Kisah Yusuf Tampung Bayi Telantar di Semarang, Sampai Punya KK 4 Lembar

Kisah Yusuf Tampung Bayi Telantar di Semarang, Sampai Punya KK 4 Lembar

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Minggu, 10 Nov 2024 16:33 WIB
Pembina Rumah Bayi Semarang, Yusuf Amri (49) di Rumah Bayi Semarang, Jalan Gayamsari, Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Minggu (10/11/2024).
Pembina Rumah Bayi Semarang, Yusuf Amri (49) di Rumah Bayi Semarang, Jalan Gayamsari, Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Minggu (10/11/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Tak semua bayi memiliki nasib mujur bisa dirawat orang tua dan keluarganya, ada pula bayi yang terancam ditelantarkan ibunya sendiri. Warga asli Semarang, Yusuf Amri (49) pun mendirikan Rumah Bayi Semarang untuk menampung para bayi malang itu.

Lokasi Rumah Bayi Semarang itu berlokasi di Jalan Gayamsari Selatan Raya, Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Terbentang banner bertulisan 'Rumah Bayi Semarang' di bagian temboknya.

Riuh suara bayi menyambut saat detikJateng berkunjung ke kediaman Yusuf yang juga jadi tempat bayi-bayi itu tinggal. Beberapa bayi tampak tengah menonton kartun di televisi yang disediakan di satu ruang, beberapa lainnya hendak tidur siang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Yusuf ternyata sudah tiga tahun ini mengelola lembaga sosial yang menaungi bayi-bayi malang itu. Tak cuma rumah bayi, Yusuf ternyata juga mengelola panti asuhan untuk anak-anak di atas usia tiga tahun.

"Sejak 2016 saya menolong anak SMA dalam keadaan hamil. Keluarganya mengusir dia, anak laki-lakinya tidak mau bertanggung jawab. Akhirnya saya tolong walaupun dia tidak selamat," kata Yusuf kepada detikJateng di Rumah Bayi Semarang, Minggu (10/1/2024).

ADVERTISEMENT

Yusuf pun merasa terpantik merawat ibu dan bayi tersebut. Dibantu sang istri, ia merawat ibu serta bayi tersebut, meski akhirnya nyawa bayi itu tak tertolong.

Rumah Bayi Semarang yang Yusuf dirikan bersama lima teman seperjuangannya saat mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren As Salam Solo, baru berdiri sekitar 2019. Saat itu ia membantu Asisten Rumah Tangga (ART) yang kehilangan pekerjaan sehingga kekurangan gizi saat mengandung.

Lambat laun, Yusuf juga membantu para perempuan dalam kondisi hamil yang tengah dilanda kesulitan atau mendapat penolakan dari keluarga. Bahkan, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) yang ia rawat dari saat hamil hingga melahirkan.

"Biasanya langsung saya rawat sebelum melahirkan. Jadi ibu-ibu hamil saya rawat di sini, saya harap anaknya itu bisa kembali ke keluarganya, tapi kalau nggak diterima nanti saya yang rawat," terangnya.

"Di sini sekarang sudah ada sekitar 40 (bayi yang dirawat), yang sudah kembali 7, yang sudah sekolah saat ini ada 1, ikut pondok pesantren," sambungnya.

Anak-anak yang tak diterima keluarganya itu pun dimasukkan dalam Kartu Keluarga (KK) Yusuf, bersama istri dan anaknya. Kini, ada 40 anggota keluarga yang terdaftar dalam KK sebanyak 4 lembar itu milik Yusuf.

"Kalau dulu biayanya dari kita sendiri pribadi, semampu kami di sini. Cuma alhamdulillah hampir satu tahun ini ada orang bantu sedikit. Sejak awal saya pernah mengajukan proposal ke mana-mana," jelasnya.

Pembina Rumah Bayi Semarang, Yusuf Amri (49) di Rumah Bayi Semarang, Jalan Gayamsari, Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Minggu (10/11/2024).Pembina Rumah Bayi Semarang, Yusuf Amri (49) di Rumah Bayi Semarang, Jalan Gayamsari, Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang, Minggu (10/11/2024). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Yusuf mengungkapkan di Rumah Bayi Semarang kini ada 21 bayi. Bayi termuda berumur 2,5 bulan sementara bayi tertua berumur 2 tahun. Bayi yang berumur lebih dari tiga tahun akan dipindahkan ke Panti Asuhan yang juga ia kelola.

Selain di Semarang, teman-teman seperjuangan Yusuf juga membuka Rumah Bayi di Kudus, Jogja, dan Bali. Ada enam bayi di Jogja, 29 bayi di Bali. Rumah Bayi Kudus masih dalam persiapan dan lebih sering membantu ibu-ibu hamil.

"Terus terang anggapan anak-anak ini di lingkungan ini masih ada istilah anak haram dan kadang belum bisa diterima. Dulu saya bawa ibu hamil ke sini juga belum bisa diterima masyarakat juga," terangnya.

Merawat puluhan bayi dan ibu hamil tentu bukan hal yang mudah. Ada banyak hal yang harus dipikirkan, mulai dari keterpenuhan gizi ibu dan bayi, gaji bagi tujuh pengasuh yang saling bergantian menjaga bayi di sana, serta pendidikan anak.

Yusuf sempat menghitung, dalam waktu satu bulan, kebutuhan bayi dan ibu menghabiskan dana sebesar Rp 33 juta. Selain untuk kebutuhan dasar, beberapa bayi juga memerlukan perawatan intensif hingga operasi jika sebelumnya si ibu sempat mengonsumsi pil atau berusaha mengaborsi bayi dalam kandungan.

Meski begitu, Yusuf yang kini bekerja di Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Semarang itu tetap setia merawat para ibu hamil dan bayi yang benar-benar membutuhkan. Yusuf pun mengungkap motivasinya bertahan mengelola rumah bayi itu.

"Mereka punya hak yang sama. Kalau saya lihat bayi yang telantar, dibuang hingga meninggal karena nggak diopeni (dirawat), saya nggak rela. Apa yang pernah saya lihat, saya nggak mau itu terulang lagi," ujar Yusuf sambil berurai air mata.

"Kadang tidak semua orang mau seperti ini (merawat bayi), tapi mereka (bayi) punya hak seperti kira. Saya kadang melihat mereka seperti anak saya sendiri," sambung Yusuf sambil sesekali menyeka air mata.

Selengkapnya di halaman berikut.

Tiap harinya, lanjut Yusuf, ia bisa menerima 2-3 telepon dari orang-orang yang meminta bantuan. Namun, ia tetap menyaring siapa saja pihak yang akan ia bantu. Yusuf tak ingin jika ada orang yang lebih membutuhkan jadi tak bisa mendapat bantuannya lantaran oknum yang hanya ingin mencoba lari dari tanggung jawab.

"Harapan saya aneh, kalau bisa saya ingin yayasan ini tutup. Karena itu kan berarti sudah tidak ada lagi anak yang seperti ini. Tapi saya lihat fenomenanya malah per hari makin banyak," jelasnya.

"Per hari saya bisa dapat telepon 2-3 orang ada yang hamil di luar nikah dan sebagainya. Tapi kita pilih, kita ingin yang ada kita rawat dan kita bisa memilih mana yang betul-betul perlu bantuan kami," sambungnya.

Yusuf mengaku sempat merawat anak berkebutuhan khusus di pantinya. Namun karena merasa belum memiliki ilmunya, Yusuf pun mengirim anak tersebut ke pondok pesantren inklusif.

"Alhamdulillah di Semarang ada pondok pesantren inklusif. Anak-anak kita kirim ke sana, dirawat di sana karena mereka yang punya ilmunya, tapi kebutuhannya dari sini. Panti asuhan nggak mengeluarkan uang sama sekali," paparnya.

Ia juga menyekolahkan anak-anak di atas tiga tahun ke sekolah tingkat Paud hingga Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau setingkat SMP, yang dikelola yayasannya. Hal itu dilakukan guna menghindari adanya perundungan yang terjadi di sekolah akibat anak-anak tersebut tak mengetahui orang tuanya.

Sebab, meski beberapa anak dirawat di Rumah Bayi Semarang karena tak diterima atau mendapat kekerasan dari keluarganya, ada pula bayi yang ditinggal begitu saja tanpa diketahui siapa orang tuanya. Yusuf pun berusaha menyelamatkan masa depan anak itu sambil berharap mereka bisa kembali ke keluarganya.

"Cita-cita kami itu ingin menyelamatkan hidupnya anak, menyelamatkan masa depan, dan menyelamatkan nasibnya. Harapannya mereka kembali ke keluarganya," jelasnya.



Hide Ads