Mengenang Peristiwa Kentong Gebyok di Klaten, Huru-Hara Ngeri Pasca-G30S PKI

Mengenang Peristiwa Kentong Gebyok di Klaten, Huru-Hara Ngeri Pasca-G30S PKI

Achmad Hussein Syauqi - detikJateng
Rabu, 23 Okt 2024 11:11 WIB
Jalan Jogja-Solo, Klaten saksi bisu aksi sepihak PKI 23 Oktober 1965 lalu.
Jalan Jogja-Solo, Klaten saksi bisu aksi sepihak PKI 23 Oktober 1965 lalu. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng.
Klaten -

Pada 23 Oktober 1965, di Kabupaten Klaten terjadi kekacauan sosial yang disebut peristiwa Kentong Gebyok. Huru-hara pascameletusnya G30S PKI yang ditandai dengan pemukulan kentongan titir (bertalu-talu) itu menyebabkan seratusan orang tewas, hilang, dan bangunan rusak.

"Kentong titir niku kulo ngerti. Kulo sekolah di STM ten Jogja ajeng bali mboten saget (Kentong titir itu saya ngerti. Saya saat itu sekolah di STM di Jogja mau balik tidak bisa)," kenang Maryadi (77) warga Desa Mlese, Kecamatan Ceper kepada detikJateng, Rabu (23/10/2024) siang.

Dengan bahasa Indonesia campuran Jawa, Maryadi mengisahkan peristiwa kentong gebyok itu terjadi sebulan setelah G30S PKI di Jakarta. Situasi saat itu mencekam karena muncul kentongan titir bersahutan sebagai tanda penyerangan ke desa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya mau ke Jogja ikut ujian sekolah tidak bisa, takut dicegat dan dipateni (dibunuh). Di kampung pada berjaga-jaga di pinggir jalan, kabarnya PKI mau nyerang desa-desa, arep dipateni kabeh (mau dibunuh semua)," tutur Maryadi.

Apalagi, sambung Maryadi, beberapa desa di sebelah timur banyak pengikut PKI meskipun di desanya tidak ada. Namum karena warga berjaga di pinggir desa, akhirnya aman dan tidak ada kejadian.

ADVERTISEMENT

"Jagi ten pinggir desa kabeh, mriki aman (jaga di pinggir desa, akhirnya aman). Mboten enten korban (tidak ada korban)," kata Maryadi.

Warga Ceper lainnya, Suyono (85) menceritakan karena situasi mencekam warga menjaga ketat masing-masing wilayah desanya. Di jalan Jogja-Solo banyak pohon ditebangi massa pro PKI.

"Jaga ketat, mboten sampai diserang. Wit gede-gede ditegori dipalangke ten dalan (pohon besar-besar di jalan pada ditebang dirobohkan di jalan)," ungkap Suyono yang rumahnya hanya berjarak 100 meter dari jalan Jogja-Solo.

warga lainnya yakni Dalimah (76). Saat geger kentong gebyok Dalimah membawa anaknya yang masih kecil mengungsi ke rumah tetangga yang lebih aman di tengah kampung. Sebab rumahnya ada di pinggir desa dan ada kabar mau diserang.

"Ajeng diserang, diserang ngoten king deso mriku. Do jogo-jogo awan bengi (mau diserang, diserang dari desa lain. Pada berjaga siang malam),'' tutur Dalimah.

Menurut Dalimah, di beberapa desa di Kecamatan Ceper kabarnya ada serangan dan penganiayaan oleh kelompok PKI. Namun sehari setelah itu orang pro PKI ditangkapi dan diarak.

"Kulo malah ndelok ten kidul desa do diarak, dibondo PKI ne. Mlaku digowo ten kelurahan (saya malah lihat di selatan desa pada diarak, diikat PKI nya dibawa ke balai desa)," katanya.

Warga Kecamatan Ngawen, Iyem (80) menceritakan awal Oktober1965 massa pro PKI sering kumpul dan menyanyikan lagu-lagu di timur desa. Namun setelah 23 Oktober 1965 suasananya berbeda.

"Setelah itu (kentong gebyok) suasananya berbeda. PKI yang dikabarkan mau menyerang ganti dicari dan ditangkapi," katanya kepada detikJateng.

Para aktivis dan pengurus PKI desa, kata Iyem, dicari massa dari desa lainnya yang anti PKI. Bahkan rumah orang tuanya sempat mau dibakar karena kakaknya dianggap aktivis PKI.

"Rumah mau dibakar tapi bisa dicegah sebab kakak saya sudah pergi. Di desa sebelah tokoh PKI dibunuh di utara desa, bahkan ada tokoh PKI yang semula membuat sumur untuk mengubur yang anti PKI akhirnya dikubur di lubangnya sendiri," jelas Iyem.

Dikutip detikJateng dari laman https//e-journal.usd.ac.id yang memuat penelitian Kuncoro Hadi dan FX Domini dari UNY dan UNIBRAW disebutkan kentong gebyok adalah gegeran pasca 1 Oktober 1965 tapi bersifat lokal Klaten yang memunculkan kekerasan pada 22-23 Oktober 1965.

Diawali pembekuan PKI tanggal 20 Oktober di Jawa Tengah yang kemudian diprotes PKI dengan pemogokan dan aksi sepihak di Klaten. Jumat 22 Oktober 1965 siang, puluhan pemuda pro PKI yang hendak merebut depo militer ditangkap.

Malam pukul 23.00 WIB, bunyi kentongan titir kentong gebyok menjadi penanda mulainya aksi massa PKI dengan melakukan sabotase penebangan pohon di jalan Jogja-Solo dari Prambanan sampai Delanggu. Aksi penculikan dan pembunuhan oleh massa pro PKI terjadi di Kecamatan Prambanan, Jogonalan, Ceper, Jatinom, dan Manisrenggo.

Tercatat akibat tragedi itu sebanyak 321 orang jadi korban penculikan, 168 korban pembunuhan, 33 korban penganiayaan, 22 orang hilang, 11.265 orang mengungsi dan 38 bangunan rusak dibakar. Setelah itu para pimpinan PKI melarikan diri.

Kemarahan massa pun tidak terhindarkan dengan mencari dan menangkapi orang pro PKI maupun yang dianggap berafiliasi dengan PKI. Tercatat 2.000 orang ditangkap, sekitar 5.000 orang komunis terbunuh sampai akhir Desember 1965.




(apl/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads