dari aktivitas tektonik, bukan penyebab gempa itu sendiri.
"Kalau ada gempa besar, energi bisa merambat lewat zona lemah seperti sesar. Tapi sesar itu sendiri terbentuk ribuan tahun lalu," ujarnya.
"Di Semarang, potensi gempa besar relatif kecil karena posisinya di utara, jauh dari zona tumbukan lempeng seperti di pantai selatan Jawa," lanjutnya.
Ia mencontohkan, wilayah selatan Jawa seperti Cilacap, Kebumen, dan Jogja memiliki risiko gempa lebih tinggi karena langsung berhadapan dengan Samudra Hindia. Sementara di Semarang, struktur geologi sudah lama stabil.
"Umurnya mungkin ribuan tahun. Jadi tidak perlu heboh. Masyarakat cukup tetap waspada dan memahami risikonya, tapi jangan panik," pungkas Agus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelumnya dilansir detikNews, Pusat Riset Kebencanaan Geologi dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan ekspedisi geologi darat di wilayah Semarang, Demak, Kendal, Jawa Tengah. Hasil ekspedisi tersebut menemukan adanya potensi sesar aktif di wilayah Semarang dan sekitarnya.
Dikutip dalam situs BRIN, Rabu (6/8), kegiatan ekspedisi tersebut dilakukan pada Mei 2025. Kegiatan itu merupakan bagian dari upaya mendokumentasikan dan memahami fitur geologi aktif, terutama struktur sesar naik yang menunjukkan potensi aktivitas seismik di masa lalu.
Periset bidang Paleoseismologi, Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Sonny Aribowo, mengatakan terdapat temuan menarik berupa jejak morfologi unik antara pantai utara Jawa dan Kota Semarang. Di mana, kata dia, hal itu menunjukkan terdapat batas morfologi mencolok antara area data di utara dan area lebih tinggi di selatan.
"Sesar di Semarang ini sudah pasti ada dan sudah pasti aktif karena ditemukan batuan ataupun endapan yang jadi indikatornya," ujar Sonny.
(apl/ahr)