Seperti namanya, kemarau basah merupakan sebuah fenomena yang terjadi saat curah hujan muncul di tengah musim kemarau yang sedang berlangsung. Di dalam buku 'Sosiologi Lingkungan Hidup' karya Suharko, dijelaskan bahwa kekacauan musim dan anomali cuaca dapat terjadi seiring berlangsungnya pemanasan global.
Salah satu dampak yang dirasakan akibat dari pemanasan global inilah yang membuat anomali cuaca bisa muncul. Termasuk di wilayah Indonesia yang belakangan ini sering mengalami hujan, padahal sudah berada di musim kemarau.
Lantas, sebenarnya seperti apa gambaran mengenai fenomena kemarau basah ini? Mari simak penjelasannya berikut ini.
Mengenal Fenomena Kemarau Basah
Masih mengutip dari buku yang sama, kemarau basah adalah curah hujan yang tinggi pada saat musim kemarau berlangsung. Pada saat fenomena ini terjadi biasanya berlangsung dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Hal ini dikarenakan adanya gejala La Nina yang berlangsung di tengah Samudra Pasifik. Adanya La Nina inilah yang mampu memberikan pengaruh secara signifikan pada perubahan cuaca secara global, satu di antaranya adalah kemarau basah di Indonesia.
Hal ini serupa dengan apa yang dijelaskan oleh Budi Susilo dalam bukunya 'Mengenal Iklim dan Cuaca di Indonesia', bahwa istilah kemarau basah identik dengan kondisi saat curah hujan yang cukup tinggi terjadi saat musim kemarau. Sebagian besar anomali cuaca ini terjadi di wilayah Indonesia yang terletak di bagian selatan ekuator.
Proses terjadinya hujan di tengah cuaca kemarau tak terlepas dengan La Nina seperti yang telah disinggung sebelumnya. Dikatakan bahwa saat suhu permukaan laut Samudra Pasifik di ekuator bagian tengah dan timur mendingin dan disertai dengan penguatan angin pasat.
Situasi tersebut memicu peningkatan suplai uap air untuk pertumbuhan awan hujan. Maka tak heran, proses tersebut memicu adanya peningkatan intensitas curah hujan.
Penyebab Kemarau Basah
Berdasarkan prediksi musim kemarau yang dibagikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dalam laman resmi mereka, sesuai pemutakhiran bulan Mei 2025 disampaikan bahwa La Nina sedang dalam transisi menuju fase netral.
Untuk diketahui, La Nina merupakan sebuah fenomena yang mana suhu permukaan laut di Pasifik Tengah Ekuator lebih dingin dibandingkan dengan biasanya. Dengan adanya La Nina ini curah hujan di Indonesia bisa meningkat. Terutama pada wilayah yang suhu perairannya cenderung hangat.
Sementara itu, musim kemarau di Indonesia diprediksi akan berlangsung mulai seperti biasanya atau lebih lambat. Hal ini dilihat pada 409 Zona Musim (ZOM) di seluruh Indonesia. Kemudian akumulasi curah hujan di musim kemarau di sebagian besar ZOM diperkirakan ada di kategori normal atau serupa dengan biasanya.
Kemudian di dalam publikasi 'Klima Edisi VI 2022' oleh Kedeputian BMKG, bahwa fenomena La Nina mampu memicu adanya anomali cuaca. Diyakini bahwa fenomena tersebut yang membuat Indonesia mengalami banyak hujan di musim kemarau atau yang lebih dikenal sebagai kemarau basah.
Dampak Kemarau Basah
Terdapat dampak kemarau basah yang lebih banyak memberikan pengaruh pada hasil panen petani tertentu. Diungkap dalam 'Majalah Trubus Edisi September 2022: Bisnis Pepaya Premium', bahwa kemarau basah dapat membuat petani bawang merah mendapatkan panen melimpah. Ini dikarenakan tanaman tersebut tumbuh dengan minimnya hama, sehingga produksi dapat mengalami peningkatan.
Dikatakan bahwa selama kemarau basah berlangsung, ketika peralihan musim berlangsung, tidak membawa hambatan tertentu pada petani bawang merah. Sebaliknya, musim kemarau yang sudah mulai datang, tapi dibarengi dengan intensitas hujan yang cukup sedikit membuat jumlah hama penyakit tidak sebanyak saat musim hujan.
Sebaliknya, hal tersebut tidak berlaku bagi petani yang menanam tanaman palawija. Dikutip dari laman Dinkominfo Kabupaten Demak, bahwa kemarau basah merupakan gangguan cuaca yang mampu berdampak pada tanaman palawija. Ini dikarenakan terlalu banyak air.
Melalui laman tersebut disampaikan bahwa selama kemarau basah kebutuhan air memang terpenuhi dengan baik. Namun, cuaca yang lebih banyak hujan dibandingkan kemarau membuat pola tanam palawija menjadi terganggu. Inilah yang membuat kemarau basah cukup menjadi fokus para petani, khususnya mereka yang menanam palawija.
Cara Mengantisipasi Kemarau Basah
Lantas, bagaimana cara mengantisipasi kemarau basah? Dilansir detikNews, dosen Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian UGM memberikan pandangan terkait dengan langkah strategis yang bisa dilakukan selama kemarau basah. Satu di antaranya bisa dilakukan dengan memprediksi cuaca dalam lingkup nasional.
Prediksi cuaca yang dilakukan secara menyeluruh dan diketahui oleh masyarakat luas diharapkan dapat mengurangi kerugian terkait dengan anomali cuaca yang satu ini. Prediksi dapat dilakukan dengan berfokus pada awal terjadinya La Nina.
Sosialisasi kepada masyarakat juga tak kalah penting dilakukan agar dapat menghadapi kemarau basah dengan lebih siap. Terutama bagi para petani yang tengah menantikan panen tanaman mereka.
Demikian tadi penjelasan mengenai fenomena kemarau basah yang belakangan ini melanda Indonesia. Semoga informasi tadi menambah wawasan baru bagi detikers, ya.
(sto/dil)