Guru SMAN 15 Semarang, Sri Hartono (58) menggugat pasal yang mengatur soal batas usia pensiun antara guru dengan dosen dalam Undang Undang Nomor 14 Tahun 2005 ke Mahkamah Konstitusi (MK). UU No 14/2005 itu tentang Guru dan Dosen di Indonesia.
Sri mempersoalkan perbedaan batas usia pensiun antara guru dengan dosen. Dia menggugat Pasal 30 ayat (4) dalam UU tersebut yang menetapkan batas usia pensiun guru 60 tahun. Sementara itu, Pasal 67 ayat (4) mengatur bahwa dosen dapat mengabdi hingga usia 65 tahun.
"Guru dan dosen diakui sebagai pilar yang sama, kalau bicara kualitas, sesungguhnya sertifikasilah yang menjadi ukuran. Pertanyaannya kemudian kenapa dibedakan? Padahal kita sama-sama punya sertifikasi itu," kata Hartono saat dihubungi detikJateng, Sabtu (21/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dilihat dari laman resmi MK RI, perkara atas nama Sri Hartono teregistrasi dengan nomor 99/PUU-XXIII/2025. Sidang perdana uji materi ini dijadwalkan digelar daring pada Selasa, 24 Juni 2025, pukul 16.30 WIB.
"Pas dengan sidang besok saya tepat menginjak usia 59 tahun. Jadi opsinya bisa jadi ditolak, diterima tapi saya tidak menikmati dan hanya untuk junior saya, bisa juga diterima dan saya bisa menikmati, itu bonus," ujar dia.
Hartono mengatakan, uji materi ini untuk menguji apakah ketentuan tersebut tidak diskriminatif dan konsisten dengan UUD 1945.
Dia menegaskan, permohonan ini bukan hanya demi kepentingan pribadinya, tapi juga mewakili kegelisahan guru lain yang belum bersuara.
"Guru harus mengajar 1 minggu itu 30-40 jam. Di era sebelumnya guru mengajar lebih dari 12 jam, itu akan ada privilege khusus. Pada titik ini guru harus mengajar selama itu, kondisinya luar biasa," ucap Hartono.
"Saya jalur langitan, tidak ditemani siapa-siapa, tidak ada kuasa hukum," sambung dia.
Dalam prosesnya, Sri sempat berdiskusi dengan PGRI Jawa Tengah. Ia menyebut, PGRI pernah menggugat aturan usia pensiun guru tapi ditolak, dan kemudian mengalihkan perjuangan lewat revisi UU Sisdiknas yang kini menetapkan batas usia pensiun guru tetap di 60 tahun.
"Usai pensiun guru menjadi 60 tahun, ketika akhirnya melakukan uji materi, disebutkan tidak elok," kata Hartono.
Hartono juga menolak pandangan bahwa perbedaan jenjang pendidikan antara guru dan dosen bisa dijadikan dasar pembeda usia pensiun.
"Kalau saya diminta mengajar PAUD, saya angkat tangan. Dan saya rasa dosen pun belum tentu siap mengajar di SD atau PAUD. Jadi tidak adil kalau jenjang dijadikan dasar perbedaan perlakuan," ujarnya.
Ia menyebut aturan yang berlaku saat ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial dan menciptakan 'kasta semu' di dunia pendidikan, yang menurutnya bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kesetaraan dalam UUD 1945.
Menurut Hartono, UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 dan Permen PANRB Nomor 1 Tahun 2023 sebenarnya sudah memberi ruang pensiun hingga 65 tahun bagi pejabat fungsional, termasuk guru dan dosen.
"Karena itu, revisi Pasal 30 ayat (4) UU Guru dan Dosen sangat mungkin dilakukan dan justru sejalan dengan arah reformasi kebijakan nasional," kata dia.
Dalam permohonannya, Hartono meminta MK menyatakan bahwa ketentuan batas usia pensiun guru saat ini bertentangan dengan prinsip keadilan dan kesetaraan hak konstitusional warga negara.
"Sebagai alternatif, saya juga berharap Mahkamah dapat memberikan interpretasi hukum yang mendukung kesamaan usia pensiun guru dan dosen, yaitu 65 tahun sebagai langkah progresif dalam rangka memperkuat fondasi pendidikan Indonesia," pungkasnya.
(dil/dil)