Ojol Solo Curhat Pendapatan, Kerja Pagi Sampai Malam demi Rp 200 Ribu

Ojol Solo Curhat Pendapatan, Kerja Pagi Sampai Malam demi Rp 200 Ribu

Tara Wahyu NV - detikJateng
Selasa, 20 Mei 2025 20:22 WIB
Roni (kiri) dan Teguh (kanan), dua ojek online (ojol) yang ditemui di tengah demonstrasi di DPRD Solo, Selasa (20/5/2025).
Roni (kiri) dan Teguh (kanan), dua ojek online (ojol) yang ditemui di tengah demonstrasi di DPRD Solo, Selasa (20/5/2025). Foto: Tara Wahyu/detikJateng
Solo -

Komunitas ojek online di Kota Solo melakukan aksi di depan DPRD dan Balai Kota Solo hari ini. Mereka memprotes kebijakan aplikator yang membuat pendapatan mereka turun drastis.

Salah satunya diungkapkan oleh Roni, warga Sukoharjo yang sudah bergabung menjadi ojek online sejak tahun 2017. Ia merasa pendapatannya saat ini turun dibanding awal-awal berdirinya aplikasi ojek online.

"Perbedaan yang dirasakan paling tarif itu, kesejahteraan, tapi yang paling utama tarif," katanya ditemui di DPRD Solo, Selasa (20/5/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengatakan, saat awal menjadi mitra ojek online, pendapatannya bisa mencukupi di 8 jam kerja. Sedangkan saat ini dirinya harus kerja lebih dari 8 jam untuk mendapat upah yang sama.

Sehingga, untuk kebutuhan UMR Kota Solo pada tahun 2017 masih bisa terpenuhi.

ADVERTISEMENT

"Tarif dasarnya kan kalau dulu belum belum banyak. Ojol kan cuman Gojek sama Grab kan. Jadi kan persaingannya soal tarif bawah-bawah itu masih masih masih sehat, masih wajar gitu loh untuk untuk UMR Kota Solo dan untuk beli kebutuhan lainnya itu masih worth it," jelasnya.

Namun, makin ke sini, kata Roni banyak aplikasi baru yang membuat perang tarif antaraplikator.

"Cuman semakin ke sini. Semakin ke sini kan banyak banyak yang dari dari banyak aplikasi yang mulai datang kan jadi perang tarif, untuk tarif bawah. Dari tarif bawahnya yang cuman murah dari Rp 6.400," bebernya.

Rono menyebut, dulu saat masih awal ia hanya bekerja selama 8 jam kerja dimulai mulai pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Dengan 8 jam kerja itu, ia berhasil mendapat pendapatan bersih Rp 150 ribu hingga Rp 200 ribu per hari.

"Jam kerja normal ya dulu, 8 jam kerja bisa dapat sampai Rp 200 ribu per hari," bebernya.

Untuk mendapatkan uang Rp 200 ribu, Roni mengaku sekarang harus bekerja dari pagi hingga malam hari. Ia mengaku memaksakan bekerja hingga malam hari untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga.

"Kalau sekarang kan hampir kerja sepanjang hari. Dari pagi sampai malam bisa, sampai jam 22.00 WIB, mungkin, terus itu pun BBM juga naik. Jadi pendapatannya juga berkurang. Baru kalau sampai malam dapat Rp 200 ribu, itu belum sama makan dan bensin. Kalau ini sendiri sebenarnya maksa lah," terangnya.

Roni menyebut, menjadi driver ojek online merupakan pekerjaan utamanya untuk menghidupi anak istri. Sebelumnya ia bekerja di bidang food and beverage.

"Pilih sebagai ojek online karena pilihan yang fleksibel ya, apalagi sudah berkeluarga carinya yang fleksibel," tuturnya.

Roni berharap tuntutan para ojek online yang berada di Tanah Air ini bisa dipenuhi oleh pemerintah maupun aplikator.

Hal senada juga diungkapkan Tulus. Warga Solo Utara itu mengaku pekerjaan menjadi driver ojek online menjadi bertambah sejak adanya double order bagi makanan. Ia sendiri sudah 5 tahun menjadi driver ojek online.

"Yang beda di ongkirnya (ongkos kirim), ada program hemat, itu merugikan banget. Apalagi kalau ada double order, itu paling merugikan banget, karena kita harus nunggu lama nganter ke dua titik tapi ongkirnya sedikit," ujarnya.

Selain itu, ia mengaku bahwa pendapatannya menjadi ojek online mulai menurun usai pandemi COVID-19. Dulu, ia bisa mendapat Rp 200 ribu mulai pagi hingga pukul 21.00 WIB.

"Sekarang dari pagi pukul 09.00 WIB mungkin sampai 21.00 WIB, nggak sampai 100 kadang. Kalau yang akunnya nggak bagus susah. Dulu gampang sampai jam 9 malam mungkin bisa Rp 200 ribu," bebernya.

Sama dengan kawan-kawan ojek online, ia berharap ada penghapusan program hemat, menurunkan jasa aplikasi 10 persen.

"Hilangkan program hemat. Sama turunkan jasa aplikasinya. Kalau nggak salah itu 20 persen, turunkan jadi 10 persen lah. Program hemat pelanggan pun lebih menguntungkan tapi untuk driver pun tidak menguntungkan," pungkasnya.




(apu/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads