Seorang guru perempuan berinisial ST (35) menjadi perbincangan. Pasalnya, dia mengajak salah satu muridnya yang masih duduk di bangku SMP untuk berbuat mesum.
Berdasarkan kabar yang beredar, wanita itu sudah beberapa kali mengajak korban berhubungan layaknya suami istri. Warga sempat menggerebek tindakan asusila keduanya.
Dimintai konfirmasi, Kanit PPA Polres Grobogan, Ipda Yusuf Al Hakim, menerangkan polisi mencoba menghubungi keluarga korban. Ternyata, orang tua korban berada di luar kota.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita sudah komunikasi ke orang tua korban. Orang tua korban masih di Boja Kendal," kata Yusuf kepada detikJateng, Rabu (8/1).
Berawal dari Curhat
Yusuf mengungkapkan awal mula hubungan keduanya terjadi saat korban bercerita kepada pelaku. Saat itu, korban mengaku tengah ada masalah dengan kakeknya.
"Korban tinggal di rumah bersama kakeknya, karena si anak sering dimarahi kakeknya, dia curhat ke gurunya terus si anak ibaratnya namanya murid, curhat sama gurunya, gurunya memfasilitasi. Diminta tinggal di rumahnya. Sampai pas di rumah sempat minta dicarikan kos, yang bayar gurunya," tuturnya.
Selama tinggal di rumah ST, korban sempat mengalami penganiayaan. Awalnya, ST meninggalkan korban sendirian karena hendak menjenguk putrinya di pondok.
Saat itu, ayah ST yang tinggal tidak jauh sedang menyapu. Ketika itulah ayah ST mendengar korban batuk dari dalam rumah.
"Anak itu diinapkan tiga hari. Bapaknya gurunya pas bersih-bersih rumah di belakang mendengar suara batuk. Nah bapaknya kaget, 'anakku pamit mau jenguk anaknya di pondok, kok ada suara orang batuk di dalam rumah'. Dicek dikira maling. Didobrak, ngumpet di bawah kursi, rambutnya ditarik," jelas Yusuf.
Digerebek Warga Saat Berdua di Kamar Mandi
Tetangga ST, Nur, menuturkan dulu rumahnya kerap dilewati siswa berinisial Y untuk ke rumah bu guru tersebut. Y melewati samping rumah Nur menuju bagian belakang rumah ST.
"Lewat samping rumah saya. Ya sudah sekitar tiga kali. Saya tanya alasannya ngaji. Kalau ngaji beneran ya nggak tahu," ujar Nur di rumahnya, Jumat (10/1/2025).
Suatu hari pada November 2023, sekitar pukul 20.00 WIB, Nur melihat ST dan korban Y masuk kamar mandi bersama. Posisi kamar mandi ST memang terpisah dari bangunan utama. Ada dua pintu biru di bangunan kamar mandi yang bisa terlihat dari rumah Nur.
"Waktu itu saya mau wudu, lihat Y dan ST masuk kamar mandi. Saya nggak ke sana, mantau saja," ujarnya.
Namun, mereka melakukannya lagi beberapa hari kemudian. Akhirnya warga mendatangi rumah ST. Keduanya diminta keluar dari kamar mandi, dan selanjutnya diadakan mediasi di rumah kepala dusun.
"Yang perempuan keluar pakai handuk, Y pakai sarung dikerudungin. Ya itu yang 2023," jelas Nur.
Sementara itu, Kepala Dusun Pengkol, Supar mengatakan dalam mediasi pertama, ST mengakui kesalahannya. Ada kesepakatan damai antara ST dan pihak korban dan berjanji tidak akan mengulangi.
"Mediasi pernah terjadi dari ST dan Y, ada ikatan damai. Sudah dikasih toleransi masyarakat dan tokoh masyarakat ternyata, tidak menepati, melanggar. Melakukan hubungan lagi dengan Y," kata Supar.
ST Dipecat dari Pekerjaannya
Usai insiden tersebut, ST disebut dikeluarkan dari sekolah tempatnya mengajar. Kabar itu dibenarkan kepala sekolah SMP tempat ST mengajar, Eko.
Eko, mengatakan tindakan pemecatan dilakukan setelah kabar penggerebekan pada tahun 2023 beredar. Dia kemudian melakukan klarifikasi baik ke yang bersangkutan dan ke warga.
"Bu ST sudah dikeluarkan per 23 Desember 2023," kata Eko kepada wartawan di kantornya, Jumat (10/1).
Dia menjelaskan usai kejadian pertama pada 2023, pihak sekolah mengambil langkah mengeluarkan ST. Pertimbangannya, ST juga sedang menempuh Pendidikan Profesi Guru (PPG).
"Saya keluarkan karena dia tempuh PPG. Daripada jadwal kacau, saya keluarkan," tegasnya.
Saat diklarifikasi pihak sekolah, ternyata ST mengaku jika korban berinisial Y itu adalah anak angkatnya. Meski ST dikeluarkan, Y tetap dipersilakan sekolah karena mempertimbangkan masa depannya.
"Keduanya kami panggil. Y jadi anak angkat keluarga bu ST,
saya konfirmasi jawabannya begitu," ujar Eko.
"Y ikut mengikuti ujian, bukan susulan. Tahap satu nggak lulus, ada remidi. Kita ada KKM, ketuntasan minimal. Kalau belum tuntas harus remidi. Tidak hanya Y, banyak anak-anak," imbuhnya.
Dia menegaskan saat kejadian di mana Y kepergok di rumah ST dan ada unsur penganiayaan pada September 2024, yang bersangkutan sudah bukan lagi tanggung jawab pihak sekolah.
"Kejadian itu di bulan September 2024. Y sudah lulus juga, sudah di luar tanggung jawab sekolah dan dinas pendidikan. Ya kita jadi korban juga," jelas Eko.
Korban Kini Diterapi di Ponpes
Pengasuh pondok pesantren tempat korban diterapi, Ahmad Gufron, berkata korban datang kepadanya dalam kondisi pendiam dan tidak mau berkumpul dengan sesama santri. Namun kini, dirinya sudah lebih terbuka.
Alhamdulillah sekarang perkembangannya baik. Anaknya sudah mengikuti kegiatan belajar bersama teman-temannya, ngaji, mau cerita. Awalnya dulu pendiam dan tertutup," kata Ahmad saat ditemui di kediamannya.
Korban sudah berada di pondok pesantren sekitar tiga bulan atas permintaan keluarga dan rekomendasi kepala dusun. Di sana korban diharapkan menjalani terapi psikologi agar tidak terpuruk.
"Ya agar psikis normal lagu. Kita didik kembali. Dapat amanah orang tua dan tokoh masyarakat," ujarnya.
(apu/ahr)