Wanita yang melapor menjadi korban pemerkosaan di Kota Solo tahun 2017 lalu, A (39), ingin menemui Komisi III DPR RI. Ia ingin mengklarifikasi peristiwa yang terjadi dari perspektifnya.
Pasalnya, kasus yang sudah lama ditutup itu mencuat kembali usai mantan suami A, Y, hadir dalam RDPU Komisi III, Kamis (19/12) lalu. Y mengadu jika kasus dugaan pemerkosaan yang menimpa istrinya mandek.
Kuasa hukum A, Muhammad Arnaz mengatakan, pihaknya ingin masalah ini benar-benar selesai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya sebagai kuasa hukum akan mengajukan permohonan ke Komisi III supaya A bisa menyampaikan keluh kesahnya, atau apa yang sebenarnya terjadi. Dan kita minta supaya dipertemukan, sebenarnya apa yang terjadi, biar benar-benar nyata yang terjadi itu apa. Apakah benar beliau itu disekap, anak kecil itu harus memperagakan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan," kata Arnaz saat konferensi pers kepada awak media di suatu tempat di Kecamatan Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jumat (27/12/2024).
Karena Komisi III telah menghadirkan Y, dia berharap permohonannya bisa diterima. Sehingga A bisa melakukan klarifikasi.
"Harusnya Komisi III juga welcome mendengar keluh kesahnya Mbak A, biar ini benar-benar clear. Biar beritanya tidak satu pihak. Jadi biar tahu apa yang terjadi dengan Saudara Y, dan Mbak A ini, apa yang sebenarnya terjadi. Laporan itu benar ada, tapi hal yang terjadi tidak ada. Karena A waktu itu melapor dalam kondisi tertekan," ucapnya.
Dia mengatakan, Y dan A sudah bercerai sejak tahun 2018 lalu. Tahun itu menjadi terakhir komunikasi keduanya, termasuk A dengan anaknya yang juga ikut dilibatkan dalam kasus ini, berinisial K (12).
Dalam laporan kasus itu, A dan K diminta Y untuk membuat laporan palsu ke pihak kepolisian, dengan dugaan kasus pemerkosaan yang dilakukan oleh D.
A pun buka suara, dan menyerang balik mantan suaminya itu. "Si Y, memang maaf, selain temperamental dan cemburuan, sewaktu bersama saya juga pemakai narkoba aktif. Jadi kita nggak tahu ya, kan polisi membutuhkan bukti bukan halusinasi," kata A.
Meminta Hak Asuh
Usai bercerai, K saat ini bersama ayahnya. Bahkan dalam rapat RDPU Komisi III, Y mengajak K. Disebut Y, putranya diminta melakukan adegan seks, padahal saat itu K masih berusia 5 tahun.
"Penyampaiannya untuk ada reka adegan sedemikian rupa itu, anak K dan yang bersangkutan, K tidak bisa melakukan adegan itu. Karena dia tidak pernah melihat ibunya, tidak pernah melihat sesuatu yang seperti dituduhkan ayahnya. Dan saat itu, anak saya masih TK, dia harus mengerti masalah-masalah orang dewasa. Jadi saya menyangkan ke psikis anak saya. Saya minta tolong anak saya untuk diselamatkan dari orang seperti itu," kata A.
Selama 7 tahun ini, A mengaku sudah tidak bertemu putranya. Dia meminta hak asuh K diberikan kepada dia. Hal itu juga yang ingin dia sampaikan ke Komisi III DPR RI.
"Kalau diizinkan, untuk izin hak asuh kembali ke saya. Dia bisa menjadi anak kecil yang selayaknya, bermain, bersekolah, tidak mengikuti masalah orang dewasa," pungkasnya.
Baca berita selanjutnya di halaman berikut
Laporan Palsu
Diberitakan sebelumnya, A mengatakan, ia diminta membuat laporan pemerkosaan, dan anaknya mengalami pelecehan seksual.
"Kasus pemerkosaan itu sama sekali tidak terjadi. Saya dipaksa untuk membuat laporan palsu, sedangkan tidak pernah terjadi sesuatu kepada saya dan anak saya. Jadi itu hanya rasa kecemburuan suami saya kepada si D," kata dia.
"Setelah polisi melaksanakan tugasnya, tahap pembuktian tidak ada, saya divisum segala macam tidak terbukti, anak saya juga tidak terbukti, saya datang ke polisi untuk menutup kasus ini. Saya harus pindah luar kota, karena saya pikir kasus ini sudah tertutup. Saya mencabut kasus ini tidak ada paksaan, saya sendiri yang mencabut perkara ini karena 2017 sudah selesai," pungkasnya.
Kata Kapolresta Solo
Diberitakan sebelumnya, Kapolresta Solo, Kombes Iwan Saktiadi, membenarkan adanya laporan dugaan pemerkosaan tersebut pada tahun 2017. Pelapor kasus tersebut A, yang saat itu berstatus istri dari Y.
"Perlu kami jelaskan pada kesempatan ini bahwa kejadian itu dilaporkan 2017, sekitar bulan Oktober 2017, di mana pelapor saat itu melaporkan ke Polresta Solo mengenai adanya dugaan pencabulan," kata Iwan saat ditemui di sela peninjauan Gereja Katolik Santo Petrus, Jalan Slamet Riyadi, Purwosari, Solo, Minggu (22/12).
Kemudian pada November 2017, A mencabut laporannya di Polresta Solo. Menurutnya, laporan tersebut dicabut lantaran kasus tersebut tidak ada.
"Yang terpenting adalah pada penghujung perkara tersebut atau penghujung laporan tersebut saudari A, saudari A yang berstatus sebagai pelapor saat itu pada bulan November 2017 mencabut laporannya, atas laporan terdahulu dugaan pemerkosaan atau pencabulan terhadap Polresta Surakarta dengan alasan bahwa itu merupakan paksaan," tegasnya.
"Jadi sekali lagi yang perlu kami tekankan di sini, bahwa perkara itu sudah selesai secara hukum. Saya ulangi, perkara itu sudah selesai secara hukum pada tahun 2017 di mana berjarak 1,5 bulan pada laporan awal," jelas Iwan.
Hasil RDPU di Komisi III
Dilansir detikNews, aduan soal mandeknya kasus pemerkosaan itu pun didengarkan dalam RDPU yang membahas penanganan kasus ekerasan seksual di ruangan Komisi III DPR RI, Kamis (19/12). Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang memimpin RDPU berjanji menindaklanjuti aduan ini.
"Komisi III DPR RI meminta Kapolda Jawa Tengah untuk segera menindaklanjuti Surat Pengaduan Nomor STB/391/X/2017Reskrim tertanggal 3 Oktober 2017 terkait kasus kekerasan seksual dengan korban Sdri. ADW dan Sdr. KDY," demikian rekomendasi rapat Komisi III DPR RI itu.