UNS Batal Dampingi Dosen FH yang Tersandung Kasus Penipuan Tanah, Ini Alasannya

UNS Batal Dampingi Dosen FH yang Tersandung Kasus Penipuan Tanah, Ini Alasannya

Agil Trisetiawan Putra - detikJateng
Jumat, 06 Sep 2024 21:17 WIB
UNS masuk dalam daftar kampus terbaik di Jawa Tengah versi UniRank 2022
UNS masuk dalam daftar kampus terbaik di Jawa Tengah versi UniRank 2022. Foto: Doc. UNS.
Solo -

Fakultas Hukum (FH) UNS, batal memberikan bantuan hukum kepada oknum dosen FH UNS, H, yang tersandung kasus dugaan penipuan tanah. Pasalnya, Badan Mediasi dan Bantuan Hukum (BMBH) sudah lebih dahulu diminta mendampingi salah satu korban H.

Dekan FH UNS, Dr. Muhammad Rustamaji, mengatakan H secara lisan meminta pendampingan hukum BMBH FH UNS. Namun dia belum memberikan surat kuasa. Di sisi lain, BMBH UNS sempat melakukan mediasi dengan sekitar 20 korban H. Saat ditelusuri lebih jauh ternyata salah satu korban, yang juga merupakan Dosen UNS, IS, sudah membuat surat kuasa terlebih dahulu.

"Selain 20 orang yang kemarin bertemu dan dimediasi BMBH, ternyata ada dosen internal yang sudah menulis surat kuasa kepada BMBH sejak Agustus (2024) lalu," kata Rustamaji, kepada detikJateng, Jumat (6/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Karena sudah ada korban yang memberikan surat kuasa meminta bantuan, maka BMBH FH UNS tidak akan membela H.

"FH UNS tidak akan membela H, tapi akan membela kepentingan korban dari H yang sudah dirugikan secara materiil yang oleh pak H," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Rustamaji mengatakan, status H yang merupakan dosen aktif FH UNS bisa mendapatkan bantuan hukum dari kampus melalui BMBH FH UNS. Dengan catatan, belum ada pihak lain yang meminta BMBH mendampingi kasus tersebut.

"Ternyata ada dosen juga yang sudah investasi (jadi korban), dan memberikan surat kuasa (kepada BMBH) sejak Agustus lalu. Jadi kalau berkait dengan profesi advokat, BMBH terbentur soal itu (kode etik) untuk mendampingi H," ucapnya.

Diberitakan sebelumnya, bantuan hukum yang diberikan oleh kampus, semata-mata untuk memberikan hak kepada H. Yang mana sebagai warga negara, berhak mendapatkan bantuan hukum saat terjerat kasus.

"Bagaimanapun memang persoalan hukum yang menimpa beliau, tentu dalam hukum pidana pertanggungjawaban individu. Tapi karena beliau masih dosen aktif di FH UNS, kemudian kita juga punya Lembaga bantuan hukum. Itu yang dibela buka perilakunya, tapi haknya sebagai warga negara yang berhak menerima bantuan hukum," kata Rustamaji, saat dihubungi detikJateng, Jumat (6/9).

Dihubungi terpisah, Kapolres Karanganyar, AKBP Jerrold Hendra Yosef Kumontoy, mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman terhadap kasus yang menjerat Dosen FH UNS itu.

"Untuk kasus H, sedang proses pemeriksaan dan pendataan korban. Apabila sudah lengkap, akan kami rilis," kata Jerrold.

Kasus ini bermula ketika H menjual tanah kepada sejumlah korban, seperti M, warga Bejen, Kecamatan/kabupaten Karanganyar. Para korban membeli rumah di daerah Lalung, Karanganyar kepada H. Namun rumah itu tak kunjung dimiliki korban

Kuasa Hukum M, Wiranto, mengatakan awal mulanya para korban mengetahui ada tanah kavling yang dijual melalui media sosial. Dari kontak yang tertera, korban lalu berkomunikasi dengan H. Uang yang diberikan korban kepada terlapor mulai dari Rp 125 juta sampai Rp 150 juta.

"Dari korban memang tergiur dengan harga yang cukup murah, itu yang membuat korban tertarik. Setelah ada pelunasan, dari korban yang saya tangani itu ditawari lagi beli hingga tiga kavling. Setelah lunas, setelah perjanjian, tidak ada progress sama sekali. Hingga dia (H) ini sudah sulit ditemui," kata Wiranto saat dihubungi detikJateng, Rabu (4/9).

"Yang saya dampingi untuk tanah maupun rumah, jadi beli tanah sekaligus minta dibangunkan rumah. Setelah lunas tidak ada progress. Malah tanah yang dijual itu, dijual lagi kepada orang lain," imbuhnya.

Sejumlah modus dilakukan H agar korbannya percaya. Wiranto mengatakan, korbannya sempat diajak ke salah satu kantor notaris di Karanganyar. Namun disana, mereka hanya melakukan perjanjian, bukan untuk mengurus akad jual beli.

"Background beliau sebagai tenaga pendidik, apalagi orang hukum, membuat korban percaya. Dan saat transaksi diajak ke kantor notaris, bagi orang awam itu sudah aman. Ternyata bablas juga," ucapnya.

Korban akhirnya sadar, karena setelah membayar lunas tidak mendapatkan sertifikat tanah, dan tidak ada perkembangan pembangunan. Bersama korban yang lain, mereka mencari H, dan bertemu di sebuah rumah kost di Kabupaten Klaten.

"Dia dicari di rumah sudah tidak ada, kantornya juga. Akhirnya Senin (2/9) malam, kita ketemu dia di Klaten. Saat ditanya kenapa disini, alasannya ingin menenangkan diri, karena banyak yang mencari," ujarnya.




(apl/cln)


Hide Ads