Perjuangan sengit mempertahankan tapal batas dilakukan oleh warga Kebumen saat Agresi Militer II Belanda di 1949 silam. Perjuangan itu diabadikan melalui sebuah monumen yang dinamakan Tugu Kemit di Kebumen.
Kala itu, pemerintah Indonesia yang ibu kotanya dipindah ke Jogja sempat berunding dengan Belanda terkait batas wilayah. Perundingan itu diawasi oleh Komisi Tiga Negara (KTN) sebagai komisi perdamaian dunia yang dibentuk oleh PBB. Adapun perundingan digelar di sebelah barat jembatan Kemit, perbatasan antara Kecamatan Karanganyar dan Gombong.
Kali Kemit ini lah yang menjadi batas antara wilayah RI dan Belanda. Sebelah barat sungai disepakati sebagai wilayah Belanda, sedangkan timur sungai menjadi wilayah RI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Barat sungai wilayah Belanda, timur sungai wilayah Indonesia," kata pengamat sejarah Kebumen, Ravie Ananda saat dihubungi detikjateng, Jumat (18/10/2024).
Namun, persetujuan yang telah disepakati ternyata dilanggar pula oleh Belanda. Pada tanggal 19 Desember 1948 pukul 06.00 WIB, Belanda telah memulai serangannya di atas ibu kota Yogyakarta sembari menunggu bala tentara Belanda dan angkatan perangnya yang sedang dalam perjalanan dari Gombong menuju Yogyakarta.
Para pejuang saat itu berjuang mati-matian untuk mempertahankan tapal batas itu.
"Ada sekitar tujuh pejuang Indonesia gugur saat menjaga garis demarkasi atau Status Quo. Mereka terbunuh di pos keamanan tepatnya timur Pasar Kemit saat agresi militer II oleh Belanda," sambungnya.
Tepat pada tahun 1974, pemerintah Kabupaten Kebumen menginisiasi pembangunan Monumen Kemit. Hal ini dilakukan sebagai tanda atau simbol perjuangan para pahlawan dalam mempertahankan batas wilayah antara Indonesia dengan Belanda.
Adapun ketujuh pejuang yang gugur pada awalnya dimakamkan di tempat yang kurang layak. Masyarakat akhirnya secara swadaya memindahkan makam mereka ke tempat yang dianggap lebih layak.
Sementara itu, Kaur Perencanaan Desa Grenggeng, Anung Pratama menuturkan jika ketujuh pahlawan yang gugur tersebut merupakan pejuang lokal. Setelah dipindah, mereka dimakamkan tak jauh dari Balai Desa Grenggeng.
Untuk mengenang jasa para pejuang tersebut, setiap tanggal 17 Agustus Forkompimcam Karanganyar serta pemerintah Desa Grenggeng menggelar upacara bendera di area pemakaman yang dinamai Makam Sutanegara itu.
"Namanya Makam Sutanegara. Forkompimcam dan pemerintah desa setiap tanggal 17 Agustus menggelar upacara bendera di makam untuk mengenang jasa para pejuang lokal tersebut," ucapnya.
(ahr/ahr)