Polisi soal Bos Penggilingan Padi Ditahan Usai Tolak Bayar Damai Rp 120 Juta

Polisi soal Bos Penggilingan Padi Ditahan Usai Tolak Bayar Damai Rp 120 Juta

Robby Bernardi - detikJateng
Kamis, 26 Jun 2025 21:38 WIB
Garis polisi, police line. Rachman Haryanto /ilustrasi/detikfoto
Ilustrasi bos penggilingan padi ditahan usai tolak bayar uang damai Rp 120 juta. Foto: Rachman Haryanto
Pekalongan -

Bos penggilingan padi di Pekalongan dipolisikan setelah upaya mediasi beberapa kali gagal dipenuhinya. Dalam mediasi terakhir, pemilik properti panggung meminta uang ganti rugi Rp 120 juta pada bos penggilingan padi setelah diketahui menjual besi panggungnya.

"Ya memang sebelumnya telah dimediasi beberapa kali. Namun tidak ada hasilnya. Terakhir, pelapor meminta uang damai Rp 120 juta pada terlapor, agar perkara ini selesai. Namun, pihak terlapor tidak menyanggupi, hingga perkara ini diteruskan oleh pelapornya," kata Kasat Reskrim Polres Pekalongan, AKP Danang Sri Wiratno, kepada detikJateng, Kamis (26/6/2025).

Pihaknya telah berupaya melakukan mediasi. Namun, beberapa kali mediasi tidak menemukan titik temu, hingga pelapor berkeinginan meneruskan perkara tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Jadi yang meminta uang itu pelapor ya. Karena tidak dipenuhi, perkara ini berlanjut. Kita sebagai penegak hukum, berjalan sesuai prosedur yang ada. Siapa pun, kalau melapor, ya kita tindak lanjuti," ucapnya.

Saat ini, perkara ini masih dalam penanganan kepolisian.

ADVERTISEMENT

Sebelumnya diberitakan, gegara menolak membayar uang damai saat mediasi sebesar Rp 120 juta, Rohmat Ngadio (55) warga Desa Sembungjambu, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan, pemilik penggilingan padi, dipolisikan.

Peristiwa ini berawal saat lokasi penggilingan padi dijadikan lokasi panggung musik dangdut dalam rangka syawalan, Rabu (2/4). Meskipun sebelumnya belum seizin Rohmat Ngadio, ia tidak masalah demi kepentingan warga setempat.

Pelaksanaan musik tidak begitu lancar mengingat diterpa hujan dan angin kencang, yang membuat properti panggung berantakan.

Properti panggung itu selama dua pekan dibiarkan begitu saja. Lokasinya menggunakan tempat untuk penjemuran gabah hingga mengganggu aktivitas penggilingan padi.

Hal tersebut, disampaikan kuasa hukum Rohmat Ngadio, M Zaenudin.

"Kemudian oleh klien kami, mulai dilakukan bersih-bersih potongan besi rangka panggung yang roboh pada Rabu malam itu. Sedangkan sebagian panggung yang masih kokoh dibiarkan tetap berdiri menunggu dibongkar pemiliknya," jelas Zaenudin.

Atas kesepakatan panitia acara dan warga desa setempat, patahan besi yang rusak bekas las-lasan, lalu dijual ke pengepul rongsok sebesar Rp 3,6 juta, tanpa sepengetahuan pemilik panggung.

"Atas kesepakatan panitia dan warga, kemudian dijual. Laku Rp 3,6 juta. Uangnya, kemudian diserahkan ke kas musala untuk dikelola warga," ungkapnya.

Masalah dimulai saat panggung dibongkar. Pemilik panggung kehilangan propertinya. Hingga akhirnya menanyakan ke warga kemudian dilakukan mediasi awal pada Kamis (17/4).

Mediasi awal, pemilik properti hanya meminta besi untuk dikembalikan secara utuh. Warga dan panitia pun patungan menebus besi Rp 4 juta, kemudian dititipkan ke Polsek Bojong, pada Senin (22/4). Namun, ternyata pada Jumat (18/04), pemilik properti melaporkan ke Polsek Bojong atas kehilangan properti panggungnya.

Mediasi kedua dilakukan, pada Jumat (16/5). Setelah dilakukan BAP, kliennya digiring ke ruangan Kapolsek yang di dalamnya ternyata sudah ada Kapolsek dan pelapor yang didampingi pengacaranya.

"Dimediasi kedua ini, pelapor meminta uang damai sebesar Rp 120 juta," kata Zaenudin.

Permintaan tersebut kemudian disampaikan ke warga dan panitia. Karena terlalu mengada-ada dan juga besi yang hilang sudah dikembalikan, permintaan tersebut diabaikan.

"Karena tidak ada titik temu antara klien saya dengan pemilik properti, permasalahan ini dilanjut, hingga klien saya ditetapkan tersangka," tambah Zaenudin.




(rih/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads