Apa Itu Darurat Militer di Korea Selatan? Ini Sejarah dan Penyebab Penetapannya

Apa Itu Darurat Militer di Korea Selatan? Ini Sejarah dan Penyebab Penetapannya

Ulvia Nur Azizah - detikJateng
Rabu, 04 Des 2024 15:04 WIB
South Koreans hold signs reading
Ilustrasi protes warga akibat darurat militer Korea Selatan. Foto: AP/Lee Jin-man
Solo -

Dunia dibuat penasaran dengan apa itu darurat militer di Korea Selatan yang terjadi pada Selasa, 3 Desember 2024, malam. Bagaimana tidak, peristiwa tersebut menuai protes besar dari masyarakat Korea Selatan dan menjadi pembahasan hangat di internet.

Dilansir detikNews, peristiwa darurat militer di Korea Selatan pada Desember 2024 terjadi ketika Presiden Yoon Suk Yeol mendeklarasikan status darurat militer dengan dalih melindungi negara dari ancaman 'kekuatan antinegara' dan 'komunis', serta menuding partai oposisi melumpuhkan fungsi pemerintahan.

Deklarasi yang diumumkan pada malam 3 Desember ini memicu respons keras, termasuk protes besar-besaran oleh masyarakat dan penolakan dari Majelis Nasional. Namun kurang dari enam jam, status darurat militer dicabut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk mengetahui apa itu darurat militer yang terjadi di Korea Selatan, detikJateng menghimpun informasi dari New York Times dan The Washington Post. Mari simak pembahasan lengkapnya berikut ini!

Apa Itu Darurat Militer di Korea Selatan?

Darurat militer di Korea Selatan adalah mekanisme konstitusional yang memungkinkan presiden memobilisasi kekuatan militer untuk menjaga keselamatan dan ketertiban publik dalam situasi darurat, seperti perang atau ancaman besar terhadap keamanan nasional. Deklarasi ini memberi wewenang pada pemerintah untuk membatasi hak-hak dasar, seperti kebebasan berkumpul, kebebasan berbicara, dan kebebasan pers. Selain itu, darurat militer memungkinkan pengendalian terhadap kegiatan politik dan penerapan hukum militer di wilayah yang terdampak.

ADVERTISEMENT

Namun, penerapan darurat militer sering kali menimbulkan ketegangan politik dan sosial yang signifikan. Di Korea Selatan, sejarah kelam penerapan darurat militer pada masa lalu, seperti saat era kediktatoran militer pada tahun 1980, meninggalkan trauma kolektif. Kala itu, protes damai di Gwangju untuk menuntut demokrasi berujung pada kekerasan brutal oleh pasukan khusus, menewaskan ratusan warga sipil. Dampak dari darurat militer mencakup pelanggaran hak asasi manusia, ketegangan politik yang akut, dan kemerosotan kepercayaan terhadap pemerintah.

Meski hanya berlangsung beberapa jam, pengumuman darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada Desember 2024 menunjukkan betapa sensitifnya isu ini di Korea Selatan. Reaksi keras dari masyarakat dan parlemen yang menuntut untuk segera mencabut keputusan tersebut menggarisbawahi betapa masyarakat Korea Selatan menghargai demokrasi yang telah diperjuangkan selama beberapa dekade terakhir. Selain mengguncang stabilitas politik, tindakan ini memicu seruan untuk pengunduran diri presiden, mencerminkan dampak besar keputusan semacam itu terhadap kredibilitas pemimpin.

Sejarah Darurat Militer di Korea Selatan

Darurat militer di Korea Selatan memiliki sejarah panjang yang kelam, terutama selama era kediktatoran militer. Salah satu peristiwa yang paling dikenang adalah Pembantaian Gwangju pada Mei 1980. Kala itu, Presiden Chun Doo-hwan, yang baru mengambil alih kekuasaan melalui kudeta militer, menerapkan darurat militer untuk menekan gerakan pro-demokrasi.

Ribuan demonstran yang sebagian besar adalah mahasiswa berkumpul di Gwangju menuntut kebebasan dan demokrasi. Pemerintah merespons dengan kekerasan brutal dan mengirimkan pasukan khusus untuk membubarkan aksi tersebut. Akibatnya, ratusan warga sipil tewas, dan ribuan lainnya terluka

Peristiwa ini menjadi simbol kekejaman rezim militer dan menciptakan trauma kolektif yang membayangi Korea Selatan hingga saat ini. Namun, tragedi Gwangju juga menjadi titik balik yang mendorong transisi negara tersebut menuju demokrasi pada akhir 1980-an. Ketika sistem demokrasi mulai mapan, penerapan darurat militer tidak pernah lagi dilakukan, hingga akhirnya deklarasi serupa muncul kembali pada Desember 2024 oleh Presiden Yoon Suk Yeol.

Kronologi Darurat Militer Korea Selatan Desember 2024

Pada 3 Desember 2024, Presiden Yoon Suk Yeol mengejutkan Korea Selatan dengan pengumuman darurat militer melalui siaran langsung televisi pada pukul 23.00 waktu setempat. Ia menuduh partai oposisi yang mendominasi Majelis Nasional melakukan kegiatan 'antinegara' yang mengancam demokrasi bebas. Yoon mengangkat Jenderal Park An-Su sebagai komandan darurat militer, yang segera melarang seluruh aktivitas politik, demonstrasi, serta mengendalikan media dan publikasi.

Pengumuman ini segera memicu protes besar-besaran. Ribuan warga Korea Selatan berbondong-bondong ke Majelis Nasional di Yeouido untuk menuntut penghentian darurat militer. Di tengah dinginnya malam, mereka meneriakkan "Hentikan darurat militer!" dan bahkan menghalangi kendaraan militer yang berusaha masuk ke area parlemen.

Sementara itu, para anggota parlemen, termasuk dari partai Yoon sendiri, dengan tergesa-gesa mengadakan sidang darurat. Beberapa bahkan harus memanjat jendela untuk memasuki ruang sidang yang dikelilingi oleh polisi dan demonstran.

Pada pukul 04.30 pagi waktu Korea Selatan, kurang dari enam jam setelah deklarasi, Yoon mencabut darurat militer setelah parlemen dengan suara mayoritas memutuskan untuk membatalkannya. Langkah ini memperlihatkan kekuatan demokrasi Korea Selatan, di mana parlemen dan rakyat berhasil menghentikan langkah presiden yang dianggap berlebihan. Meski singkat, deklarasi ini mencoreng citra Yoon dan memicu seruan publik yang menuntutnya untuk mengundurkan diri.

Penyebab Status Darurat Militer di Korea Selatan

Deklarasi darurat militer oleh Presiden Yoon Suk Yeol tidak lepas dari latar belakang konflik politik yang memanas antara pemerintah dan oposisi. Oposisi yang mendominasi Majelis Nasional telah lama berselisih dengan presiden terkait berbagai isu, termasuk anggaran negara dan mosi pemakzulan terhadap pejabat pemerintah. Frustrasi Yoon memuncak ketika ia merasa bahwa pemerintahannya 'dilumpuhkan' oleh oposisi yang ia tuduh melakukan kegiatan 'antinegara', meskipun tuduhan ini tidak disertai bukti yang jelas.

Selain itu, tekanan dari dalam partai dan penurunan popularitas Yoon, yang hanya mencapai 17% pada saat deklarasi, menambah beban politiknya. Dengan tindakan ini, Yoon tampaknya ingin menunjukkan kekuatan dan mengendalikan situasi, tetapi langkahnya justru berakhir sebagai bumerang. Reaksi cepat parlemen dan rakyat menunjukkan bahwa masyarakat Korea Selatan tidak akan mentoleransi upaya apa pun yang mengancam prinsip-prinsip demokrasi yang telah mereka perjuangkan selama beberapa dekade.

Sampai di akhir pembahasan ini, apakah detikers sudah memahami apa itu darurat militer di Korea Selatan yang baru-baru ini terjadi? Semoga penjelasan di atas bermanfaat!




(par/ams)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads