Istilah lavender marriage ramai diperbincangkan di media sosial dan internet beberapa waktu belakangan. Mari kenali lebih lanjut apa itu lavender marriage dalam pernikahan melalui uraian berikut ini.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pernikahan diartikan sebagai hal (perbuatan) bernikah. Sementara itu, nikah dijelaskan sebagai ikatan (akad) perkawinan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama.
Ada berbagai istilah dalam pernikahan, salah satunya lavender marriage yang mungkin kurang familier di telinga sebagian orang. Oleh karena itu, detikJateng akan mengulas arti lavender marriage secara ringkas yang dikutip dari riset berjudul Menelaah Lavender Marriage: Pengaruh Sosial dan Konstruksi Identitas dalam Konteks Heteronormatif oleh Jacklin Stefany dkk, laman India Today, History, GCN, Tuko, dan History Defined.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lavender Marriage Itu Apa?
Lavender marriage adalah istilah yang disematkan pada pernikahan yang diatur sebagai kedok. Pernikahan ini dilakukan untuk menyembunyikan orientasi seksual dari salah satu ada kedua pasangan yang sebenarnya nonheteroseksual.
Mereka melakukan ini untuk memenuhi tekanan sosial heteronormatif, yaitu bentuk norma sosial yang mendesak seseorang untuk menjalani kehidupan sesuai struktur gender dan orientasi yang dianggap 'normal' oleh masyarakat. Dalam hal ini, orientasi yang dimaksud adalah heteroseksual, yakni hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Lavender marriage biasanya tidak didasari oleh perasaan cinta dan hubungan romantis. Beberapa individu melakukannya hanya untuk memenuhi tuntutan keluarga dan tekanan sosial dari masyarakat yang mendesaknya untuk bersikap seperti orang heteroseksual agar diterima dan diperlakukan secara 'normal'.
Kata lavender yang digunakan untuk menyebut pernikahan ini berasal dari warna lavender yang berkaitan dengan komunitas LGBTQ+. Lavender merupakan salah satu bagian dari warna bendera komunitas queer yang terdiri dari warna lavender, putih, dan chartreuse (hijau kekuning-kuningan).
Sejarah Lavender Marriage, Muncul Sejak Kapan?
Lavender marriage pertama kali muncul pada tahun 1920-an. Istilah ini diperkenalkan oleh Hollywood melalui pernikahan yang diatur oleh mereka untuk para aktor gay, lesbian, atau biseksual.
Saat itu, orientasi seksual nonheteroseksual tidak hanya dianggap tabu, tetapi juga disebut ilegal dan berpotensi meruntuhkan karier seseorang. Oleh karena itu, agar karier para aktor kenamaan di Hollywood tetap berkembang, Hollywood mengatur pernikahan tertentu yang menyatukan pria dan wanita nonheteroseksual.
Walaupun lavender marriage sudah muncul sejak satu abad yang lalu, istilah ini masih digunakan di beberapa wilayah sampai saat ini terutama di negara yang belum menerima keunikan orientasi seksual seseorang secara terbuka.
Apa Penyebab Lavender Marriage?
Ada beberapa penyebab seseorang memutuskan untuk menjalin ikatan lavender marriage. Penyebab yang pertama adalah adanya tekanan dari keluarga yang menuntut seseorang dengan orientasi seksual nonheteroseksual untuk menikah dengan lawan jenisnya.
Hal tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai hal, mulai dari status sosial keluarga hingga keinginan keluarga besar untuk meneruskan keturunan. Selain itu, budaya sebagian masyarakat yang menuntut seseorang pada usia tertentu harus menikah juga menjadi salah satu penyebab terjadinya lavender marriage dilakukan oleh beberapa individu.
Bagi pesohor, lavender marriage biasanya dilakukan untuk melindungi citra mereka di mata publik. Pamor yang mereka miliki merupakan hal penting yang harus dijaga demi keberlangsungan karier mereka.
Apa Saja Dampak Lavender Marriage?
Dampak lavender marriage tidak hanya berpengaruh bagi individu yang melakukannya. Tindakan ini dapat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, mulai dari keluarga, sekolah, tempat kerja, hingga media massa.
Kendati demikian, dampak terbesarnya dirasakan oleh orang yang memutuskan untuk melakukannya. Mereka mungkin mengalami tekanan mental dan emosional yang melelahkan. Penyebab utamanya adalah mereka tidak dapat hidup sesuai keinginan dan identitas mereka yang sebenarnya.
Pasangan yang menjalani lavender marriage juga harus memperhatikan bagaimana identitas publik dan privat mereka ditunjukkan. Perbedaan citra ini berpotensi mengakibatkan kebingungan psikologis yang dapat berdampak buruk bagi kehidupannya karena mereka tidak bisa berekspresi secara penuh.
Meskipun hubungan ini tidak didasari rasa cinta, beberapa pasangan yang melakukan lavender marriage akhirnya memiliki anak akibat tertekan oleh ekspektasi keluarganya yang harus mereka penuhi. Akibatnya, dampak lavender marriage juga akan dirasakan oleh anak mereka.
Lebih lanjut, orang luar mungkin melihat lavender marriage sebagai pernikahan yang sukses dan berjalan lancar. Kendati demikian, sejoli yang melakukannya mungkin mengalami frustasi, kesepian, atau bahkan saling memusuhi satu sama lain karena tidak memiliki ketertarikan romantis yang murni.
Contoh Lavender Marriage
Sejak awal kemunculan lavender marriage, ada sejumlah tokoh yang dirumorkan melakukan pernikahan ini. Salah satu contoh lavender marriage adalah pernikahan antara aktor Rudolph Valentino dan aktris Jean Acker yang mana keduanya dirumorkan memiliki orientasi seksual homoseksual.
Dua insan ini menikah pada 6 November 1919, akan tetapi Jean langsung menyesali keputusannya di malam pernikahan mereka dan mengunci suaminya di kamar hotel tempat mereka menginap. Pernikahan mereka tetap berlangsung selama beberapa waktu dan keduanya kemudian bercerai pada 4 Maret 1923.
Tokoh lain yang dirumorkan menjalani lavender marriage adalah Judy Garland dan Vincente Minnelli. Pernikahan mereka berjalan selama 6 tahun sebelum akhirnya bercerai. Selama itu, Judy mengetahui bahwa suaminya adalah gay dan Minnelli juga tahu kalau istrinya mengetahui orientasi seksual yang ia miliki.
Setelah itu, Judy Garland menikah lagi dan kembali menjalani lavender marriage dengan aktor kenamaan Hollywood, Mark Herron. Saat itu Mark sejatinya tengah menjalin hubungan dengan aktor Henry Brandon dan untuk menjaga citranya di mata publik, ia menikahi Judy Garland. Keduanya lalu bercerai setelah pernikahan berjalan selama 17 bulan.
Tak hanya dilakukan oleh pegiat industri hiburan, lavender marriage juga diketahui dilakukan oleh salah satu anggota keluarga Kerajaan Inggris, yaitu King Edward II. Ia menikahi Queen Isabella, namun perhatiannya selalu tercurahkan kepada Piers Gaveston, pacarnya.
Masyarakat lantas tidak menyukai hal ini. Saat itu, homoseksual merupakan tindakan yang patut dihukum, dan akhirnya Piers tewas dihukum penggal.
Setelah kematian Piers, Edward II kembali menjalin hubungan dengan pria lain bernama Hugh Despenser. Saat itu, Queen Isabella akhirnya merasa muak, dan meninggalkan kerajaan demi Mortimer, laki-laki yang ia cintai.
Demikian uraian singkat tentang apa itu lavender marriage lengkap dengan dampak dan contohnya. Semoga informasi ini bermanfaat!
(sto/ams)