Kata Pakar-Penyintas soal Kesehatan Mental, Kenali Sebelum Fatal

Kata Pakar-Penyintas soal Kesehatan Mental, Kenali Sebelum Fatal

Aqila Cikal Ariyanto, Ardian Dwi Kurnia - detikJateng
Minggu, 05 Jan 2025 07:00 WIB
Ilustrasi dokter
Ilustrasi dokter. Foto: Getty Images/iStockphoto/eggeeggjiew
Solo -

Jangan sepelekan rasa cemas. Jika disimpan terlalu lama, kecemasan berpotensi menjadi depresi hingga mengganggu kesehatan mental. Berikut penjelasan pakar, relawan, hingga penyintas tentang kesehatan mental.

Dosen Fakultas Psikologi UNS Solo, Dian Kusuma Hapsari, M.Psi, mengatakan ada banyak jenis gangguan kesehatan mental. Di antaranya kecemasan dan depresi yang biasa dialami orang muda.

Menurutnya, faktor gangguan mental dapat berasal dari ketidakseimbangan hormon, kerusakan saraf, faktor genetik, konflik sosial-keluarga, hingga soal tuntutan akademis atau pekerjaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Salah satu dosen kami pernah mengadakan survei, diterbitkan dalam artikel publikasi. Yang paling tinggi dialami oleh mahasiswa di UNS adalah kecemasan, lalu depresi. Ketika ditumpuk atau dipendam dalam waktu lama dapat memicu gangguan kesehatan mental," kata Dian (31) kepada detikJateng di Ruang Unit Layanan Psikologi (Ulapsi) UNS, Rabu (16/10/2024).

Artikel atau jurnal yang dimaksud berjudul 'Deteksi Dini Prevalensi Gangguan Kesehatan Mental Mahasiswa di Perguruan Tinggi' karya Arif Tri Setyanto dkk dari Program Studi Psikologi UNS, terbit di jurnal Wacana Vol 15, No 1, Januari 2023.

ADVERTISEMENT

Jurnal itu mengungkap temuan Medical Center di salah satu perguruan tinggi. Disebutkan bahwa terdapat 115 kasus gangguan kesehatan pada klien berusia 21-23 tahun dalam kurun 2016-2019, dengan depresi dan gangguan kecemasan menjadi masalah psikologis tertinggi.

"Sebanyak 29% (33 mahasiswa) mengalami gangguan kecemasan, 25% (29 mahasiswa) mengalami depresi dalam rentang ringan hingga berat, serta gangguan kesehatan mental lainnya yang berdampak pada kehidupan akademik mahasiswa," tulis jurnal tersebut, dikutip detikJateng pada Selasa (22/10/2024).

Tips Menjaga Kesehatan Mental

Dian juga menjelaskan tips menjaga kesehatan mental. Berikut di antaranya:

1. Aspek fisik

Makan secara teratur, makan bergizi, istirahat cukup, mengonsumsi multivitamin bila diperlukan. Dian bilang, ada benarnya pepatah Mens Sana in Corpore Sano yang berarti 'di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat'.

2. Segi emosi

Perlu memiliki cara yang sehat dalam mengekspresikan emosi. Menurut Dian, rasa marah, stres, sedih, dan kecewa adalah hal yang wajar.

3. Rekreasi

4. Lingkungan Suportif

Maksudnya, memiliki teman cerita yang baik atau menyibukkan diri dengan bergabung organisasi maupun komunitas.

5. Aspek spiritual

Aspek spiritual tidak hanya soal ibadah, tapi juga dalam hal memaknai nilai budaya di kehidupan, termasuk nilai agama, bisa menjadi salah satu cara untuk menjaga kesehatan mental.

Tips Mencegah Orang Bunuh Diri

Sebagian kasus bunuh diri yang terjadi belakangan ini juga berkaitan dengan masalah kesehatan mental. Menurut Dian, berikut tips yang bisa dilakukan seseorang untuk mencegah penyintas masalah kesehatan mental agar tidak sampai melakukan hal yang fatal.

1.Cek pemahaman diri mengenai gangguan kesehatan mental

Tujuannya untuk mengetahui kesiapan diri, apakah sudah siap untuk membantu atau masih perlu belajar. Jika merasa sudah siap, dapat dimulai dengan membuka obrolan yang tidak langsung menjurus pada permasalahan si penyintas.

2. Tanyakan situasi personal secara santai

Membuka obrolan dengan pertanyaan tidak langsung. Misalnya, melibatkan pengalaman pribadi atau soal keluhan tentang kehidupan. Obrolan ini memungkinkan seseorang yang berencana bunuh diri menjadi lebih terbuka untuk berkomunikasi.

3. Jangan menghakimi

Sebaiknya lebih banyak mendengar tanpa menghakimi. Bisa juga mencoba menghibur dengan mengajak bermain.

4. Berbagi dengan orang terdekat

Tidak perlu memaksakan diri. Cobalah untuk berbagi dengan orang lain yang terpercaya.

5. Hubungi Tenaga Profesional

Berikan informasi mengenai tenaga profesional kepada yang membutuhkan. Sarankan untuk pergi ke psikolog atau psikiater.

Kisah Penyintas Konsultasi-Berobat Pakai BPJS

Penyintas masalah kesehatan mental bisa konsultasi hingga berobat secara gratis menggunakan layanan BPJS Kesehatan. Berikut kisah salah seorang penyintas, sebut saja namanya Bunga (21) asal Kabupaten Boyolali yang rutin ke psikiater sejak 2021.

Sering dirundung masalah fisik, Bunga mengaku kesehatan mentalnya menurun pada 2018. Dia juga memiliki trauma masa kecil karena kondisi orang tuanya. Imbasnya, kesehatan fisiknya memburuk pada 2021. Gejalanya seperti pusing, mual, sesak, dan gemetar tiba-tiba ketika stres menumpuk.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Bunga disarankan berobat ke psikiater oleh temannya yang kuliah di jurusan psikologi di UGM dan UMS. Awalnya dia sempat ragu karena khawatir bakal keluar banyak biaya.

"Ternyata gratis, di-cover BPJS Kesehatan 100 persen. Awalnya sering curhat sama teman yang di jurusan psikolog. Nah, temanku menemukan channel hotline RS itu ada telekomunikasi gratis," kata Bunga saat ditemui detikJateng di Kota Solo, Selasa (15/10/2024).

Setelah mencoba konsultasi dan mengonfirmasi hal tersebut, selanjutnya Bunga diarahkan ke Puskesmas terlebih dahulu.

Sekitar setahun Bunga menjalani rawat jalan oleh psikiater, dengan konsultasi sebulan sekali di salah satu rumah sakit umum (RSU) di Boyolali. Namun, pada akhir 2022, kondisinya sempat drop.

Kini Bunga harus ke psikiater dua minggu sekali dan mendapat suntikan supaya lebih tenang. Dia juga rutin mengonsumsi obat dari dokter setiap hari.

Drop Usai Dipaksa Menikah

Kesehatan mental Bunga terguncang karena keluarganya memaksa dia menikah dengan lelaki yang tidak dia cintai. Bunga pun sempat berhenti minum obat, kondisinya tidak stabil dan memburuk, hingga dirawat di RSJD pada Agustus 2024 selama 10 hari.

Selama di RSJD, Bunga mengaku mendapat layanan yang sangat baik. Dia bisa mencurahkan isi hatinya kepada dokter dan suster. Ada juga waktu untuk bermain bersama hingga karaoke. Menu makanan yang sangat enak, juga membuat dirinya rileks.

Pada tiga hari pertama, kondisinya sudah membaik (tidak panik atau bingung lagi). Kebetulan dokter yang menangani di RSJD sama dengan yang di RSU. Sehingga Bunga kemudian bisa kontrol rutin ke dua RS tersebut. Rencana pernikahan yang digelar pada November 2024 itu akhirnya dibatalkan.

Curhat ke Psikolog

Selain rutin berobat ke psikiater, Bunga juga curhat ke temannya yang kuliah di jurusan psikologi, serta menggunakan layanan psikologi online melalui aplikasi Halodoc.

"Karena temanku ada yang (kuliah) psikologi jadi aku memanfaatkan mereka buat sharing. Psikolog lebih ngasih saran dan masukan. Nge-bounding diri supaya aku nggak ngerasa sendiri. Sementara, psikiater kasih obat penenang dan injeksi," kata Bunga.

Bunga juga mengaku pernah bertanya soal hipnoterapi. Namun, dokter mengatakan ia sudah berada di fase stres yang tinggi, sehingga lebih memerlukan obat.

Sekarang kondisi Bunga jauh lebih baik. Dia masih rutin menjalani rawat jalan di psikiater dan mengonsumsi obatnya.

"Memiliki teman yang sefrekuensi, bisa mengerti keadaan kita akan sangat membantu dalam proses pemulihan," kata Bunga mengungkapkan caranya bertahan dari segala masalah yang dihadapinya.

"Berada di lingkungan yang sehat dan mendukung, mempengaruhi perkembangan seseorang. Banyakin aktivitas di luar, jangan mengurung diri. Jika terjadi sesuatu segera mencari bantuan atau bergabung dalam komunitas yang dapat membantu," pungkasnya.

Cerita ke Kawan Dengar Unnes

Berbagai pihak gencar mengkampanyekan soal kesehatan mental, salah satunya adalah Komunitas Kawan Dengar Universitas Negeri Semarang (Unnes).

Didirikan mahasiswa Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan dan Psikologi Unnes pada 10 Mei 2019 dan sempat vakum, Kawan Dengar Unnes kembali aktif menggelar kegiatan konseling sebaya dan edukasi tentang kesehatan mental sejak 10 Oktober 2022.

Ketua Kawan Dengar, Adhim Saputra, mengatakan berdirinya komunitas Kawan Dengar berawal dari mata kuliah dasar-dasar konseling dan psikoterapi di Unnes yang menugaskan mahasiswa mencari klien dengan permasalahan yang sudah ditentukan.

"(Selain mencari klien) Menyikapi juga kejadian bunuh diri yang waktu itu sempat viral. Terus akhirnya aku sama teman-teman menggali ide dan tercetus tagline Semua Cerita Layak Didengar," kata Adhim saat ditemui detikJateng, Senin (14/10/2024).

Adhim dan teman-temannya di Kawan Dengar menjadikan komunitas itu sebagai tempat konseling dan layanan curhat. Dia menyebut tak semua orang memiliki ruang aman untuk bercerita sehingga Kawan Dengar hadir untuk memberikan ruang itu.

Adhim mendefinisikan konseling sebaya sebagai layanan konseling dengan konselor dan klien yang seumuran, rentang usianya 17-23 tahun. Dia menekankan konseling sebaya ini sebagai sarana memecahkan masalah bersama, bukan sekadar tempat meminta saran.

"Apa yang jadi masalahmu, kita diskusikan dan cari solusinya bareng-bareng," ujar Adhim.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Meskipun para konselor sebaya ini masih mahasiswa, mereka sudah tersertifikasi setelah mengikuti serangkaian pembekalan dan pelatihan dari psikolog. Selain itu juga ada supervisi dari dosen.

"Konseling itu kita ada tekniknya, tata caranya, tingkah lakunya harus seperti apa, dan ada intervensi yang kita ajarkan berdasarkan refleksi dari dirinya (klien) sendiri," ucap Adhim.

Kawan Dengar Unnes digerakkan oleh puluhan pengurus dan ratusan relawan dengan dua program utama, yaitu konseling sebaya dan edukasi kesadaran (awareness) kesehatan mental. Mereka gencar mengedukasi tentang isu kesehatan mental di lingkungan Unnes hingga ke ruang publik seperti CFD Simpang Lima Semarang.

"Kawan Dengar punya pengurus 30-50 orang yang sudah ada surat tugasnya. Kita juga punya volunteer dalam acara campaign mencapai 400-an orang, terdiri dari angkatan 2022 dan 2023," ungkap Adhim.

Mereka juga sering membuka booth dengan beberapa kegiatan yang berkaitan dengan kesehatan mental. Ada berbagai kegiatan di booth Kawan Dengar seperti negative fire, blind hug, give and take emotion, hingga sticky notes untuk orang lain.

Kawan Dengar juga aktif mengampanyekan isu kesehatan mental di dunia maya. Mereka rutin mengunggah konten-konten tentang kesehatan mental di X dan Instagram serta punya anggota yang khusus menanggapi keluhan mahasiswa di media sosial.

"Kita memasifkan di X, biasanya di Unnes Menfess itu ada (unggahan) 'ness lagi pusing banget, pengen cerita tapi bingung ke siapa', itu ada tim yang harus komen, 'bisa loh cerita ke kita'. Kalau di Instagram kurang lebih sama, biasanya di (akun) Pesan Unnes ada (unggahan) yang seperti itu dan kita harus komen," ungkap Adhim.

Koordinator Konselor Kawan Dengar, Dhita Suparmi menjelaskan layanan konseling sebaya dari Kawan Dengar bisa diakses gratis oleh mahasiswa dan masyarakat umum dengan rentang usia 17-23 tahun.

Cara mendaftarnya mudah, hanya dengan klik tautan yang ada di bio Instagram Kawan Dengar. Dalam satu sesi, klien bisa dilayani oleh konselor dengan durasi 1-1,5 jam.

Dhita menyebut konseling sebaya ini bisa dilakukan maksimal tiga kali. Alasannya agar tidak menimbulkan ketergantungan antara klien dengan konselor serta menghindari kepentingan lain di luar konseling.

Namun Dhita juga menyadari masalah klien tak selalu rampung setelah sesi ketiga. Sehingga, ada beberapa opsi lanjutan yang disarankan kepada klien seperti merujuk ke psikolog jika permasalahannya dirasa berat dan terdapat unsur-unsur klinis.

Konseling di Kawan Dengar bisa dilakukan online via Zoom dan offline atau bertemu di Fakultas Psikologi Unnes. Jadwal konselingnya setiap Senin-Jumat, maksimal sampai pukul 20.00 WIB. Jika ada permintaan konseling yang masuk lebih dari waktu yang ditentukan, mereka tetap menanggapi lewat media sosial dengan memberi pengertian.

"Pernah ada yang menghubungi admin bilang 'aku butuh banget' itu jam 11 malam. Kita tetap membalas dengan memberikan penguatan dulu dengan menyampaikan kalau kita memahami kondisi dia dan meminta dia bercerita dulu. Setelah dia bercerita, admin kemudian menyampaikan bahwa kami memahami permasalahan kamu tapi mohon maaf kami minta pengertian dari kamu kalau kita open layanan itu besok," ucap Adhim.

Kawan Dengar bisa menangani 15-30 klien setiap bulan. Mereka tahu ada Kawan Dengar dari media sosial dan dari mulut ke mulut. Adhim bercerita jika dirinya paling sering menangani klien yang punya hubungan asmara tidak sehat seperti pacar yang mengekang kebebasan hingga melakukan kekerasan fisik.

"Toxic relationship itu dimulai dari pasangan yang posesif, mengekang, hingga membuat kebebasan klien-klienku ini terkunci. Aku punya empat klien, cewek semua, itu semua punya pengalaman kekerasan dari pasangannya," jelasnya.

Dhita menjelaskan bahwa melepaskan diri dari hubungan yang tidak sehat itu tak tidak mudah. Banyak stimulus yang dilakukan pelaku untuk menjebak korban agar tetap bertahan.

Sehingga untuk bisa lepas dari hubungan yang toxic, ujar Dhita, seseorang harus punya kesadaran dan kemauan besar untuk mengakhiri hal itu. Setelahnya, disarankan datang ke psikolog atau layanan konseling untuk mencari solusi bersama dengan konselor.

"Kan bisa dikatakan bahwa kognitif atau otaknya dia sudah bermasalah karena sudah di-brainwash, itu kalau dalam sesi konseling atau sama psikolog bisa pakai teknik cognitive behaviour therapy, untuk mengarahkan kognitifnya menjadi lebih positif lagi," tutur Dhita.

Ruang aman untuk bercerita penting dimiliki setiap orang. Adhim juga pernah menangani klien yang sudah melakukan percobaan bunuh diri karena tak punya tempat bercerita.

Saat itu, mahasiswa yang kini menjadi klien Adhim sudah berusaha mengutarakan keinginannya untuk bunuh diri kepada teman-temannya, namun respons dari teman-temannya terkesan meremehkan. Dia yang sudah memiliki kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri itu akhirnya benar melakukan percobaan bunuh diri.

Beruntungnya kejadian tersebut diketahui oleh teman satu kosnya dan dia bisa diselamatkan ke puskesmas setempat. Setelahnya, mahasiswa itu melakukan sesi konseling dengan Kawan Dengar dan Adhim menyebut si klien merasa cukup puas.

Artikel ini ditulis Aqila Cikal Ariyanto dan Ardian Dwi Kurnia peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.

Halaman 2 dari 3
(dil/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads