Fenomena sound horeg atau berkeliling dengan kendaraan yang dipasang sound system besar disebut sebagian kalangan sebagai 'tradisi'. Pakar budaya Universitas Negeri Semarang (Unnes), Dhoni Zustiyantoro menyebut jika sound horeg sebagai tradisi seharusnya tidak menimbulkan kerugian di masyarakat.
Menurut Dhoni, tradisi merupakan kegiatan yang dilakukan secara berulang di masyarakat. Boleh saja jika ada yang menganggap sound horeg sebagai tradisi, namun tetap dalam tanda kutip.
"Untuk konten modern mungkin bisa sebut tradisi dalam tanda kutip. Tapi tradisi sound horeg itu dihadapkan pada tantangan adaptasi tradisi itu sendiri," kata Dhoni saat dihubungi detikJateng, Rabu (21/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tradisi berkeliling kampung dengan suara-suara sebenarnya sudah ada sejak dulu seperti halnya takbir keliling saat Idul Fitri. Namun, dulu belum ada yang memakai sound system, kemudian beberapa tahun terakhir muncul kebiasaan keliling dengan sound system yang dari penelusuran berasal dari daerah Jawa Timur.
"Sebenarnya tradisi berkeliling dalam acara tertentu misal takbiran di pedesaan dan perkampungan itu lazim sejak dulu. Soalnya dulu kan tidak pakai pengeras suara besar. Paling pakai toa (pengeras suara) saja. Ini perlu tinjauan lebih jauh untuk referensi. Ini muncul pertama di kawasan Jawa Timur yang mulai mengusung sound system dalam ukuran besar diangkat ke truk. Itu jadi awal mula fenomena yang merambah ke wilayah lain," ujar dosen Fakultas Bahasa dan Seni Unnes itu.
Dhoni menjelaskan, dewasa ini tradisi sering kali berkembang dan berubah. Perkembangan itu seiring dengan dinamika sosial.
Namun menurutnya, tidak semua tradisi yang berkembang dapat diterima oleh masyarakat luas, terutama ketika tradisi tersebut berlawanan dengan norma-norma modern yang menghargai kenyamanan, kesehatan, dan ketertiban umum.
"Fenomena sound horeg menunjukkan benturan antara nilai-nilai tradisional komunitas yang merayakan kebebasan berekspresi melalui kebisingan, dan nilai-nilai modern yang menuntut ketenangan dan ketertiban. Di sini, tradisi yang bersifat lokal berhadapan dengan tuntutan modernitas yang lebih universal," tegasnya.
Maka, menurut Dhoni, perlu kepala daerah setempat yang ada fenomena sound horeg agar turun tangan. Jika memang dipertahankan maka harus ada ketegasan dari kepala daerah untuk mengaturnya.
"Pentingnya pemerintah setempat berikan peraturan yang tegas. Memang diperlukan regulasi yang jelas. Di satu sisi masyarakat yang makin modern menuntut adanya ketertiban dalam arti tidak saling ganggu. Dalam konteks ini sound horeg mengabaikan itu. Maka perlu diregulasi secara teknis, mungkin diselenggarakan di tempat tertentu dan waktu dibatasi pada waktu-waktu tertentu," ujarnya.
Sound horeg kini menjadi kontroversi karena adanya beberapa insiden seperti kaca dan genting rumah warga rusak bahkan sampai ada yang menjebol pembatas jembatan karena truk yang mengangkut sound horeg tidak bisa lewat. Maka menurut Dhoni sound horeg juga perlu beradaptasi jika ingin disebut sebagai tradisi.
"Edukasi budaya yang menekankan adaptasi tradisi tanpa menghilangkan esensi identitas kelompok dapat menjadi jalan tengah untuk mengatasi kontroversi ini. Di sini peran penting pemangku kepentingan terkait sangat penting untuk membuat aturan yang jelas, termasuk dalam hal penegakannya. Jangan sampai atas nama 'tradisi' jadi merugikan banyak pihak," tegasnya.
Untuk diketahui, fenomena sound horeg ini kembali mencuat usai kejadian emak-emak yang nyaris dikeroyok karena menyiram air ke arah rombongan karnaval yang membunyikan sound horeg di Desa Waturoyo, Kecamatan Margoyoso, Kabupaten Pati. Diduga emak-emak tersebut jengah dengan suara keras yang ditimbulkan dari sound horeg tersebut.
Menanggapi masalah tersebut, Pemkab Pati akan menggelar kajian soal fenomena sound horeg di daerah tersebut. Sekretaris Daerah (Sekda) Pati, Jumani mengatakan persoalan penggunaan sound horeg ini akan dibahas dalam rapat Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Pati.
"Terkait dengan sound horeg itu termasuk dengan satu materi yang akan dibahas dalam rapat Forkopimda rencana rapat besok pagi tapi ada penundaan jadwal kita konfirmasi dengan teman-teman," kata Jumani ditemui di halaman Stadion Joyokusumo, Pati, Rabu (21/8).
"Kita lihat saja nanti, ya kita akan analisa risiko dan sebagaimananya, dan itu menjadi dasar kita untuk menentukan (dilarang apa tidak)," imbuhnya.
(cln/rih)