Polisi menyatakan kasus bu guru di Grobogan yang mengajak muridnya berbuat mesum telah naik tahap penyidikan. Terduga pelaku juga sudah menjalani pemeriksaan.
Informasi itu disampaikan Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Agung Joko Haryono.
"Perkaranya kemarin lidik, sekarang sudah naik ke penyidikan," ungkap Joko saat dihubungi, Rabu (15/1/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Joko menerangkan guru berinisial ST itu sudah diperiksa polisi pada Selasa (14/1). Statusnya juga masih terlapor.
"Guru sudah diperiksa. Masih dalam pendalaman. Diperiksa kemarin. Statusnya masih terlapor," kata dia.
Joko melanjutkan hingga saat ini, pihaknya sudah memeriksa 11 saksi. Termasuk di dalamnya korban dan si guru.
"11 orang saksi, pelapor, korban, saksi warga setempat, terlapor," kata Agung.
Dalam perkara itu pasal yang dikenakan yaitu Pasal 81 ayat (2) dan Pasal 82 ayat (1) UURI No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UURI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Jo UURI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UURI No. 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UURI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang dan atau Pasal 6 huruf (C) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Diberitakan sebelumnya, pada November 2023, ST digerebek warga karena kepergok ke kamar mandi bersama korban. Kamar mandi di rumah ST berada di bangunan terpisah dari bangunan utama. Saat itu sudah ada mediasi dan ada kesepakatan tidak mengulangi.
Kemudian pada September 2024, ayah ST yang tinggal tidak jauh dari rumah ST memergoki korban di dalam rumah ST. Saat itu seharusnya rumah tersebut kosong karena ST menjenguk anaknya di Ponpes. Ayah ST mengira korban maling dan sempat memukulnya.
Kasus pemukulan itu sempat dilaporkan polisi dan ternyata dimediasi dan kembali ada kesepakatan. Namun keluarga dan warga resah terkait perlakuan ST ke korban yang ternyata tidak kapok. Bahkan diketahui korban sempat dikoskan selama lima bulan.
"Perkara penganiayaan sebelumnya telah ada kesepakatan antara pihak korban dan terlapor," jelas Agung.
Murid tersebut lantas menjalani terapi psikologi di sebuah pondok pesantren, sementara keluarganya melaporkan ST atas perbuatan tidak senonoh itu. Pihak Ponpes menyebut korban baru bisa terbuka dan bercerita setelah ponselnya disita. Korban sebelumnya disebut tertekan.
"Penyidik juga telah melakukan visum et repertum dan visum psikiatrikum. Melaksanakan permohonan asesmen dan pendampingan korban dari P2TP2A Swatantra, DP3AKB, permohonan penelitian sosial dari Peksos Kemensos, berkoordinasi dengan ahli," ujar Agung.
(apu/rih)