Ada dua batu Yoni dan Lingga di lahan sempit pekarangan warga Dusun Gono, Desa Dalangan, Kecamatan Tulung, Klaten. Kedua objek diduga cagar budaya (ODCB) itu kondisinya masih bagus.
Batu Yoni pertama berada di celah lahan antara bangunan rumah kosong dan pagar. Yoni di selatan dusun itu ukurannya sekitar 1x1 meter dengan lingga menancap. Bentuknya relatif masih utuh dengan bahan batu andesit bertakik, sebagian badan Yoni amblas ke tanah. Bagian cerat yang menghadap ke arah Utara Yoni itu sudah patah.
Batu Yoni kedua berada di dalam kompleks rumah mantan perangkat desa. Ukurannya sama, letaknya simetris dengan Yoni pertama tetapi berada di sisi timurnya sekitar 50 meter. Yoni tersebut berada di dalam tembok rumah tetapi atasnya terbuka. Bagian selatan Yoni rusak sedikit tetapi cerat bermotif kala masih utuh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mantan Kadus Dalangan, Suhadi mengatakan Yoni yang timur berada di rumahnya sejak dulu. Karena rumah dibangun dan batu Yoni itu berat tidak mungkin dipindah.
"Gandeng (karena) mau dibangun ya tetap di sini, dulu di situ (menunjuk musala), lalu rumah dibangun cuma digeser sedikit karena berat," kata Suhadi kepada detikJateng, Kamis (3/7/2025) siang.
Diceritakan Suhadi, di barat rumahnya juga ada batu Yoni serupa. Lokasinya di lahan kosong dan rumah kosong yang tidak dihuni.
"Sudah sejak saya lahir batu ya di situ semua, yang barat di kebun Mbah Kasan almarhum. Depan rumah dekat jalan ada patung sapi ndekem (duduk) besar tapi hilang tahun 1980-an," tutur Suhadi.
Ketua RW 7, Dusun Gono, Desa Dalangan, Nugroho, mengatakan sejak dirinya kecil dua batu Yoni sudah ada di posisinya tidak berubah.
"Dulu pernah dicek petugas purbakala dari Jogja. Di depan situ (seberang jalan lokasi Yoni) dulu ceritanya ada patung sapi tapi hilang," kata Nugroho.
"Di tempat lain sini tidak ada, ya cuma sini. Satu lingga saya temukan di makam," katanya.
Terpisah, Kadus 3 Dalangan, Arif Nurrahman, mengatakan batu Yoni dan Lingga itu pernah dicek petugas purbakala dan kecamatan.
"Sebelum (pandemi) COVID itu dicek bersama kecamatan tapi ya dari dulu di situ. Tidak pindah," kata Arif.
Pegiat sejarah dari komunitas Kandang Kebo, Yohanes Daryanto menyampaikan kemungkinan dulu ada bangunan suci di lokasi. Eranya diperkirakan abad 8-9 M.
"Kemungkinan dulu ada bangunan suci. Abad kemungkinan abad 8-9 M. Mungkin kompleksnya sampai Dusun Gondang (timur Gono) cuma besar sini," ucap Yohanes Daryanto.
Disebut Mbah Gono Kakung-Putri
Dua batu tersebut ternyata disebut warga sejak dulu dengan sebutan Mbah Gono.
"Setahu saya sedari saya kecil posisinya ya di situ. Sebutannya Mbah Gono," tutur Nugroho, ketua RW 7 Dusun Gono kepada detikJateng, Kamis (3/7/2025).
Menurut Nugroho, batu Yoni itu tidak pernah bergeser dari tempatnya saat ini dan tidak ada perawatan khusus.
"Nggak ada perawatan ya cuma diawasi. Mungkin mindset orang dulu para sesepuh batu itu dianggap penanda desa sini, karena di tempat lain sini tidak ada," katanya.
Sesepuh dusun, Suhadi mengatakan dua Yoni itu sejak dulu dinamakan Mbah Gono. Yang barat Mbah Gono Putri yang Timur Mbah Gono Kakung (pria).
"Wet disik jenenge Mbah Gono Putri, Mbah Gono Kakung (sejak dulu namanya Mbah Gono putri dan putra). Kita juga nggak tahu sejarahnya tapi bagi saya ya itu cuma batu," ungkap Suhadi.
Menurut Suhadi, para sesepuh dusun yang dulu juga tak pernah menceritakan sejarahnya. Yang timur pernah digeser sedikit saat rumahnya dibangun.
"Tempat saya cuma geser sedikit karena mau dibangun tembok, itu tukang lima orang saja nggak kuat ngangkat. Tapi yang barat itu sama sekali belum bergeser," imbuhnya.
Menurut pegiat sejarah Klaten, Yohanes Daryanto, selain di Dusun Gono, Yoni ditemukan di dusun sebelah timurnya. Hanya saja lebih kecil.
"Ya dusun sebelah itu lebih kecil. Yang Gono ini besar dan ada hiasan Kalanya jadi kemungkinan letaknya di bangunan candi utama," katanya.
(dil/apl)