Fase paroksismal yang terjadi pada saat gunung meletus menjadi sebuah fenomena alam yang mungkin tidak banyak diketahui oleh setiap orang. Padahal paroksismal gunung meletus memberikan dampak yang begitu dahsyat, sehingga mari mengenal secara lebih dekat dengan istilah tersebut melalui paparan berikut.
Saat terjadinya gunung meletus, terdapat sejumlah fase yang akan terjadi dalam kurun waktu tertentu. Salah satunya adalah fase paroksismal yang menunjukkan ciri khusus hingga mampu menghasilkan dampak yang cukup dahsyat. Hal inilah yang membuat setiap orang perlu untuk mewaspadai adanya fase paroksismal saat gunung meletus.
Lantas seperti apa gambaran paroksismal pada gunung meletus yang perlu untuk diketahui oleh setiap orang? Temukan penjelasannya berikut ini, ya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengenal Istilah Paroksismal Gunung Meletus
Mengutip dari buku 'Mitigasi Bencana' karya Muh Natsir Abduh, dkk., istilah paroksismal merupakan sebuah fase yang terjadi saat letusan gunung terjadi. Fase ini sering kali terjadi setelah fase awal gunung meletus dimulai.
Sementara itu, dijelaskan dalam jurnal 'Ancaman Bahaya Letusan Gunung Api Skala Besar dan Monogenesis di Indonesia' karya Dr Ir Sutikno Bronto dan Robby Setianegara, dijelaskan bahwa paroksismal biasanya disebut juga dengan kolosal. Istilah tersebut merujuk pada letusan gunung api berskala besar.
Adapun letusan gunung api dengan skala besar pernah terjadi di Indonesia. Dikatakan bahwa pada tahun 1815 silam letusan gunung api berskala besar pernah terjadi di Gunung Tambora yang terletak di Nusa Tenggara Barat (NTB). Kemudian letusan gunung api berskala besar juga sempat berlangsung di Gunung Krakatau di tahun 1883 lalu.
Selain dikenal sebagai istilah fase dalam gunung meletus, paroksismal juga dikenal sebagai sebuah letusan. Inilah yang membuat istilah letusan paroksismal atau ledakan paroksismal sering kali disebutkan saat terjadinya fenomena gunung meletus.
Seperti diungkap dalam laman Frontiers, bahwa letusan paroksismal adalah sebuah fenomena alam yang dianggap paling spektakuler dan mampu memberikan dampak yang luar biasa. Tidak hanya dalam skala lokal saja, tetapi efek dari letusan paroksismal ini juga dapat dirasakan oleh daerah yang jauh.
Oleh sebab itu, letusan paroksismal menjadi salah satu fenomena yang difokuskan dalam sejumlah penelitian. Banyak peneliti yang memiliki ketertarikan untuk mengetahui penyebab atau pemicu yang membuat letusan paroksismal bisa terjadi.
Ciri-ciri Letusan Paroksismal Gunung
Terdapat ciri-ciri yang menunjukkan terjadinya fase paroksismal atau letusan paroksismal. Seperti yang telah diungkap sebelumnya, paroksismal dikenal sebagai sebuah fenomena alam yang begitu dahsyat. Inilah yang membuat ciri letusan paroksismal melibatkan peristiwa yang luar biasa.
Merujuk dari jurnal 'Klasifikasi gunung api aktif Indonesia, studi kasus dari beberapa letusan gunung api dalam sejarah' yang ditulis oleh Indyo Pratomo, diungkap bahwa letusan besar atau letusan paroksismal melibatkan muntahnya material berupa piroklastika dan aliran lava. Hal tersebut terjadi saat erupsi Gunung Agung yang terjadi pada tahun 1963 silam.
Tidak hanya itu saja, ciri letusan paroksismal juga ditandai dengan kolom asap yang membentuk cendawan hingga mampu mencapai ketinggian 10 km di atas kawah gunung yang meletus. Bahkan ada ciri yang ditunjukkan oleh letusan paroksismal sebelum dan sesudahnya.
Masih didasarkan pada kejadian letusan Gunung Agung, sebelum terjadi letusan paroksismal, terbentuk lelehan lava yang memenuhi kawah dari gunung tersebut. Bahkan hujan lahar juga terjadi, baik selama letusan paroksismal berlangsung hingga setelah fenomena alam tersebut terjadi.
Ciri letusan paroksismal juga dapat dilihat pada munculnya awan panas. Dijelaskan bahwa awan panas yang dihasilkan dari letusan tersebut dapat terbentuk bersamaan dengan letusan lain, misalnya saja magmatik maupun freatomagmatik.
Dampak Letusan Paroksismal Gunung
Lantas seberapa besar dampak yang dihasilkan oleh letusan paroksismal saat terjadinya gunung meletus? Sri Mulyaningsih dalam bukunya 'Pralaya 1006: Dari Perspektif Geo-Arkeologi' menjelaskan letusan paroksismal dapat memicu dampak yang sangat parah.
Bahkan letusan ini juga dapat menimbulkan korban jiwa. Hal tersebut dapat dilihat pada saat letusan Gunung Api Krakatau yang terjadi di tahun 1883 dan Gunung Api Tambora pada 1815 silam.
Kemudian masih merujuk dari jurnal yang sama, dikatakan bahwa letusan paroksismal juga dapat mengakibatkan perubahan pada area gunung itu sendiri. Dampak yang dihasilkan dari letusan tersebut mampu merusak bagian puncak gunung api hingga membentuk celah pada bibir kawahnya.
Bukan hanya itu saja, diungkap dalam buku 'Wisata Perjalanan Melintasi Sumbawa Yang Tak Pernah Dilupa' oleh Tempo Publishing, bahwa terjadinya letusan Gunung Api Tambora di tahun 1815 mampu memberikan efek yang begitu dahsyat. Selain menimbulkan korban jiwa hingga mencapai 10 ribu orang, peristiwa gunung meletus tersebut juga memicu dentuman paroksismal.
Dentuman tersebut bahkan bisa dirasakan oleh penduduk yang ada di Pulau Bangka dan Belitung. Seiring munculnya dentuman, turut terjadi gempa bumi yang dapat dirasakan oleh masyarakat yang ada Surabaya. Hal tersebut menunjukkan letusan paroksismal merupakan sebuah fenomena alam yang begitu dahsyat.
Demikian tadi sekilas penjelasan mengenai fase paroksismal pada gunung meletus beserta ciri dan dampaknya. Semoga informasi ini dapat menambah wawasan baru bagi detikes, ya.
(sto/apu)