Doni (17), remaja autis asal Kota Semarang, punya kemampuan langka yang bisa menebak hari dari tanggal apa pun. Cukup melihat kalender sekali, Doni bahkan bisa menyebut kapan film tertentu dirilis hingga detail tanggal kejadian masa lalu.
"6 Maret 1983?" celetuk salah satu pengunjung Rumah Autis Semarang kepada Doni, Minggu (18/5/2025).
"Minggu," kata Doni yang langsung membuat para pengunjung terkejut karena jawabannya yang tepat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jawaban Doni meluncur cepat, mantap, dan nyaris tanpa jeda. Tak ada catatan. Ia hanya butuh melihat kalender satu kali, lalu semua tanggal dan harinya tersimpan rapi di memorinya.
Doni adalah penyandang autisme asal Semarang yang memiliki kemampuan luar biasa yang dikenal sebagai savant syndrome, kondisi langka yang dialami sebagian kecil penyandang autisme dengan daya ingat luar biasa di bidang tertentu.
"Kalau dia pernah lihat kalendernya sekali aja, langsung hafal. Pernah kita coba kalender tahun 1940 nggak bisa," cerita sang ibu, Dwi (52), kepada detikJateng.
"Tapi begitu saya kasih kalendernya, nggak sampai 1 menit dia langsung tahu. Menghafalnya bagaimana, saya nggak tahu. Dia bisa tahu kalender dan peristiwanya, detail banget," sambungnya.
Awalnya, kata Dwi, keluarga tak menyadari keistimewaan Doni. Suatu hari saat terapi di Kudus, Doni yang berumur 8 tahun itu mulai menyebut dengan detail sebuah tanggal, lengkap dengan makanan yang disantap dan siapa yang menemaninya.
Sang terapis semula mengira itu hanya kebetulan. Tapi setelah dicoba berulang, terbukti Doni memang memiliki ingatan luar biasa soal tanggal dan peristiwa.
"Kita waktu itu nggak ngeh, kalau pergi ke warung, ada kalender Cina atau Masehi, dia tongkrongin, cuma dibuka-buka. Terus kakaknya browsing bilang Doni sindrom savant," ungkapnya.
Tak hanya kalender, Doni punya ingatan tajam soal film dan musik. Doni mencontohkan Film Rio 2 yang jadi favoritnya. Ia langsung berhasil menebak film itu rilis tahun 2014 bulan April.
"Kami sampai kaget sendiri. Ternyata dia scan kalender itu dan langsung nyantol. Dia juga hafal tanggal rilis film, lagu, bahkan tahu peristiwa apa yang terjadi waktu itu," tutur Dwi.
Kemampuan Doni membuat banyak orang tercengang. Tapi tak semua paham bahwa di balik itu ada perjuangan panjang. Dulu, kata Dwi, Doni sulit bicara, tak bisa menjawab saat dipanggil, bahkan tak merespons rasa sakit.
"Pernah dia berdarah waktu TK, tapi diam saja. Sampai kakinya pernah bengkak, ketutup duri, dia nggak ngomong, nggak kesakitan. Kami baru tahu pas Bapaknya cuci kaki Doni," kenang Dwi.
Sejak saat itu, Dwi dan mendiang suaminya mulai mengubah pola asuh dan cara bergaul Doni. Doni mulai dikenalkan kepada dunia luar agar bisa bersosialisasi dengan siapa pun.
"Dulu waktu masih ada Bapaknya, Bapaknya bilang yang penting anak ini bisa berdiri di atas kaki dia sendiri, mandiri, bisa fleksibel dengan situasi. Karena kita nggak tahu umur, siapa yang 'diambil' duluan," ujarnya.
"Kalau kami duluan, dia masih bisa survive di kehidupan ini. Makanya kami nggak mengejar dia harus pintar, kami mendidik, mengajari, supaya dia bisa seperti yang lain dan diterima sekitarnya," imbuh Dwi.
Kini, Doni bahkan sudah aktif berlari dan mulai ikut event sejak 2023, dan rutin dilatih oleh pelatih dari PPLP. Meski awalnya sering menabrak peserta lain karena belum paham teknik, ia terus berkembang dan menikmati setiap race yang diikuti.
"Jadi kami tujuannya pertama supaya dia fokus, konsentrasi dengan perilaku dia. Dari lari, kita ajarin ketahanan fisik, kekuatan, fleksibilitas," jelasnya.
Doni juga sudah dikenal lingkungannya sebagai remaja ramah yang senang menyapa orang. Dwi juga senantiasa menemani setiap langkah Doni hingga dia bisa berkarya dan beradaptasi dengan baik di lingkungannya.
(rih/rih)