Bayat Klaten Diusulkan Jadi Kawasan Geopark, Badan Geologi Cek Lokasi

Bayat Klaten Diusulkan Jadi Kawasan Geopark, Badan Geologi Cek Lokasi

Achmad Husain Syauqi - detikJateng
Rabu, 30 Jul 2025 17:47 WIB
Tim Badan Geologi Kementerian ESDM ke Klaten, Rabu (30/7/2025).
Tim Badan Geologi Kementerian ESDM ke Klaten, Rabu (30/7/2025). Foto: Dok. Kominfo Pemkab Klaten
Klaten -

Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengunjungi sejumlah situs geologi (geosite) Bayat Klaten, hari ini. Kunjungan tersebut merupakan tindak lanjut dari usulan Kawasan Cagar Alam Geologi (KCAG) di Kecamatan Bayat.

Beberapa situs yang dikunjungi yaitu Bukit Pertapan di Desa Kebon, Watuprau di Desa Gununggajah, dan Lava Bantal di Desa Jarum. Dalam kesempatan tersebut, tim melakukan observasi terhadap situs hingga sarana dan prasarana penunjang KCAG.

Kepala Pusat Survei Geologi Badan Geologi Kementerian ESDM, Edy Slameto mengatakan secara umum pihaknya menilai kondisi geosite di Bayat masih dilestarikan dengan baik. Namun perlu instrumen pendukung agar masyarakat lebih teredukasi terkait dengan keberadaan situs geologi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Hari ini kami melakukan verifikasi terkait pengusulan KCAG di Bayat. Ada beberapa rekomendasi yang kami sampaikan kepada jajaran Pemkab Klaten, harapan kami dapat segera dilengkapi sehingga tahun depan dapat maju diusulkan sebagai kawasan geopark," ungkap Edy melalui keterangan tertulis yang disampaikan Kominfo Pemkab Klaten, Rabu (30/7/2025).

Menurut Edy, dengan potensi yang dimiliki, geopark di wilayah Klaten dapat segera teralisasi.

ADVERTISEMENT

"Saya melihat ada potensi yang bisa dikemas. Kuncinya adalah sentuhan terhadap potensi lokal yang ada. Termasuk adanya kearifan lokal yang memiliki daya tarik, tentu disandingkan dengan edukasi ilmiah terkait keberadaan geosite," paparnya.

Bupati Klaten, Hamenang Wajar Ismoyo, menyampaikan rekomendasi dari Badan Geologi akan segera ditindaklanjuti. Harapannya kawasan Bayat Purba dapat segera berstatus Geopark Bayat Purba.

"Selanjutnya kami akan segera berproses untuk kawasan geologi di Bayat. Harapannya di 2027 sudah resmi (menjadi Geopark Bayat) dan kemudian potensi yang kita miliki dapat lebih terjaga dan terawat," ungkap Hamenang.

Sebelumnya diberitakan, beberapa bukit di wilayah Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, diusulkan menjadi kawasan warisan geologi. Penelitian sudah dilakukan untuk mengetahui kandungan dan usia batuan di Bayat.

"Sudah diteliti oleh tim Badan Geologi Kementerian ESDM dari Bandung. Ini diusulkan menjadi warisan geologi," kata Camat Bayat Joko Purwanto kepada detikJateng, Jumat (25/3/2022).

Joko saat itu mengatakan, ada beberapa bukit di sejumlah desa yang sudah dicek dan diusulkan. Di antaranya Desa Paseban, Krakitan, Tawangrejo, Jotangan, dan Gununggajah. "ESDM sudah cek bersama Bappeda selama empat hari," kata Joko.

Pengecekan dan penelitian yang dilakukan, ujar Joko, untuk mengetahui kandungan dan usia batuan di Bayat. Sebab, batuan itu sudah termasuk purba sehingga layak menjadi warisan geologi.

"Batuannya ternyata sudah lama sekali dan purba. Inilah kenapa diusulkan menjadi warisan geologi oleh pemerintah," sebut Joko.

Humas Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Didit Hadi Bariyanto menjelaskan Indonesia berada di beberapa desakan lempeng dunia, baik Australia maupun Pasifik.

"Indonesia itu didesak gerakan lempeng Australia, Pasifik, sampai Mindanao. Jika ke Bayat, ada gamping di bukit Gununggajah yang kami teliti," ungkap Didit saat itu.

Hasil penelitiannya, jelas Didit, gamping itu menunjukkan fauna di Gununggajah terbentuk di lintas 20 derajat 40 juta tahun yang lalu. Menurutnya, Gununggajah dulu ada di Australia.

"20 derajat selatan, karena satu derajat itu 111 kilometer dan sekarang 6-7 derajat maka geser 13-14 derajat. 13-14 dikalikan 111 kilometer maka letak Gununggajah itu sekitar 1.500 kilometer di selatan atau di Australia sana," papar Didit.

Dengan hitungan itu, jelas Didit, Gununggajah dengan jarak 1.500 kilometer saat ini maka dulunya bergerak bergeser selama 40 juta tahun.

"Selama 40 tahun itu setiap tahunnya bergerak 3,3 sentimeter per tahun, dan sampai sekarang masih terus bergerak," pungkas Didit.




(dil/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads