Viral Siswa SD Negeri di Muntilan Dipungut Rp 210 Ribu per Bulan

Viral Siswa SD Negeri di Muntilan Dipungut Rp 210 Ribu per Bulan

Eko Susanto - detikJateng
Rabu, 30 Jul 2025 16:47 WIB
Suasana di SDN Muntilan, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Rabu (30/7/2025).
Suasana di SDN Muntilan, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Rabu (30/7/2025). Foto: Eko Susanto/detikJateng
Magelang -

Video yang berisi tangkapan layar percakapan tentang pungutan terhadap siswa Sekolah Dasar (SD) Negeri di Muntilan, Magelang, viral di medsos. Setiap siswa dipungut hingga Rp 210 ribu tiap bulan.

Video itu diunggah oleh akun instagram @warganet_news. Akun itu mengunggah tangkapan video yang menunjukkan percakapan di Whatsapp yang berisi rincian pungutan terhadap siswa.

"Laporan 29/7/2025 Keluhan wali murid sebuah SD Negeri di Muntilan terkait penarikan 210 ribu tiap bulannya. Dilansir dari beberapa sumber sekolah negeri seharusnya gratis, terutama untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah (SD, SMP dan SMA). Pemerintah melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan program lain seperti Bantuan Pendidikan Dasar (BPD), serta kebijakan lainnya, menjamin bahwa sekolah negeri tidak memungut biaya operasional seperti SPP, uang gedung, atau biaya lainnya yang terkait dengan penerimaan peserta didik baru.
Meskipun demikian, beberapa sekolah negeri mungkin masih meminta orang tua untuk membayar biaya tambahan untuk kegiatan tertentu, seperti seragam, buku pelajaran, atau kegiatan ekstrakurikuler. Namun, secara umum, biaya untuk sekolah negeri, terutama untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, seharusnya ditanggung oleh pemerintah," tulis akun itu seperti dilihat detikJateng, Rabu (30/7/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam video memperlihatkan tangkapan layar pesan grup dari paguyuban orang tua siswa kelas 6. Di mana memperlihatkan rincian untuk foto album, doa bersama, ujian dan tes, kelulusan, piknik, wasana warsa, modul, les dan lain-lain.

ADVERTISEMENT

Untuk per anak Rp 206.548 yang dibulatkan menjadi Rp 210 ribu. Sedangkan pembayaran dilaksanakan selama 10 bulan dimulai bulan Agustus 2026 sampai Mei 2026.

Terkait viral penguatan terhadap siswa itu pihak Komite Sekolah SDN Muntilan buka suara. mereka menyebutkan hal tersebut bukan iuran atau pungutan melainkan sumbangan.

"Kami luruskan, kalau sifatnya sumbangan itu memang ada. Dan itu inisiatifnya bukan dari sekolah. Inisiatifnya biasanya dari paguyuban, apalagi memang 6A dan 6B pasti paguyuban. Kalau itu memang di SD kita," kata Sugiyanto, salah satu pengurus Komite Sekolah di SDN Muntilan kepada wartawan, Rabu (30/7/2025).

"Kami yang membentuk paguyuban itu. Paguyuban biasanya berembuk kegiatan-kegiatan yang tidak bisa didanai oleh sekolah, kita (orang tua siswa) punya dana. Silakan mengadakan kegiatan, tapi dimusyawarahkan sebaik-baiknya. Tapi, kata-kata iuran tidak ada. Kalau iuran sifatnya mengikat, tapi kalau sumbangan (suka rela)," ujarnya.

Pihaknya menegaskan bahwa iuran tidak ada melainkan sumbangan. Kemudian, pihaknya menambahkan tidak ada permintaan dari sekolah perihal hal tersebut.

"Saya tahu wali murid di SD Negeri ini memang kreatif dan saling bermusyawarah. Misalnya mau ada apapun yang kemudian sekolah tidak mampu untuk mengadakan, akhirnya orang tua berembuk. Lha itu, jadinya muncul di medsos lain, jangan-jangan yang memunculkan itu malah tidak ikut rapat. Saya yang khawatir seperti itu," tegasnya.

Dia berdalih besaran sumbangan itu sudah kesepakatan orang tua siswa yang ada di dalam paguyuban.

"Sudah kesepakatan (di paguyuban). Itupun nanti laporannya ke komite. Kami sampai sekarang belum mendapatkan laporan karena rapatnya juga baru (beberapa hari lalu). Biasanya kami diundang, kemudian sekolah kami lapori," ujarnya yang didampingi dua anggota paguyuban orangtua siswa kelas 6.

Ditemui terpisah, Pengawas TK dan SD Koordinator Wilayah (Korwil) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kecamatan Muntilan, Siti Nurani mengatakan, Dinas sudah tidak merekomendasi untuk sekolah-sekolah mengadakan semacam kegiatan sumbangan dan sejenisnya

"Kami sudah tidak merekomendasi. Kalau misalnya terjadi di sekolah itu mungkin sudah kesepakatan antara pihak sekolah dengan komite sekolah. Kalau imbauan-imbauan ke sekolah-sekolah sudah (kita sampaikan) bahwa tidak ada bentuk, apalagi pungutan, infak ataupun apa tidak merekomendasikan," tegas Siti.

"Kalau itu sudah interen dari rumah tangga sekolah sendiri, kemudian tidak ada laporan ke kami, otomatis kami tidak bisa terlalu masuk ke dalam kalau tidak ada laporan," ujarnya.

Setelah kejadian tersebut viral di media sosial, langkah dari Korwil, katanya, akan melakukan klarifikasi kepada sekolah yang bersangkutan. Selain ke sekolah, klarifikasi tersebut bakal dilakukan menuju komite sekolah.

"Tentu saja, kita akan klarifikasi kepada sekolah yang bersangkutan untuk menjawab kebenarannya. Kemudian, kalau sudah sampai itu (viral di medsos) apakah yang tertulis itu benar atau tidak. Kemudian, kami juga menggali (informasi) ke komite sekolah apakah itu sudah disetujui atau belum, kami ingin klarifikasi," kata dia.




(ahr/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads