Jalur pendakian ke puncak Gunung Lawu via Candi Cetho, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, menuai sorotan di media sosial (medsos). Sebab, para pendaki dikenakan biaya tambahan untuk sewa kain sebesar Rp 5 ribu.
Video tentang pendakian ke puncak Gunung Lawu via Candi Cetho itu menunjukkan momen pendaki diminta menyewa kain seharga Rp 5 ribu. Alasannya, kain itu untuk menjaga kesakralan. Meski diprotes, pihak yang menarik sewa tetap mewajibkan pendaki menggunakan kainnya.
Dimintai konfirmasi terkait video tersebut, Kepala Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Kabupaten Karanganyar, Hari Purnomo, mengatakan pengelola penyewaan kain itu merupakan warga setempat yang bernama Jayadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lokasi di wilayah Anggrasmanis, setelah pos 1. Pak Jayadi memang asli situ, punya pemikiran bahwa di lokasi yang dibuat itu adalah (lokasi) murco Brawijaya. Jadi orang mau naik ke puncak harus lewat situ, dan memakai kain untuk tolak bala," kata Hari saat dihubungi detikJateng, Senin (5/5/2025).
Hari mengatakan para pendaki diarahkan oleh Jayadi ke jalur pendakian yang dia buat. Namun syaratnya para pendaki harus membawa kain yang disediakan dengan membayar Rp 5 ribu.
"Itu lokasinya memang dekat dengan jalur pendakian. Orang mau masuk, dilewatkan dia (ke jalur pendakian Jayadi), pasang kain, naik sedikit lalu dilepas lagi (kainnya)," jelasnya.
Penarikan uang Rp 5 ribu itu disebut tidak berizin. Namun lokasi yang digunakan Jayadi menarik retribusi di bawah tanggung jawab Perhutani.
Disparpora pun sudah menggandeng Perhutani untuk menegur Jayadi. Namun, yang bersangkutan masih ngeyel.
"Sudah lama, tahun ini kita sudah memberikan informasi ke Perhutani. Perhutani sudah memberikan surat ke Pak Jayadi bahwa tarikan itu tidak diperbolehkan, tidak resmi, ilegal," ucapnya.
Untuk menyelesaikan masalah itu, bakal dilakukan mediasi yang difasilitasi Disparpora Karanganyar, di Candi Cetho pada Selasa (6/5) siang. Mediasi itu akan melibatkan Perhutani, Jayadi, Muspika Jenawi, Satpol PP, Kades Anggrasmanis, Kades Gumeng, dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Salah seorang relawan Lawu Via Cetho, Eko, menyebut relawan sudah melaporkan kejadian ini ke Disparpora Karanganyar. Dalam penarikan biaya sewa kain itu mereka menggunakan nama lembaga.
"Setelah kita cek dengan warga setempat, itu cuma oknum tertentu. Cuma beberapa orang atau dia sendiri," kata Eko.
Eko khawatir kejadian ini membuat jalur pendakian Lawu Via Cetho jadi sepi, karena banyak pendaki yang mengeluh. Soal cerita yang dibuat Jayadi soal Murco Brawijaya, dia membantah.
"Tidak ada, setahu saya itu dibangun 2019-an. Ibaratnya di Candi Cetho yang pakai kain, itu diakui dari cagar budaya yang ada prosesnya. Kalau itu kan bangunan baru, kan tidak semudah itu. Itu baru beberapa tahun lalu, pakai cor," pungkasnya.
(ams/apu)