Sertifikasi tanah wakaf di Jawa Tengah sekitar 2.000 bidang terus dikebut untuk mengantisipasi sengketa. Pendataan dilakukan ke desa-desa dan kelurahan untuk mengejar target seluruh tanah wakaf bersertifikat.
Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Jawa Tengah (Jateng), Lampri, mengatakan ada 72 ribu bidang tanah wakaf di Jateng terdata dan 69 ribu di antaranya sudah bersertifikat atau kurang sekitar 2.000 lebih bidang yang harus disertifikat. Selain itu diasumsikan oleh BPN Jateng ada 112 ribu bidang tanah wakaf di Jateng.
"Kami punya target 72 ribu bidang tanah wakaf di Jateng, paling tinggi se-Indonesia, sekarang sudah 69 ribu bidang lebih yang disertifikat, kurang 2.000 sekian. Kami punya asumsi agar diidentifikasi semua, ukur semua bidang tanah yang diwakafkan dan akan diwakafkan," kata Lampri di sela Focus Group Discussion (FGD) Percepatan Sertifikasi Tanah Wakaf, di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jateng, Kota Semarang, Rabu (4/6/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menjelaskan permasalahan tanah wakaf yang terjadi mayoritas terkait ahli waris yang kembali mengurus tanah leluhurnya yang sudah diwakafkan karena tidak ada bukti dokumen wakaf. Maka BPN akan mendata di setiap desa dan kelurahan seluruh Jateng.
"Kami target tiap desa, kelurahan di Kabupaten Kota lima bidang tanah minimal. Tapi kalau lebih ya petakan sehingga punya data base kaitan tanah wakaf," tegasnya.
Terpisah, Wakil Gubernur Jawa Tengah, Taj Yasin Maimoen atau Gus Yasin mendorong sertifikasi tanah wakaf itu dipercepat. Hal itu menurutnya sebagai bentuk ketaatan terhadap hukum fikih bagi warga Muslim. Apalagi hal itu berkaitan dengan amal ibadah bagi seseorang yang mewakafkan tanahnya.
"Harus dipercepat, birokrasinya dipersingkat. Sehingga kita tidak bekerja kejar-kejaran dengan permasalahan ya," kata Yasin.
Sementara itu Ketua MUI Jateng, Ahmad Darodji mengatakan tanah wakaf yang telah mempunyai kepastian hukum administrasi negara berpotensi dikelola menjadi wakaf produktif dari sisi ekonomi dan kebermanfaatan masyarakat.
"Wakaf itu nanti akan bermanfaat bagi masyarakat, karena ada potensi yang sangat besar. Dari tanah wakaf ini kalau pengelolaannya bisa produktif punya potensi triliunan rupiah. Jadi selain zakat, ada namanya wakaf, sehingga pengelolaannya itu bisa menjadi kekayaan umat," kata Darodji.
Dia mencontohkan pengelolaan wakaf di Singapura bisa menghasilkan Rp 37 miliar per tahun, padahal penduduk muslim di sana minoritas hanya 15 persen. Maka ia berharap pengelolaan wakaf di Indonesia juga dilakukan dengan baik.
"Bisa jadi kekuatan umat, di Singapura hanya 15 persen Muslim tapi dari wakaf yang dikelola bagus, bisa sampai Rp 37 miliar setahun. Ini jadi momentum bagaimana percepat proses ini," jelas Darodji.
(apl/apu)